Industri Pengolahan Kaltim Naik 14,30 Persen

- Selasa, 12 November 2019 | 10:30 WIB

SAMARINDA- Produksi industri besar dan sedang (IBS) Kaltim dalam periode tahunan (yoy) maupun periode triwulan (qtq) menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini tentunya merupakan kabar baik mengingat IBS cukup berkontribusi baik pada perekonomian Bumi Etam. Pangsa sektor ini mencapai 18,33 persen, industri pengolahan memberikan andil sebesar 0,32 persen (yoy) dalam pertumbuhan ekonomi Kaltim.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim Anggoro Dwitjahyono mengatakan, produksi industri pengolahan besar dan sedang pada triwulan III tahun ini mengalami kenaikan sebesar 14,30 persen (yoy). Peningkatan itu bersumber dari dua sektor yaitu, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, serta peningkatan sektor industri alat angkutan dan lainnya.

“Industri alat angkutan lainnya naik 28,49 persen, lalu industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, naik 28,09 persen. Sedangkan industri makanan, turun 4,46 persen dan industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya, turun 33,83 persen,” jelasnya.

Dia menjelaskan, walaupun masih ada sektor yang mengalami penurunan cukup besar tidak membuat produksi IBS pada triwulan ini anjlok. Sektor ini masih mencatatkan pertumbuhan yang cukup apik. Jika dilihat, masih ada potensi peningkatan. Produksi industri pengolahan besar dan sedang pada triwulan III 2019 mengalami kenaikan sebesar 14,30 persen. Tak hanya industri sedang dan besar, tapi industri mikro dan kecil juga mengalami peningkatan.

“Produksi Industri pengolahan mikro dan kecil pada triwulan III pada 2019 periode tahunan (yoy) meningkat sebesar 14,59 persen,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, peningkatan industri pengolahan Kaltim juga berseumber dari peningkatan industri pengolahan nonmigas, khususnya untuk industri CPO. Peningkatan kinerja industri CPO tercermin dari kenaikan pertumbuhan volume ekspor CPO Kaltim dari sebesar 60,19 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 61,31 persen (yoy) pada triwulan III 2019.

“Implementasi B30 terus dilakukan sehingga memberikan optimisme bagi industri CPO dalam negeri, di tengah tren harga komoditas internasional yang terus mengalami penurunan,” katanya.

Walaupun tren penurunan harga CPO masih terus berlanjut di tengah over supply CPO di pasar dunia. Harga CPO internasional triwulan III 2019 tercatat USD 567,95 per metrik ton, turun sebesar minus 16,68 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan harga CPO dimanfaatkan oleh sebagian negara mitra dagang dalam melakukan stockpiling. Tiongkok merupakan negara tujuan utama CPO asal Kaltim dengan pangsa ekspor mencapai 38,48 persen dari total ekspor CPO Kaltim. Pada triwulan III 2019 ekspor CPO ke Tiongkok tumbuh sebesar 62,12 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,93 persen (yoy). Peningkatan tensi dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat berdampak pada pembatasan pembelian produk-produk dari Amerika Serikat, termasuk minyak kedelai atau soybean.

Dengan demikian, pemerintah Tiongkok melakukan subsitusi edible oil dari semula minyak yang berbahan dasar kacang kedelai menjadi minyak kelapa sawit. Selain Tiongkok, ekspor CPO triwulan III 2019 ke pasar Eropa juga tumbuh 91,73 persen(yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 42,80 persen (yoy). “Perbaikan ini cukup membantu peningkatan IBS di Kaltim,” tutupnya. (ctr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X