Diduga karena Kepercayaan, Tiga Kakak Beradik Tak Naik Kelas

- Selasa, 23 November 2021 | 09:56 WIB
int
int

TARAKAN - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap adanya dugaan diskriminasi di SDN 051 Tarakan. Dugaan diskriminasi tersebut lantaran tiga siswa kakak beradik yang menganut kepercayaan Saksi Yehuwa tidak naik kelas 3 tahun berturut-turut.

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Tarakan, Muhammad Haris menyampaikan jika pihaknya menduga kasus ini memiliki hubungan terhadap kasus penolakan penghormatan bendera oleh siswa beberapa waktu lalu. Kata dia, harusnya itu tak menjadi alasan yang mengakibatkan tiga anak tersebut tak naik kelas.

"Saya pikir ini ada hubungannya dengan kasus penolakan penghormatan bendera merah putih beberapa tahun lalu. Sebenarnya kasus ini sudah sejak 2019 dan sudah sampai ke PTUN, memang kasus ini cukup dilematis. Kesbangpol juga memiliki tim Pakem, kondisi terakhir kami belum mendengar persoalan ini (tidak naik kelas)," ujarnya, Senin (22/11).

Kesbangpol memiliki tanggung jawab moril dalam menangani persoalan ini. Namun, terkait hak anak dalam belajar menurutnya hal itu tetap harus berjalan. Mengingat semua anak dan warga negara memiliki hak mendapatkan pendidikan yang layak.

 

"Secara moril kami memiliki tanggung jawab,  prosesnya juga masih berjalan. Tapi dengan adanya kabar siswa ini sampai tidak naik kelas 3 tahun berturut-turut kami pikir ini merupakan ranah Disdikbud Tarakan atau Dinas Perlindungan Anak karena ini sudah menyangkut hak anak mendapatkan pendidikan yang layak," tuturnya.

 

KPAI DI TARAKAN

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bertandang ke Tarakan pada Rabu (23/11) hari ini. Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Pendidikan Tarakan, Drs. Tajuddin Tuwo. "Iya datang besok (hari ini, Red)," ungkapnya.

Kendati demikian, Taju enggan memberi komentar lebih terkait perkara tersebut, ia akan berbicara ketika KPAI telah berkunjung ke Tarakan. "Besok (hari ini) saja sekalian ya?" singkatnya.

Sementara itu, salah satu saksi ahli atas persidangan kasus 3 orang siswa tersebut, Fanny Sumajouw, S.Psi, PSI, mempertanyakan perihal persoalan yang baru mengemuka hingga dilirik KPAI. Menurutnya, persoalan terhadap 3 anak tersebut, sudah berjalan sejak beberapa bulan terakhir.

"Tidak ada pembelaan apa pun, saya hanya ingin menyampaikan hal yang sebenarnya terjadi atas 3 orang siswa yang sebenarnya merupakan kakak beradik dan tidak naik kelas selama 3 tahun berturut-turut hingga menjadi sorotan," beber psikolog asal Kaltara ini.

Dikatakan Fanny, dirinya merupakan seorang pendamping saksi ahli hingga tahap persidangan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Samarinda. Dikisahkan, bahwa kasus ini terbilang lama.

Diketahui,  orang tua dan keluarga 3 orang siswa ini didampingi kuasa hukum. "Tapi di sini kami tidak membicarakan tentang agama atau aliran yang dianut oleh ketiga anak. Namun pelajaran yang diberikan kepada anak-anak apakah sudah sesuai dengan rasa nasionalisme yang ditanamkan, termasuk penghargaan terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Kita harus membedakan antara menghormati, menghargai, memuja dan  memuji. Tapi saat kami mengurusi kasus ini, diinformasikan oleh pihak sekolah bahwa anak-anak itu tidak mau mengikuti pelajaran agama Kristen. Ini yang saya dengar dari guru agama, pembina agama dan kepsek yang memberi keterangan," beber Fanny.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X