Mantan Kepala Daerah yang Bertarung pada Pileg 2019 Gagal Lolos

- Senin, 13 Mei 2019 | 12:45 WIB

PALANGKA RAYA-Proses rekapitulasi penghitungan suara pemilu 2019 di Kalteng telah selesai diplenokan pada tingkat provinsi. Hasilnya pun sudah dapat diketahui. Siapa calon legislatif (caleg) yang akan menjabat lima tahun ke depan, periode 2019-2024. Baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat.

Melihat hasil pleno yang dilakukan mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat provinsi beberapa waktu lalu, banyak kejutan terjadi. Tak sedikit calon petahana yang gagal mempertahankan kursi empuk dewan. Sebagai contoh, di DPRD provinsi hanya ada 10 calon petahana yang bertahan.

Selain banyaknya calon petahana gagal bertahan, pemilihan legislatif (pileg) tahun ini juga menjadi ajang pertarungan para mantan kepala daerah, baik itu mantan gubernur, bupati, wakil bupati, maupun wakil wali kota. Total ada 19 caleg eks pimpinan daerah yang "mengadu nasib" pada pesta demokrasi lima tahunan ini. 

Dari belasan caleg tersebut, 11 orang meraih keberuntungan dan terpilih menjadi wakil rakyat. Sisanya belum berhasil menggapai keinginan menduduki kursi di legislatif. 

Terkait gagalnya mantan kepala daerah dalam beradu memperebutkan kursi legislatif, pengamat politik Kalteng John Retey berpendapat, tingkat popularitas seseorang, terutama yang pernah menjabat sebagai kepala daerah, tidak memengaruhi tingkat elektabilitas seorang caleg.

Popularitas memang cukup memengaruhi elektabilitas. Salah satu contoh, kata dia, calon anggota DPD RI Agustin Teras Narang, yang meraup suara cukup signifikan. Memang lanjutnya, ada kepala daerah yang diketahui publik khususnya pada basis masing-masing. Namun, apabila belum ada langkah strategis yang dilakukan dalam upaya memenangkan saat mencalonkan diri, maka hal itu juga menjadi persoalan.

"Masalahnya seperti ini, pemilu ini kan sistem nomor dan bukan sistem gambar. Dengan sistem ini, para caleg harus mampu meyakinkan konstituennya untuk memilih mereka, dengan tidak perlu membaca satu per satu calon yang tertera. Para pemilik hak suara sudah digiring untuk memilih partai dan nomor yang sudah disosialisasikan," tuturnya.

Selain itu, meski memiliki popularitas yang tinggi, tapi tidak melakukan pelatihan, maka akan mengalami kesulitan. Karena waktu yang cukup singkat, maka pemilih harus sudah memiliki pilihan sebelum berada di bilik suara.

"Jika tidak ada sosialisasi dan pencerahan, maka mungkin saja yang terjadi adalah pemilih hanya menentukan lilihan kepada partai politik, tapi tidak memilih calon sesuai dengan nomor yang bersangkutan," tegasnya.

Menurutnya, kepala daerah yang masih belum lolos (gagal), bisa jadi secara teknis tidak membekali konstituen berdasarkan basis yang ada. Selain itu, popularitas tidak menentukan elektabilitas. Karena itu, belum tentu dipilih meskipun sudah populer.

"Walaupun berstatus mantan kepala daerah, tapi pemilih akan melihat rekam jejak terkait prestasi yang dikerjakan sebelumnya. Jadi hal ini akan menjadi pertimbangan pemilih saat pemilihan umum sebelumnya," tuturnya.

Kemudian, secara umum ia menilai bahwa pemilu yang baru diselenggarakan berjalan cukup baik sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Meski demikian, sangat perlu untuk dilakukan evaluasi, agar pelaksanaan ke depannya lebih baik lagi. Dari aspek partisipasi, sudah meningkat. Namun tidak hanya dilihat jumlah pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS), tetapi perlu dilihat apa yang menyebabkan orang berpartisipasi.

"Pemilu tahun ini secara serentak berkaitan dengan kondisi politik nasional. Ada pertarungan head to head antara dua kubu capres. Karena itulah ada upaya yang dilakukan parpol maupun calon untuk mendorong para pemilih untuk menggunakan hak pilih," jelasnya.

Selain itu, berbagai isu pilpres, misalnya terkait kelompok minoritas dan lain-lain, juga dapat mendorong masyarakat untuk datang ke TPS. Kalau dari konteks angka cukup bagus. Sedangkan terkait kesalahan penghitungan dan rekapitulasi di tingkat TPS, perlu untuk dicermati, apakah murni karena kelalaian manusia (human error) atau adanya kesengajaan.

"Kalau murni human error, maka bisa dipahami. Sebab, sistem pemilu kali ini termasuk hal baru, karena menggabungkan pilpres dan pileg," tuturnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X