RDP Berlangsung Alot

- Jumat, 26 Februari 2021 | 21:56 WIB
MINTA KEJELASAN: Rapat Dengar Pendapat di ruang Ambalat DPRD Nunukan membahas alasan pemberhentian tenaga honorer.
MINTA KEJELASAN: Rapat Dengar Pendapat di ruang Ambalat DPRD Nunukan membahas alasan pemberhentian tenaga honorer.

NUNUKAN – Puluhan tenaga honorer di Nunukan diberhentikan tanpa alasan jelas. Pemberhentian diketahui dari sepucuk surat yang dikirimkan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tanpa penjelasan atau mekanisme teguran. 

Padahal banyak dari tenaga honorer sudah mengabdi selama 5 tahun, 10 tahun hingga 15 tahun. Hal tersebut membuat para honorer mendatangi Kantor DPRD Nunukan melalui Aliansi APES, Kamis (25/2). 

“Ini jalan mundur kinerja pemerintahan kita. Di saat pandemi Covid-19, para tenaga honor diberhentikan tanpa ada etika dan persiapan,” ujar Iswan, Koordinator APES. 

Para tenaga honor bergantung gaji, untuk tetap survive di saat pandemi Covid-19. “Betapa zalimnya kita kalau kondisi ini dibiarkan. Tolong beri kami alasan logis, mengapa saudara-saudara kami yang honorer diberhentikan,” tegasnya. 

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Ambalat, dipimpin Wakil Ketua DPRD Nunukan Saleh, hadir sejumlah kepala OPD. Namun, tidak satupun dari kepala OPD tersebut memberikan data. Terkait tenaga honorer diinstansi mereka yang diberhentikan ataupun alasan jelas. Hanya memberikan jawaban, dengan alasan karena instruksi pimpinan. 

Jawaban yang terkesan berani datang dari Kasat Pol PP Nunukan Kadir, yang mengingatkan para anggota DPRD Nunukan agar tidak perlu campur tangan. Atas kebijakan para kepala OPD dalam memberhentikan honorer. 

“Saya kasih tahu bapak semua, tidak boleh intervensi saya. Karena saya kasat, yang bikin SK dan tidak boleh ada intervensi, saya merumahkan atau memperpanjang, itu urusan saya. Keputusan saya berdasar perintah langsung Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, saya PNS selaku polisi, hanya belum dipersenjatai,” katanya. 

Sementara Kepala BKPSDM memberikan jawaban cukup elegan. Dalam aturan kepegawaian, dasarnya merujuk Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014, dipertegas dengan PP Nomor 11 tahun 2017 tentang managemen ASN, juga PP 48 tahun 2018 tentang managemen PPPK. 

“Memang dilemanya tidak terlihat aturan yang berpihak dengan tenaga honorer. Bahkan dalam PP 48 tahun 2005 tidak boleh lagi ada pengangkatan tenaga honorer,” jawabnya. 

Ada pula jawaban yang memprihatinkan diucapkan Kepala Dinas Kesehatan dr Meinstar Tololiu, jika pemberhentian tenaga honorer murni karena instruksi Bupati. 

“Karena instruksi dan sesuai evaluasi dari pimpinan. Kalau ada pertanyaan lanjutan, saya minta maaf dan no komen,” jawab Tololiu. 

Jawaban yang diberikan Kadir dan Tololiu memanaskan suasana rapat. “Pak Kadir, tolong jangan seperti itu kalau bicara. DPRD punya kewenangan dan memiliki fungsi pengawasan dan budgeting,” terang Andi Mutamir. 

Andi Mutamir mempertanyakan regulasi penerimaan tenaga honorer di masing masing OPD. Perekrutan tenaga honorer hanya berdasar kedekatan dan titipan, bahkan tidak ada pemetaan jelas. 

“Tidak ada patokan kebutuhan pegawai. Di DPRD saja, saat ini sekitar 130 orang, RSUD Nunukan ada 700 orang. Tak adanya regulasi, inilah yang dimanfaatkan semua daerah untuk menjadi kepala daerah,” terangnya. 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X