Kartini Masa Kini, Dia Dosen, Dia Juga Mahasiswa S3

- Minggu, 21 April 2019 | 22:45 WIB

SAMPIT- Salah satu esensi pemikiran RA Kartini adalah persamaan atas hak pendidikan bagi kaum perempuan. Perjuangannya pun tidak sia-sia. Kini, banyak kaum hawa yang memiliki pendidikan tinggi, bahkan hingga strata tiga.    

Gita Anggraini, misalnya. Dosen STKIP Muhammadiyah Sampit ini tengah menempuh studi strata tiga (S3) Pendidikan Islam di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Wanita yang memiliki  hobi membaca buku, nonton film, dengar musik, dan traveling ini sudah sejak kecil bercita-cita ingin kuliah hingga jenjang doktoral.   

Gita telah mengantongi gelar magister Pendidikan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Capaian ini melalui proses yang tidak mudah. Sebab, ayahnya hanya berlatar belakang seorang buruh dan ibunya penjual gorengan, sehingga sering terbentur masalah biaya.  

”Saat saya kuliah, ibu saya juga sempat ngojek, adik-adik saya yang juga masih bersekolah,” ungkap anak pertama dari lima bersaudara ini.

Saat dirinya kuliah jenjang S1 di Surabaya, kiriman uang dari orang tua tidak lancar. Seringnya tiga bulan sekali baru dapat kiriman. Saat kiriman datang, habis hanya untuk bayar utang.

”Tetapi saya punya teman-teman yang baik, yang kadang ngajak makan bareng kalau lagi enggak punya uang. Karena enggak enak terus numpang teman, selama kuliah saya sering puasa,” ujar alumnus S1 Pendidikan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya dan S2 Pendidikan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya ini. 

Tantangan ataupun pengalaman saat menempuh pendidikan akan menjadi indah. Saat kuliah S1 - S2 pertengahan dirinya tinggal di Pondok Mahasiswa (PPM Al-Jihad Surabaya). Keinginan untuk masuk pondok sambil kuliah merupakan keinginan Gita sendiri. Sebab dia sadar bukanlah berasal keluarga berada.  

”Bahkan untuk berangkat ke Surabaya (orang tuanya di Bengkulu), harus menjual kebun satu-satunya saat itu. Oleh sebab itu, saya berprinsip kepalang merantau harus banyak ilmu yang diserap,” terangnya.  

Menurutnya ilmu tidak hanya dari bangku kuliah, tapi juga dari tempat lain. Oleh sebab itu dirinya memilih sambil mondok. Tantangan lainnya tentu dalam membagi waktu, antara kuliah, organisasi, dan mondok. Pagi hingga sore, Gita harus kuliah. Sorenya mengikuti kegiatan organisasi. Malam sampai subuh mengikuti materi di pondok.   

”Dulu sering dipanggil sama pengasuh pondok, karena terlalu asyik berorganisasi. Akhirnya sering pulang terlambat dan tidak mengikuti kurikulum pondok,” tambah Gita yang beberapa kali menerima beasiswa yang membantunya dalam menyelesaikan bangku kuliah.

Gita juga mencari tambahan biaya hidup saat kuliah dengan berjualan buku, jualan jilbab, menjadi master of ceremony (MC), atau menjadi saritilawah. 

Dia pernah berpikiran untuk tidak melanjutkan pendidikan jenjang S3. “Pernah kepikiran untuk sampai S2 saja karena biaya. Tapi setelah dijalani, ada kesempatan untuk S3, saya sangat senang,” katanya.

Warga yang tinggal di Perumahan Melati Permai II Sampit ini merasa bersemangat ketika berada di kelas, belajar, dan berkumpul dengan sesama pencari ilmu. Mengetahui hal-hal baru dari para dosen membuatnya begitu bahagia.

”Selain itu menuntut ilmu merupakan anjuran dari Agama Islam, agar kita tidak menjadi orang yang sombong. Semakin banyak yang kutahu, semakin banyak yang tidak kutahu,” tandas perempuan kelahiran 21 September 1986 ini.

Dukungan utama dari suami ibarat energi yang membuat dirinya bersemangat untuk melanjutkan pendidikan. Suaminya sangat mendukung semua aktivitas, termasuk kuliah. Bahkan suaminya merupakan motivator utama untuk dirinya melanjutkan studi.

Halaman:

Editor: sastro-Sastro Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

DPRD: Realisasi APBD Kotim tahun 2023 Lepas Target

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:40 WIB
X