Pasca Banjir Buaya Bermunculan

- Rabu, 27 Januari 2021 | 21:38 WIB
PERLU WASPADA: Petugas BPBD Nunukan menangkap seekor buaya muara yang berada di pemukiman warga pasca banjir.
PERLU WASPADA: Petugas BPBD Nunukan menangkap seekor buaya muara yang berada di pemukiman warga pasca banjir.

NUNUKAN - Banjirkiriman dari negara tetangga, Malaysia melanda Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara sejak 8 Januari lalu, merendam 8 desa. 

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, sebanyak 948 rumah dengan 1.552 kepala keluarga (KK) dan 5.682 jiwa. Desa yang terendam terdiri dari Desa Butas Bagu, Labuk, Pagar, Tujung, Manuk Bungkul, Atap, Lubakan dan Tagul. 

Bahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan sudah mengeluarkan status tanggap darurat untuk mengatasi musibah tersebut. Namun, persoalan lain terjadi akibat banjir tersebut. Diperkirakan puluhan buaya muara bermunculan di sekitar pemukiman penduduk dan dikhawatirkan memakan korban. 

Kepala Sub Bidang Kedaruratan BPBD Nunukan Hasan mengatakan, sudah mengeluarkan warning dan imbauan agar warga membatasi aktivitas di luar rumah. “Namanya air naik karena banjir, wajar jika buaya ada di areal pemukiman warga. Meminta warga agar mengurangi aktivitas keluar rumah,” imbaunya.

Hasan menambahkan, banyaknya buaya muara memang kerap menjadi hambatan bagi para petugas BPBD saat mendistribusikan bantuan. Acap kali petugas berpapasan buaya muara, dengan berbagai ukuran. Sehingga harus ekstra waspada terhadap kemungkinan gangguan buaya. 

“Memang banyak buaya di Sungai Sembakung. Habitatnya bahkan sudah sampai Sungai Lumbis,” ujarnya. Sementara itu, Kepala Desa Atap Syahrial mengaku, masyarakat sudah sangat terbiasa berdampingan dengan buaya. 

Saat sebelum banjir sekalipun, masyarakat melakukan aktivitas mandi dan berbagai keperluan di sungai. Tanpa ada gangguan, meski ada buaya di sekitar mereka. 

“Memang banyak sekali buaya di Sembakung, tapi kami sudah terbiasa. Tidak ada takut, kami biasa pegang buaya saat di sungai,” tuturnya. Syahrial juga tidak membantah ada kasus serangan buaya terhadap warga. 

Hanya saja, ada sebab musabab yang dilakukan masyarakat sehingga buaya marah.
Penyebab paling utama, adanya aktivitas menangkap ikan menggunakan setrum. Menurut Syahrial, hal tersebut memicu kemarahan buaya. 

“Kejadian penyerangan buaya tidak ada di Sembakung. Tapi di wilayah luar Sembakung, mereka setrum ikan secara tidak sadar. Itu terkontak ke buaya,” imbuhnya. 

Sejauh ini, masyarakat Sembakung masih menganut kebijakan lokal untuk menangkap ikan hanya dengan kail dan jala. Hal ini dilakukan supaya habitat buaya tidak terganggu dan koloni ikan bisa berkembang secara wajar. 

“Kami masyarakat Sembakung memiliki sejarah dengan buaya,” katanya lagi. Banjir yang melanda perbatasan RI–Malaysia ini, berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah Malaysia. Yang mengalir ke Sungai Pampangon, Lagongon ke Pagalungan. Lalu memasuki wilayah Indonesia melalui Labang, Sungai Pensiangan dan Sungai Sembakung. 

Kecamatan Sembakung, berada di lokasi terendah dari 4 kecamatan langganan banjir lain. Seperti Kecamatan Lumbis Pansiangan, Lumbis Ogong, Lumbis, dan Sembakung Atulai. 

Saat kecamatan lain cepat surut, banjir di Kecamatan Sembakung justru bisa terjadi sebulan penuh. Karena debit air seakan tertampung di kecamatan ini. (*/lik/*/viq/uno)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X