Gagal Paham tentang Lahan SKPT Sebatik

- Jumat, 15 Maret 2019 | 15:18 WIB

NUNUKAN – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda, baru saja melakukan pemanggilan terhadap penggugat dan tergugat, terkait telah diajukannya permohonan eksekusi perkara lahan Sentral Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Sebatik yang berada di Desa Sei Pancang, Kecamatan Sebatik Utara, Kabupaten Nunukan.

Dalam pemanggilan tersebut hadir kuasa hukum penggugat, serta pihak yang melawan dalam hal ini, kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan sebagai tergugat pertama, kepala Dinas Pertanahan Nunukan sebagai tergugat kedua dan Kepala Desa Sei Pancang sebagai tergugat ketiga.

Ketua PTUN Samarinda Bonnyarti Kala Lande yang langsung memimpin pembahasan tersebut menyampaikan, bahwa melalui kuasa hukum penggugat telah menyampaikan permohonan eksekusi, sesuai dengan aturan yang berlaku. “Tergugat satu telah ada iktikad baik, karena telah melakukan pengukuran lahan,” kata Bonnyarti Kala Lande.

Perlu diketahui, untuk sertifikat lahan SKPT Sebatik telah diperintahkan pembatalan selanjutnya mencabut, dan menerbitkan sertifikat yang baru.  Untuk mengajukan sertifikat yang baru, harus menyelesaikan terlebih dahulu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Kenapa diajukan permohonan eksekusi, karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan eksekusi. Karena yang cocok mengajukan eksekusi adalah pihak penggugat yang telah dikabulkan permohonannya, terkait lahan SKPT Sebatik. “Di sini ada salah pengertian terkait putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam perkara ini ada pihak yang gagal paham, dalam penyelesaian perkara lahan SKPT Sebatik. Dalam perkara ini memang pihak penggugat dan tergugat sama-sama ingin mempertahankan lahan yang telah memiliki sertifikat.

Untuk itu, pihak tergugat kedua atau Pemkab Nunukan diminta untuk lebih memahami hasil putusan PTUN Samarinda terkait perkara lahan SKPT Sebatik. Karena telah dijelaskan berulang-ulang terkait putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurutnya, pihak tergugat kedua salah memahami hasil putusan, karena sertifikat telah dinyatakan batal. Dari awal proses pembuatan sertifikat tidak berlaku lagi. Ditambah dicabut, dalam arti dicabut berarti dari akar paling bawah dicabut.

Jadi pada intinya, sertifikat ini tidak berlaku lagi dan dilakukan permohonan eksekusi yang dilakukan oleh kuasa hukum penggugat. Tidak perlu para tergugat berada pada posisi penggugat. Tapi jika pihak tergugat mendesak untuk menerbitkan sertifikat baru, langkah yang benar. “Jadi tidak perlu berulang-ulang dijelaskan terkait perkara nomor 34 yang telah inkrah,” tambahnya. (nal/lim)

 

 

 

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X