Mudik Pakai Mobil Dinas, Larangannya Tidak Saklek

- Selasa, 28 Mei 2019 | 09:35 WIB

BANJARMASIN - Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor menerbitkan edaran untuk melarang pemakaian mobil dinas untuk mudik lebaran. Pada waktu bersamaan, dicetuskan program mudik bareng pemprov. PNS dan warga diajak mudik dengan menikmati fasilitas mobil berpelat merah.

Bagaimana menerjemahkan kedua kebijakan yang sekilas tampak bertentangan ini? Sekdaprov Kalsel, Abdul Haris Makkie menekankan, larangan itu memiliki pengecualian. Hanya berlaku bagi para pejabat teras pemprov.

"Kalau ada yang menyoal hal ini, sebenarnya terlalu sepele. Membuang-buang energi. Masih banyak hal strategis yang lebih penting untuk kita bahas," tegasnya, kemarin (27/5).

Dijelaskannya, program itu digagas karena masih banyak warga Banua yang mudik mengandalkan sepeda motor. Sementara, kendaraan roda dua merupakan penyumbang kecelakaan terbanyak selama arus mudik dan balik. Lantaran dinaiki melebihi kapasitas. Mengangkut tiga atau empat orang sekaligus. Komplet dengan barang bawaan yang tak sedikit.

Meski rawan, Haris melihat sepeda motor tetap menjadi pilihan favorit untuk mudik. Alasannya sederhana, ongkosnya murah. Warga dari kelas ekonomi yang kurang beruntung tak bisa pilih-pilih. Angkutan yang aman, nyaman dan sekaligus murah tinggal harapan.

"Nah, dengan angkutan gratis ini, gubernur berharap bisa memberikan jaminan keamanan dan keselamatan bagi pemudik. Bukan hanya bagi masyarakat umum. Tapi juga memungkinkan bagi PNS dan keluarganya. Tentu yang golongan I atau II saja," imbuhnya.

Diakui Haris, secara tertulis memang tak ada aturan rinci. Bahwa program mudik itu terlarang untuk pejabat setingkat kepala dinas atau kepala bagian. "Sebetulnya tak spesifik begitu. Karena targetnya adalah warga," tukasnya.

Pada zaman Paman Birin, larangan mudik dengan fasilitas mobdin rutin diterbitkan menjelang Idulfitri. Kali ini tertuang dalam surat edaran No 700 Tahun 2019 tertanggal 21 Mei.

Meskipun ada pemko atau pemkab di Kalsel yang lebih "longgar" dalam menyikapi kebijakan tersebut. Contoh, ada daerah yang menyebut boleh-boleh saja jika "terpaksa".

Pelarangan itu sendiri merupakan imbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui surat edaran perihal pencegahan gratifikasi pada hari raya keagamaan. Haris menekankan, pemda tidak boleh saklek dalam menerjemahkan edaran dari pusat.

"Untuk hal-hal khusus, pemprov bisa mengambil kebijakan yang tidak berbanding lurus dengan edaran diatasnya. Semata-mata demi kepentingan orang banyak. Karena pemprov harus hadir di tengah masyarakat," pungkasnya. (fud/ay/ema)

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB

Warga HSU Dilarang Bagarakan Sahur Pakai Musik

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:15 WIB
X