Marukan Jelaskan Asal-usul Lahan Sawit

- Kamis, 18 Juli 2019 | 14:56 WIB

NANGA BULIK - Mantan Bupati Lamandau Marukan akhirnya hadir dalam persidangan kasus pencurian sawit yang mendudukan terdakwa Bono Cs. Marukan hadir seorang diri, mengenakan setelan kemeja putih dan celana kain, ia tampak santai saat tiba di Pengadilan Negeri Nanga Bulik. 

Dalam persidangan, Marukan dicerca sejumlah pertanyaan oleh tiga hakim pengadilan. Diantaranya apakah ia mengenal para terdakwa, apakah mengetahui perkara yang disidangkan, apakah mengetahui siapa pihak yang menanam sawit, hingga sejarah persengketaan lahan tersebut.  

Dengan tenang Marukan menuturkan bahwa awalnya tahun 2007 sebelum ia menjadi Bupati, pihak perusahaan PT Gemariksa telah diberi izin oleh Bupati sebelumnya. Lalu saat keluar update dari Menteri Kehutanan bahwa areal dimaksud masuk kawasan hutan, lahan itu kemudian tidak lagi dikelola perusahaan. Meskipun sebenarnya ada kesempatan untuk melakukan pemutihan terhadap areal yang sudah terlanjur tertanam, pihak perusahaan tidak melakukannya. 

“Kemudian lahan tersebut sebagian dikelola oleh saudari Maria, penuturan Maria demikian, katanya dia diberi oleh pihak perusahaan untuk pengelolaan kebun. Dan masyarakat Bunut merasa itu lahan mereka yang tidak pernah diganti rugi oleh perusahaan. Masyarakat merasa memiliki lahan, dan Maria juga memiliki, maka terjadilah perselisihan.  Agar tidak bertikai maka saya selaku Bupati melakukan upaya untuk menengahi,” bebernya. 

Hasil kesepakatan bersama, lahan yang menurutnya lebih dari seribu hektare tersebut kemudian dibagi. Sebagian untuk Maria dan sebagian untuk masyarakat Desa Bunut dan AMAN. 

“Saat pemeriksaan lapangan, masyarakat Bunut dan AMAN tidak hadir sehingga jadi abu-abu. Saya pikir sudah tidak ada masalah yang bergejolak, dan tidak ada perkembangan lagi,” cetusnya 

Kemudian update terakhir, areal tersebut diserahkan oleh PT Gemariksa Mekarsari kepada koperasi. Karena masyarakat Nanga Bulik menuntut CSR kepada PT Gemariksa. Dan untuk bisa dilanjutkan kerjasamanya, Bupati pun mengeluarkan SK CP/CL (calon petani calon lahan).  

“Ketika PT Gemariksa menyerahkan ke koperasi seluas 560 hektare, saya pikir koperasi ini tidak menyentuh area Maria dan masyarakat Bunut,” ungkapnya.

Kemudian saat JPU juga mempertanyakan, siapa penanam sawit di tahun 2007, Marukan menjawab bahwa sawit itu tentu ditanam oleh PT Gemariksa. Usai memberi kesaksian, Marukan langsung diperbolehkan keluar dari ruang sidang.

 Sementara itu saat sidang dilanjutkan, para terdakwa yang merupakan warga Nanga Pamalontian mengaku tidak mengerti dengan kepemilikan lahan sawit yang mereka panen. Karena mereka mengaku hanya disuruh Ujang Maharani (dari AMAN), tidak tahu lahan itu bermasalah. Mereka hanya dijanjikan akan diupah Rp 200 ribu/ton. 

“Kami hanya disuruh, kami dijemput dari desa untuk kerja panen. Lalu kami panen,  ternyata setelah panen pertama kami didatangi Kapolsek untuk berhenti,” ungkapnya. 

Mereka mengaku jika sebenarnya sudah ingin pulang, tetapi mereka dipaksa untuk panen lagi. Mereka ditunjukkan surat oleh Ujang Maharani untuk meyakinkan bahwa lahan tersebut sah milik AMAN.    

“Kami sempat diperingati Kapolsek untuk tidak melanjutkan memanen pada hari Senin. Tapi hari Selasa diyakinkan oleh Ujang bahwa lahan tersebut milik AMAN. Kita dipaksa untuk panen lagi, dan terpaksa berangkat karena belum diberi uang, dan tidak bisa pulang kampung. Katanya kalau ada masalah, Ujang yang akan tanggungjawab, sambil menunjukkan surat bahwa tanah tersebut diserahkan kepada Kelompok Tani Bunut dan AMAN,” ungkap salah satu terdakwa.  

Semua terdakwa telah mengakui perbuatannya dan menyesal. Sementara itu satu saksi lagi berhalangan hadir yakni Ketua DPRD H Tommy. (mex/sla)

 

Editor: sastro-Sastro Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Infrastruktur di Pedalaman Katingan Memprihatinkan

Minggu, 21 April 2024 | 14:00 WIB
X