Satgas Tambang Ilegal Belum Bertindak

- Senin, 25 Februari 2019 | 10:53 WIB

SAMARINDA. Temuan aktivitas pertambangan batu bara ilegal nyaris tak terbendung. Mulai dari pengerukan di Harapan Baru tepat di belakang permukiman warga RT 28, Blok F, Cluster Luwai, Pesona Mahakam, Sambutan hingga tempat pemakaman di Lempake, tak lepas dari aksi keruk ilegal ini.
Kali ini tambang yang diduga ilegal kembali ditemukan di Jalan Padat Karya, RT 15 Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara. Penegak hukum pun dinilai lemah dalam penindakan.
Padahal dua tahun lalu pemkot sudah membentuk tim khusus berantas tambang ilegal yang diketuai oleh Asisten II, Endang Liansyah.
Satuan tugas (satgas) itu melibatkan instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota dan provinsi, Dinas Perhubungan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, Dinas Pertanahan Samarinda, Satpol PP kota dan provinsi, Polresta Samarinda, Kodim Samarinda, dan Distamben Kaltim tidak menunjukkan performa baik.
Konon katanya satgas itu dibentuk dalam rangka menindaklanjuti kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas tambang batu bara.
Tugasnya menertibkan dan penindakan tambang tak berizin. Endang dalam beberapa waktu lalu, mengaku tim akan inventarisasi tambang yang beraktivitas di Samarinda. Namun hingga kini nihil hasil. Bahkan penindakan pun tak terlihat.
Beberapa kali Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mempertanyakan kinerja tim satuan tugas (satgas) tambang ilegal yang dibentuk Pemkot Samarinda.
Pasalnya, sejak dibentuk nyaris nihil hasil. Contoh kasus tambang yang kini diresahkan warga Bayur ini. Padahal, masyarakat sangat menunggu hasil penindakan. Namun, yang terjadi justru tak jauh berbeda dengan tim satgas sebelumnya.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradana Rupang mengatakan, sampai sekarang tim satgas belum pernah merilis capaian. Tak hanya di pemkot, sebelumnya ada satgas illegal mining di Polda Kaltim. Satgas ini pun bekerja atas laporan warga.
“Tidak terlihat inisiatif internal berupaya mencari tahu sendiri melalui patroli rutin,” ujarnya. Dia khawatir akan begitu juga dengan satgas buatan Pemkot Samarinda. Jatam menilai, beberapa dugaan aktivitas illegal mining telah dilaporkan masyarakat, tapi lamban dalam penanganan.
Dia mencontohkan, beberapa kasus illegal mining seperti di RT 17, Kelurahan Lempake. Kemudian di belakang Rumah Sakit IA Moeis. Juga sekitar kampus Politeknik Negeri Samarinda, TPU Kebun Agung, Sambutan, bahkan Palaran. “Penindakannya tidak jelas,” ungkapnya.
Dia menduga, lambannya penanganan karena sejumlah oknum aparat kepolisian hingga oknum pegawai pemerintah daerah terlibat dalam kegiatan tersebut. “Sangat sulit melakukan penindakan hukum bila di tubuh perangkat hukum ada yang bermain,” jelasnya.
Menurut catatan Jatam, di wilayah Samarinda terdapat 63 izin usaha pertambangan (IUP) yang diterbitkan pemkot sewaktu kewenangan belum beralih ke Pemprov Kaltim. Hanya sebagian kecil yang identitas perusahaannya diketahui masyarakat. Termasuk minimnya jumlah inspektur pengawas menjadi celah bagi maraknya aktivitas ini.

Banyaknya izin tambang yang diterbitkan kala itu, Rupang menganggap bahwa sebagian mafia tambang justru menjadikan ini sebagai peluang untuk mengeruk secara ilegal.
“Masyarakat tidak bisa membedakan mana yang legal dan ilegal. Harusnya pemerintah memasang pengumuman kepada perusahaan mana saja yang telah berakhir izinnya. Jadi, masyarakat bisa terlibat dalam proses pengawasan,” jelasnya.
Menurut dia, sudah berkali-kali pemerintah dan aparat kepolisian kecolongan. “Kami menyayangkan baru sekarang membentuk unit satgas illegal mining,” tutur Rupang.
Padahal perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dapat dipidana.  Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH).
Ancaman pidana penjara paling singkat paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.
Khusus tambang ilegal yang berlokasi di Bayur eks lokalisasi Sempaja Utara Camat Samarinda Utara Syamsu Alam mengaku sudah mendapat laporan dari lurah Sempaja Utara. Namun laporan masih disampaikan lewat aplikasi pesan singkat.
Ia meminta kepada pihak kelurahan dan RT setempat membuat laporan tersebut baru diteruskan ke kepolisian, pemerintah kota dan Dinas ESDM Kaltim.
"Sudah saya dapat informasi. Tapi saya minta pakai laporan tertulis," ungkap Syamsu.
Pantauan Sapos ke lokasi pada Sabtu (23/2) titik keruk berada tak jauh dari pemukiman warga. Bahkan ada dua rumah berdekatan dengan bibir galian.
Galian emas hitam ini memotong bukit dengan kedalaman kurang lebih 50 meter. Ada pula sisa batu bara yang berada dilokasi namun tak banyak. Hanya sisa kerikil kecil. Tak ada alat berat dilokasi. Tak ada pula papan nama perusahaan.
Warga setempat menyebut, setelah tak lagi menemukan batu bara. Oknum penambang membuka titik baru. Hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari titik sebelumnya.
Seorang warga yang tak mau disebutkan nama, menceritakan aktivitas tambang emas hitam ini dilakukan tengah malam. Warga yang berada di lokasi sekitar tak tidur dikala truk bermuatan batu bara mondar-mandir.
Jarak tambang ini dari jalan raya kurang lebih 50 meter. Persis di belakang eks lokalisasi Bayur yang ditutup Juni 2016 lalu. Tak jauh dari tambang itu pun ada permukiman warga dan Lapas Narkotika.
Warga mengungkapkan aktivitas tambang itu sangat mengganggu karena biasanya beroperasi malam. Selain mengganggu tidur, dampak lain debu dan kerusakan jalan dan lingkungan pun tak kalah ganas.
"Kami malam tak bisa tidur. Ribut sekali," ungkapnya.
Menurut pengakuannya, di saat angkut batu bara, warga sekitar diberi uang Rp 100 ribu per orang. Angkutan ini pun mendapat pengawalan sekelompok orang diduga preman.
"Itu kalau mau angkut batu bara. Mereka jaga sambil minum-minum (miras)," ungkapnya.
Warga berharap penegak hukum bisa menindak tegas atas aktivitas yang diduga ilegal ini.
Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Kaltim, Baihaqi Hazami mengaku bukan wewenang pihaknya menindak. Kewenangnya hanya memberi pembinaan terhadap tambang yang memiliki izin. Sementara yang ilegal jadi kewenangan penegak hukum.
"Kalau ilegal ranahnya penegak hukum," ungkapnya. (zak/beb)

Editor: rusli-Admin Sapos

Rekomendasi

Terkini

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB
X