Drama perebutan rempah pala jadi titik mula terbentangnya sejarah di Banda Naira. Sejak itu, kelamnya sejarah penjajahan bersulih rona menjadi destinasi wisata.
BILA penjajahan di Indonesia mencapai ratusan tahun masih terdengar simpang siur, situs-situs bangunan di Banda Naira bisa jadi adalah jawabannya. Ya, di sana terdapat beberapa destinasi wisata sejarah yang tampaknya bisa menjawab rasa penasaran tentang durasi penjajahan yang konon terjadi hingga tiga abad.
Tempat wisata pertama yang wajib Anda kunjungi adalah Benteng Belgica. Di sana terhampar sejarah ratusan tahun pendudukan penjajah demi memburu harta Pulau Naira berupa rempah pala. Konon, benteng tersebut dibangun pada abad ke-15 oleh Portugis. Namun, tidak lama kemudian Belanda merebut situs tersebut.
Sejak pendudukan Belanda, mereka kemudian merehabilitasi situs tersebut. Terjadi hingga tiga kali. Tahap pertama pada 1611. Kemudian 1660, hingga yang terakhir pada 1667. Sejak itulah hingga kini benteng yang berbentuk segi lima itu tidak berubah.
Belgica bukan satu-satunya benteng yang ada di Banda Naira. Ada pula Benteng Nassau, yang konon menjadi sentra distribusi rempah pala menuju dan ke luar Pulau Banda. Nah, keberadaan Benteng Nassau disebut punya keterkaitan dengan Istana Mini Banda Naira. Juga jadi salah satu destinasi wisata sejarah. Usianya pun konon seumuran dengan Benteng Belgica yang sudah empat abad. VOC Belanda menyulap bangunan itu sebagai gudang untuk menyimpan rempah-rempah.
Masih di pulau Banda Naira, Anda akan menemukan situs sejarah lain. Yakni rumah pengasingan salah satu bapak proklamator kita, Mohammad Hatta bersama tokoh nasional lainnya, Sutan Sjahrir.
Mereka tinggal di rumah tersebut saat diasingkan oleh Belanda di Banda Naira selama enam tahun (1936–1942). Pada 2008, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menetapkan bangunan tersebut sebagai cagar budaya dari Provinsi Maluku. Saat ini bangunan bercat putih itu telah menjadi museum sekaligus objek wisata sejarah utama di Banda Naira.
Nah, bila tidak punya banyak waktu untuk menapaktilasi sejarah satu per satu, Anda bisa menemukan rangkumannya di Rumah Budaya Banda Naira. Tidak hanya soal Benteng Belgica ataupun rumah pengasingan duo pahlawan bangsa, di sana juga diceritakan kepedihan hidup masyarakat lantaran dijajah demi rempah pala yang sangat masyhur.
Bangunan tersebut sedianya milik pribadi Des Alwi, sejarawan terkenal yang berasal dari Banda Naira. Selain sejarawan, beliau juga orang yang diangkat sebagai anak oleh Bung Hatta selama diasingkan di sana.
Setelah puas mengitari sederet situs di Pulau Banda Naira, saatnya melanjutkan pelesiran ke pulau sekitarnya. Salah satunya yang layak dicoba adalah perjalanan mendaki Gunung Api Banda.
Dimulai dengan menyeberang dari Banda Naira ke pulau Gunung Api Banda. Menggunakan perahu, membutuhkan waktu sekira 30 menit. Untuk mencapai puncak gunung setinggi 656 meter di atas permukaan laut itu, membutuhkan waktu sekira empat jam. Dianjurkan untuk mulai “summit” pukul tujuh pagi waktu setempat. Karena statusnya gunung berapi aktif, pengunjung diminta waspada dengan gas beracun belerang.
Tidak hanya gunungnya, di sana terdapat destinasi bawah laut yang tak kalah memesona, yakni Lava Flow. Nama itu berasal dari kisah letusan Gunung Api Banda pada 1988. Lavanya mengalir hingga laut. Lambat laun, menjadi tempat hidupnya ekosistem nan eksotis di sana. Banyak yang memujinya sebagai salah satu destinasi terbaik untuk para penyelam.
Meski demikian, suasana serupa juga bisa ditemukan di beberapa pulau sekitar Banda Naira. Sebut saja Pulau Pisang alias Pulau Sjahrir. Ada pula Pulau Rozengain alias Pulau Hatta. Di sekitar dua pulau tersebut juga terdapat diving spot yang tak kalah memesona. (ndy2/k16)