Satu-satunya keinginan korban terdampak banjir di Perumahan GPA adalah tak ada lagi genangan air, sehingga mereka bisa tinggal kembali ke rumah.
M RIDHUAN, Balikpapan
[email protected]
Tiga pria berseragam UPTD Drainase dan Bozem, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Balikpapan, sedang duduk sambil memainkan ponsel dekat sebuah kotak oranye seukuran minibus. Waktu menunjukkan pukul 17.45 Wita ketika salah seorang memberikan aba-aba. “Sudah mau jam 6,” kata dia kepada dua rekannya.
Seketika, seorang mengambil ember. Lalu mengisinya dengan air melalui keran di luar salah satu rumah. Air lantas dimasukkan ke salah satu lubang di dalam kotak besi. Lalu pria lainnya menyalakan mesin. Suara gemuruh pun memenuhi lingkungan, asap tipis hitam keluar dari lubang udara di samping atas kotak oranye.
“Ini pompa portabel milik Pemkot Balikpapan. Kapasitas 800 metrik kubik per jam. Berbahan bakar solar. Pengadaan 2022 lalu. Kami (Dinas PU Balikpapan) punya tiga unit. Satu untuk keperluan mobile, satu di-standby-kan di Waduk Sepinggan, dan satunya ini. Perdana bertugas untuk menyedot air di sini,” jelas Bimo Prakas Adi, satu di antara tiga operator pompa portabel, Selasa (26/9).
Bimo menyebut, dia dan dua rekannya sejak Jumat (22/9) bertugas saban hari di lokasi genangan air di RT 52, Perumahan Griya Permata Asri (GPA), Kelurahan Gunung Bahagia, Balikpapan Selatan. Tugas mereka sebagai operator adalah membantu mengurangi hingga mengeringkan genangan air di lokasi yang muncul sejak tiga bulan lalu itu.
“Mulai Jumat kami maraton menyedot air. Dari setelah salat Jumat itu enam jam. Istirahat 30 menit dipompa lagi. Rata-rata dalam sehari bisa mengurangi ketinggian air sekitar 10–15 sentimeter,” terang Bimo.
Bimo menjelaskan, penyedotan air menggunakan pompa portabel ini merupakan solusi sementara. Akan standby di lokasi banjir selama sebulan sejak diturunkan. Air yang disedot lantas dibuang ke bozem milik Perumahan Daun Village yang jaraknya mencapai 120 meter dari lokasi genangan.
“Sejak Minggu (24/9) air sudah tidak menggenang lagi. Tapi kondisinya biar kami sedot sampai kering, enggak lama sejak pasti air menggenang lagi. Khususnya di depan rumah Bu Kamalia (salah satu korban genangan). Makanya kami pastikan sebelum kami istirahat jam 6 sore, air kami sedot sampai kering. Dan selalu standby 24 jam apalagi kalau ada hujan,” ujar Bimo.
Kaltim Post pun “mengintip” kondisi di samping rumah Kamalia. Dibatasi tembok, tampak hamparan tanah uruk sebagai proses pematangan lahan yang dulunya rawa-rawa. Lahan ini akan dibangun perumahan milik Daun Village. Kata Bimo, drainase disebutnya memang jadi solusi agar lokasi ini tidak tergenang.
“Soal drainase itu urusan dua pengembang (Perumahan GPA dan Daun Village). Sudah dimediasi Pemkot Balikpapan bagaimana kelanjutannya,” ujar Bimo.
Sore itu, tidak banyak orang yang bisa ditemui Kaltim Post di lokasi genangan air. Hanya ada tiga operator pompa, serta Kamalia dan dua anaknya. Dari 23 kepala keluarga di RT 52 dan RT 42 yang menjadi korban genangan air, banyak yang memilih mengungsi. Sementara rumah-rumah yang dilewati Kaltim Post lebih banyak tak berpenghuni. Bahkan beberapa rumah pintunya terbuka memperlihatkan kondisi di dalamnya yang masih menyisakan lumpur dan sisa genangan.
“Itu tetangga saya saja baru hari ini (Selasa, 26/9) kembali,” kata Kamalia menunjukkan sebuah rumah persis di depan rumahnya yang sempat terendam. “Tolong gambarnya yang bagus, Mas,” timpal seorang pria dari rumahnya mengetahui ada wartawan datang meliput kondisi terkini genangan air. Dari perbincangan, mereka kembali untuk membersihkan rumah setelah situasinya kering usai disedot pompa portabel.
“Kami inginnya ada ganti rugi. Tapi itu nanti dipikirkan. Saat ini yang terpenting ada kabar soal drainase,” ucap Kamalia.
Bagi korban seperti dirinya, yang menjadi keinginan terkuat adalah bisa kembali tinggal di rumah. Tanpa rasa waswas kembali terendam. Apalagi sebentar lagi memasuki musim hujan. “Enggak hujan saja itu depan rumah saya baru kering sebentar sudah menggenang lagi,” sebut Kamalia.
Dampak genangan air, kata dia, tidak hanya ke materi tapi juga gangguan kesehatan. Kamalia menuturkan, anak-anaknya sempat mengalami gatal-gatal. Sebab, air yang menggenang merupakan limbah rumah tangga. Sementara mertuanya di hari pertama muncul genangan, harus dilarikan ke rumah sakit karena sakit setelah terendam banjir.
“Kami juga khawatir kondisi bangunan rumah kami. Soalnya kayak ada pergeseran. Pintu saya saja sudah tidak bisa ditutup rapat, jadi harus diganjal gagang sapu,” sebutnya.
Janji Pemkot Balikpapan pun dinanti. Mengingat dalam pertemuan Jumat (22/9) di Kantor Wali Kota Balikpapan dengan warga korban dan mahasiswa sehari setelah demonstrasi menyebut sejumlah langkah akan dilakukan pemerintah kota.
Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud di hadapan warga korban genangan menyebut, selain solusi jangka pendek yakni penyedotan genangan menggunakan pompa portabel, Pemkot Balikpapan akan memberikan uang sewa kepada korban yang tidak memiliki tempat tinggal sementara.
“Kami akan berikan sewa rumah selama enam bulan bagi warga terdampak,” kata Rahmad di hadapan warga.
Pemkot Balikpapan minggu ini disebut akan memanggil kedua pengembang Perumahan GPA dan Daun Village untuk membuat kesepakatan pembuatan drainase sesuai dengan tuntutan. Jika kesepakatan tersebut tidak dapat dilaksanakan, pemkot akan mengambil langkah-langkah tegas kepada kedua pengembang.
Pemkot bisa saja membuatkan drainase sebagai solusi. Tidak harus menunggu dari kedua pengembang. Namun, terbentur oleh regulasi walaupun anggarannya masuk ke tanggap darurat. Itu karena status fasilitas umum (fasum) dari kedua pengembang belum diserahkan ke Pemkot Balikpapan. “Inilah yang menjadi kendala,” kata Rahmad.
"Kita sudah ada komunikasi, dia akan membuat drainase. Mudah-mudahan dengan iktikad baik kedua pengembang, warga yang terdampak tidak dirugikan," ucapnya. (dwi/k16/habis)