Muhammad Sejahtera Dwi Putra baru berlatih menembak saat kuliah dan memulainya dari nol. Sang pelatih menilai dia punya potensi berprestasi di level lebih tinggi asal terus menambah jam terbang.
DIMAS RAMADHAN WICAKSANA, Jakarta
ANAK didik yang dia tangani memulai latihan menembak benar-benar dari nol. Tapi, Masruri tahu dirinya telah menemukan intan yang tinggal perlu diasah agar berkilau.
Karena itu, ketika Muhammad Sejahtera Dwi Putra, sang anak didik, tidak rutin berlatih karena harus membagi waktu dengan jam kuliah di Universitas Negeri Jakarta, Masruri mengontaknya lewat WhatsApp. Mengajaknya kembali ke arena tembak.
”Akhirnya, belum ada setahun, ada pertandingan single event se-Asia. Lanjut lagi turnamen-turnamen lain dan mulai terlihat progresnya," ungkap mantan atlet tembak nasional itu kepada Jawa Pos yang menghubunginya pada Senin (25/9) malam.
Dan, progres yang dibangun lewat proses yang tidak sebentar itu berbuah sejarah besar. Tera, sapaan Muhammad Sejahtera Dwi Putra, menjadi petembak pertama Indonesia yang mempersembahkan emas Asian Games sejak cabang olahraga (cabor) tersebut dipertandingkan pada 1954.
Hebatnya lagi, petembak 26 tahun itu merebutnya dalam dua hari beruntun. Pertama dalam nomor 10 meter running target pada Senin. Atlet asal Kota Bekasi, Jawa Barat, tersebut berhasil mencetak skor 578 untuk 15 kali tembakan di Fuyang Yinhu Sports Centre, Hangzhou, Tiongkok.
Itu medali emas pertama Indonesia di Asian Games kali ini. Tera lalu melanjutkan kesuksesannya dengan menyabet emas kedua dalam nomor 10 meter running target mixed run.
Di nomor itu Tera meraih skor tertinggi dengan 378 poin dari 11 peluru. Selain dua emas di kategori perorangan, Tera tercatat juga meraih dua perunggu kategori beregu. Masing-masing pada nomor 10 meter running target dan 10 m running target mixed run. Dua medali tersebut didapat bersama dengan sang adik Muhammad Badri Akbar dan rekannya, Irfandi Julio.
”Alhamdulillah, hasil ini sesuai dengan latihan yang saya jalani selama ini. Saya selalu berusaha melakukan yang terbaik buat Merah Putih. Perasaan saya sekarang susah untuk diungkapkan,” kata Tera seusai perlombaan dalam pernyataan tertulis yang diterima Jawa Pos.
Selain untuk Indonesia, Tera tak lupa mempersembahkan dua emasnya untuk orang tua. Dia sadar bahwa dirinya tak bisa ada di titik ini tanpa dukungan keluarga. Kunci keberhasilan lainnya? ”Saya punya Tuhan, jadi saya yakin saya bisa menang. Tuhan yang membuat saya lebih yakin kalau saya pasti bisa untuk menang,” tegasnya.
Tera memulai petualangan di menembak saat masuk UNJ pada 2014. Dia tertarik membaca sebuah pamflet milik Masruri di kampus. Dari sana dia mulai belajar menembak. ”Saya melatih Tera dari 2014 itu dari nol. Benar-benar tidak bisa sama sekali," kata Masruri yang turut mendampingi sebagai pelatih Tera di Asian Games 2022 ini.
Tera, di mata sang pelatih, adalah atlet yang tidak pernah bertingkah. Sarjana ilmu keolahragaan itu sangat patuh kepada dirinya. ”Apa yang saya kasih tahu, dia jalankan. Mau dikritik, mau dikasih tahu, tidak pernah marah. Cuek, kemauannya besar," ungkap Masruri.
Selain itu, Masruri menilai Tera sebagai sosok yang paham dengan dirinya sendiri. Anak kedua dari empat bersaudara pasangan suami istri Andrizal dan Bethmiyati tersebut memahami dengan baik apa yang dia butuhkan. ”Saat dia harus latihan banyak, dia latihan banyak. Kalau badan lagi capek, pengin latihan sedikit, dia pasti komunikasi dengan saya," terangnya.
Setelah kegemilangan di Asian Games, Masruri tak merasa ini puncak karier sang anak didik. Anak didiknya tersebut dia yakini masih berpotensi merebut prestasi sampai ke level dunia.
Hanya, Tera mesti menambah jam terbang dengan banyak mengikuti kompetisi internasional. Kompetisi nomor 10 m running target sendiri disebut Masruri kebanyakan ada di Eropa. ”Makin sering ketemu petembak bagus Eropa, akan terbentuk mental dan aura bertanding Tera. Skornya juga bisa naik pelan-pelan. Sambil mencuri ilmu dari petembak-petembak top Eropa," jelasnya. (*/c9/ttg)