Tidak ada anak yang terlahir sebagai perundung. Sebaliknya, bullying adalah hasil pembentukan lingkungan yang sering kali tidak disengaja. Beri arahan ketika melihat tanda perilaku pem-bully pada anak. Lakukan upaya preventif dengan berbagai pihak.
---
BANYAK faktor yang bisa membuat anak tumbuh menjadi seorang perundung. Mulai pola pengasuhan, lingkungan pertemanan, tontonan, pengalaman masa lalu, hingga karakter atau temperamen tertentu yang diturunkan sejak lahir. Namun, tidak semua orang dengan temperamen tersebut pasti pem-bully.
”Yang paling berperan itu pola pengasuhan. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang penuh ancaman dan kekerasan, kurang empati, kehangatan, serta komunikasi yang sehat berpotensi jadi pem-bully,” ungkap Ariestya Magdalena N. SPsi MPsi Psikolog FPCM.
Bukan hanya perlakuan ortu ke anak. Cara ortu memperlakukan orang lain di hadapan anak juga berperan dalam mencetak calon pem-bully. Sebab, anak adalah peniru ulung yang merekam dan meniru apa yang dialami atau dilihatnya.
”Ortu yang semena-mena dan tidak mampu mengendalikan emosi akan ditiru dan terinternalisasi pada diri anak sebagai cara berelasi sosial,” ujar psikolog anak dan keluarga di JOEY Indonesia tersebut.
Ariestya menjelaskan, ada beberapa tanda yang menjurus pada perilaku pem-bully yang bisa ortu cermati. Di antaranya, perihal kecerdasan emosi dan kemampuan pengendalian diri. Khususnya dalam menyelesaikan masalah. Ketika emosi yang anak rasakan tidak sesuai dengan peristiwa yang dialami, hal tersebut perlu menjadi perhatian.
”Misalkan, si kakak mendorong adiknya sampai terjatuh dan menangis. Seharusnya dia merasa terkejut dan kasihan, tapi justru tertawa dan merasa lucu tanpa ada upaya menolong,” katanya.
Kecenderungan lainnya ditandai dengan perilaku impulsif yang disertai agresivitas. Namun, pada usia dan kondisi tertentu, hal itu masih bisa tergolong wajar muncul.
Atau, justru menjadi penanda masalah psikologis lain. Jadi, belum tentu mengarah pada perilaku pem-bully. ”Yang perlu diperhatikan, anak mampu berempati atau merasa kasihan kepada makhluk hidup lain, entah orang atau binatang,” ujar Ariestya.
Anak dengan kecenderungan perilaku mem-bully akan sulit berempati. Dia justru merasa puas ketika orang lain tertekan, menangis, atau kesakitan.
”Perhatikan pula apakah anak cenderung merasa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan perilaku kasar seperti memukul, menendang, membentak, mengancam, serta mudah melawan otoritas (ortu, guru, kakak),” tuturnya.
Meski demikian, perlu dibedakan kecenderungan melakukan perilaku pem-bully dan karakteristik anak sesuai dengan tahapan usianya. Ketika tidak mendapat pengarahan yang tepat saat melakukan perilaku-perilaku tersebut, anak berpotensi mengulang perilakunya dan menjadi pem-bully.
Saat hal itu terjadi dan ortu mendapat laporan anak melakukan bully, tahan diri agar tidak langsung memarahi.
”Pada anak pelaku bullying, ortu memang perlu tegas, tapi tidak menjadikannya pelampiasan emosi atau kekecewaan kita sebagai ortu. Ingat, itu bukan 100 persen kesalahan anak. Ada sedikit banyak peran kita sehingga anak berperilaku demikian,” tegasnya.
Ortu bisa lebih dulu menanyakan detail peristiwa kepada pihak sekolah. Lalu, ajak anak ngobrol berdua untuk mengetahui alasannya dan mendiskusikan perasaannya setelah melakukan perilaku tersebut.
Diskusikan pula konsekuensi perbuatannya dan ajak anak berempati dengan membayangkan jika dirinya yang mendapat perilaku demikian. Nanti akan muncul kesadaran bahwa perilaku anak salah dan dia perlu meminta maaf serta bertanggung jawab.
”Jika bully teman dengan membuang mainannya ke tempat sampah dan rusak, anak perlu belajar menggunakan uangnya untuk membeli mainan baru untuk menggantikan ke temannya tersebut,” tandasnya. (lai/c14/nor)
UPAYA PREVENTIF CEGAH ANAK ”TERBIASA” MEM-BULLY
•Jalin kedekatan secara emosi dengan anak
•Sediakan waktu berkualitas dengan anak dan keluarga
•Cek kembali pola asuh yang sehat
•Latih anak mengenal perasaannya dan perasaan orang lain, latih empatinya kepada orang, serta kembangkan kecerdasan emosi anak
•Kenalkan anak pada perilaku baik dan buruk/menyakiti (melabeli perilaku, bukan melabeli diri atau persona anak secara negatif)
•Ajarkan anak mengenai konsekuensi
•Bangun kepercayaan diri anak dengan memberikan apresiasi
Ciri Perilaku yang Berpotensi Jadi Pem-Bully
•Impulsif disertai agresivitas (menyakiti orang lain)
•Tidak mampu atau sulit berempati maupun merasa kasihan kepada orang lain
•Merasa puas saat orang lain tertekan, menangis, dan kesakitan
•Mudah marah atau bersumbu pendek, semena-mena, manipulatif, dan ada kecenderungan mudah menyakiti orang, baik secara fisik maupun verbal
•Kemampuan pengendalian dirinya buruk, terutama dalam penyelesaian masalah(*)