TAK hanya wilayah Jabodetabek, 10 provinsi, termasuk Kaltim, masuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Minggu (10/9) pukul 06.00 WIB. Hal tersebut dipaparkan Ombudsman RI dalam rapid assessment yang diterima Kaltim Post (22/9).
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto mengatakan, 10 provinsi dengan kualitas udara terburuk itu adalah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Banten, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. "Data itu menunjukkan bahwa permasalahan polusi udara bukan hanya permasalahan di Jabodetabek. Karena beberapa penyebab termasuk karena kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan kualitas udara memburuk. Oleh karena itu, perlu penanganan yang komprehensif terkait permasalahan polusi udara dengan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya pada setiap wilayah," ujar Hery Susanto.
Ia menjelaskan, dengan mengetahui penyebab polusi udara tersebut, diharapkan ada solusi yang tepat dan berkelanjutan. Termasuk penegakan hukumnya. Pada prinsipnya, sambung dia, mendapatkan udara yang bersih adalah hak seluruh masyarakat Indonesia, sehingga pemerintah dan semua pihak perlu mengupayakan perbaikan kualitas udara dan meminimalisasi polusi udara. Menurutnya, penanganan polusi yang tepat dan efektif akan mendukung pelayanan publik di berbagai sektor.
"Jangan sampai permasalahan ini berulang dan dibiarkan, sehingga memiliki efek jangka panjang bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan sehingga mengganggu seluruh pelayanan publik," tegasnya. Terkait dengan polusi udara di wilayah Indonesia, khususnya Jabodetabek, Ombudsman ingin memastikan bahwa pemerintah dan unsur-unsur terkait mengambil aksi dan langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Di antaranya, melakukan upaya mitigasi dan penegakan hukum agar dampak polusi udara tidak berkepanjangan. Hery menerangkan, Ombudsman RI melalui Keasistenan Utama V telah melakukan tinjauan lapangan ke beberapa lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Yaitu PLTU Suralaya, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Marunda-Cilincing, PLTU Cikarang Babelan, dan stockpile batu bara di KBN Tanjung Priok.
Langkah ini merupakan bagian dari metode kajian cepat Ombudsman RI.
Pada kunjungan Ombudsman RI ke lokasi PT KBN dan PT KCN Marunda, 30 Agustus lalu, Hery memastikan tidak ada operasional aktivitas batu bara kedua perusahaan tersebut. "Kami mendapat informasi bahwa kedua PT tersebut dihentikan operasionalnya sebab belum memenuhi dokumen lingkungan atau amdal. Selain itu, terdapat keluhan warga akibat pencemaran polusi udara di area stockpile batu bara kedua PT tersebut," jelas Hery.
Pihaknya mengapresiasi langkah KLHK yang sudah menertibkan kedua perusahaan tersebut. Sementara pada kunjungan ke pembangkit listrik, Hery menegaskan, selain harus menggunakan teknologi ramah lingkungan, Ombudsman meminta pemerintah melakukan pengawasan kontinu di seluruh pembangkit listrik. Ombudsman RI pun menyampaikan saran perbaikan dalam mengatasi polusi. Di hulu, pemerintah perlu melakukan penanganan alih teknologi ramah lingkungan dengan secara bertahap meninggalkan penerapan PLTU batu bara ke energi baru terbarukan.
Lalu, implementasi jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang dengan menghijaukan kembali areal pascatambang, serta memperluas ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan.
"Di lini tengah, pemerintah perlu terus melakukan uji emisi kendaraan, mengurangi BBM fosil termasuk pertalite yang rendah oktan dan polutif. Salah satunya implementasi transportasi massal dengan memperluas ekosistem electrifying vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Penerapan EV masih lambat dan belum masif termasuk kendaraan dinas dan operasional instansi pemerintah pusat dan daerah melalui kendaraan listrik. Sayangnya, di lini hilir, belum ada solusi untuk pengolahan limbah baterai dari kendaraan listrik," pungkas Hery. (riz2/k16)