Imbas terhentinya ribu permohonan surat keterangan dan pendaftaran tanah, Ombudsman mendesak Kementerian ATR/BPN mencabut surat edaran pembatasan penerbitan dan pengalihan hak atas tanah di wilayah IKN.
BALIKPAPAN–Tindak lanjut hasil investigasi malaadministrasi layanan pertanahan di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) terus dikawal Ombudsman RI. Setelah memantau sejauh mana tindakan korektif yang direkomendasikan kepada pemerintah daerah, hal serupa dilakukan Ombudsman RI terhadap Otorita IKN.
Otorita IKN ikut terseret kasus malaadministrasi karena terhentinya layanan pertanahan di kawasan ibu kota negara baru. Disebabkan adanya ketidaksesuaian implementasi dan tumpang tindih regulasi. Untuk diketahui, lebih 3 ribu permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah terhenti di Kukar dan Penajam Paser Utara (PPU). Imbas dari Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN bernomor SE-400.HR.02/II/2022.
Kebijakan itu mengatur pembatasan penerbitan dan pengalihan hak atas tanah di wilayah IKN. Masalah itu kemudian diselidiki Ombudsman RI hingga akhirnya memutuskan adanya malaadministrasi layanan pertanahan di dalam dan luar daerah delineasi IKN. Di PPU, malaadministrasi terjadi di seluruh desa di Kecamatan Sepaku.
Sementara di Kukar, ditemukan di Kecamatan Sangasanga, Kecamatan Muara Jawa, Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan Samboja.
Kembali ke pemantauan yang dilakukan Ombudsman RI kepada Otorita IKN kemarin. Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih yang memimpin langsung pemantauan kemarin mengungkapkan, pihaknya ingin mengetahui bagaimana tindak lanjut yang sudah dilakukan atas temuan penghentian layanan pertanahan di wilayah IKN.
“Kami ingin mendengar dan mem-follow-up tindakan korektif yang sudah disampaikan oleh Ombudsman RI. Beberapa langkah yang sedang diambil. Termasuk beberapa perubahan regulasi ke depan. Saya kira ini sudah memberi perspektif bahwa tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI mendapat respons positif. Ketika kemudian hari tidak merugikan masyarakat,” katanya kepada Kaltim Postusai mengunjungi Kantor Otorita IKN di Kompleks Pantai Mentari Compound (PMC), Balikpapan Timur, Rabu (20/9).
Kunjungan tersebut diiterima Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Asnawati Safitri. Najih melanjutkan, dari informasi yang diterima Ombudsman RI, Otorita IKN belum mendapatkan kewenangan sebagai penyelenggara pemerintahan. Yaitu pemerintahan daerah khusus (pemdasus). Maka Otorita IKN belum bisa melayani masyarakat secara langsung.
Karena itu, Otorita IKN diharapkan dapat merespons, terutama dalam penyusunan regulasi ke depannya agar mengantisipasi masalah yang terjadi.
“Ini yang mereka harapkan dan mereka sangat responsif. Dan juga mau memberikan informasi kepada kami, tentang beberapa langkah yang direncanakan. Termasuk penyusunan regulasi oleh Otorita IKN. Untuk memperbaiki kekurangan yang selama ini terjadi,” ucapnya. Kegiatan monitoring laporan hasil pemeriksaan ini, disebut Najih baru dilakukan di tingkat pemerintah daerah.
Yakni Pemprov Kaltim, Pemkab PPU, dan Pemkab Kukar. Sementara untuk pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), masih belum dilaksanakan. Inti dari tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan tersebut adalah di pemerintah pusat. Yakni, pencabutan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 tentang Pembatasan Penerbitan dan Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara.
Dalam edaran tersebut, disebutkan ruang lingkup yang dibatasi ialah penerbitan hak atas tanah, perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk mengalihkan hak atas tanah, penerbitan surat keterangan yang dimaksudkan sebagai keterangan atas penguasaan dan pemilikan tanah. Kebijakan penghentian layanan pertanahan tersebut dinilai merugikan masyarakat. Terutama yang berada di luar delineasi IKN. Di mana pengakuan hak atas tanah itu penting untuk ke depannya bagi masyarakat.
“Kami masih menunggu respons dari kementerian ATR/BPN. Karena yang mengeluarkan edaran kan mereka. Kami melakukan monitoring di pemerintah daerah dulu, agar ada dorongan lebih kuat. Melalui pemerintah provinsi, termasuk Otorita IKN, kami minta untuk dapat mendorong. Supaya kelemahan yang dialami oleh para pelaku di lapangan baik Otorita IKN maupun kantah (kantor pertanahan) ini bisa segera diperbaiki. Jadi kita harapkan surat edaran itu dibatalkan atau dicabut, kemudian dilahirkan regulasi yang lebih antisipatif dan bisa melayani masyarakat,” harapnya.
Najih menambahkan, ada waktu selama 30 hari yang diberikan sejak laporan hasil pemeriksaan diberikan secara tertulis kepada pihak terkait. Mulai dari Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN Kaltim, Kantah PPU dan Kantah Kukar, Otorita IKN, Pemprov Kaltim, Pemkab PPU, dan Pemkab Kukar. “Kami memberikan waktu 30 hari sejak tindakan korektif itu. Saya lupa tanggap pastinya, tapi Oktober pertengahan adalah tenggat waktunya. Sekarang masih tahap monitoring dan resolusi. Jika ada langkah berikutnya yang dinamakan tahapan resolusi,” jelas dia.
Menanggapi hal tersebut, Myrna Asnawati Safitri menyampaikan, temuan Ombudsman RI menjadi early warning bagi Otorita IKN untuk menanggulangi berbagai masalah ke depannya. Meskipun demikian, diperlukan waktu menyelesaikan hasil temuan karena adanya berbagai pihak yang berkaitan di dalamnya. “Soal pertanahan di IKN, terdapat masalah kompleks yang sedang didalami dan dicari solusinya, misalnya saja soal tumpang tindih pengakuan atas hak milik tanah IKN yang datang dari berbagai pihak. Dan saya ini, kami sedang mendalami hal tersebut. Di mana perlu ada negosiasi dengan seluruh pihak yang berkepentingan," pungkasnya. (riz/k8)
RIKIP AGUSTANI
[email protected]