Proyek yang dipegang BUMN diberikan dalam jumlah besar. Tidak dipecah-pecah agar bisa dinikmati pelaku usaha lokal.
============================
SAMARINDA–Kinerja lapangan usaha konstruksi Kaltim triwulan II 2023 tumbuh menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan kinerja lapangan usaha konstruksi tumbuh menguat sebesar 22,12 persen (yoy), melanjutkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang tumbuh kuat sebesar 17,36 persen (yoy). Sayangnya, bisnis konstruksi masih didominasi proyek besar, sehingga kebanyakan dipegang BUMN dan tak berdampak signifikan pada kontaktor lokal.
Peningkatan kinerja konstruksi tersebut terkonfirmasi dari kenaikan penjualan semen di Kaltim. Penjualan semen di Kaltim tercatat tumbuh sebesar 42,93 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 22,25 persen (yoy).
Kinerja lapangan usaha konstruksi yang masih solid didorong oleh pembangunan berbagai proyek strategis yang terus berlanjut seperti Refinery Development Master Project (RDMP) RU V Balikpapan, Bendungan Sepaku Semoi, dan berbagai preservasi dan pembangunan infrastruktur jalan. Tidak hanya itu, upaya penyiapan infrastruktur di wilayah Ibu kota Nusantara (IKN) berkontribusi meningkatkan kinerja lapangan konstruksi.
Ketua Umum Forum Jasa Konstruksi Kaltim Samsul Tribuana mengatakan, kinerja konstruksi secara data memang mungkin tumbuh. Namun memang pertumbuhan tersebut datang dari pembangunan proyek-proyek besar yang dipegang oleh BUMN.
“Sedangkan proyek yang didominasi pelaku usaha lokal masih sangat lesu. Sehingga pertumbuhan sektor konstruksi tidak berdampak dengan masyarakat Kaltim. Karena pembangunan konstruksi yang dilakukan datang dari BUMN,” ungkapnya, Jumat (15/9).
Dia menjelaskan, bisa dilihat dari keanggotaan kontraktor lokal terus menurun. Saat ini anggota yang tadinya kurang lebih 30 ribu, sekarang hanya 3 ribu se-Indonesia. Hal itu tidak lepas dari lesunya proyek-proyek. Sekitar 90 persen kontraktor swasta sudah berkurang. Kalaupun masih ada yang mengurus sertifikat badan usaha (SBU) dari semuanya hanya 10 persen yang mendapat proyek. Sisanya tidak kebagian. Apalagi persyaratannya semakin sulit.
Selain persyaratannya yang sulit, harganya sangat mahal. Sehingga banyak kontraktor yang enggan mengurus SBU. Untuk diketahui, SBU merupakan suatu dokumen sertifikat untuk menunjukkan bahwa sebuah perusahaan konstruksi legal dan layak dalam menjalankan usahanya.
“Selain pengurusan SBU yang sulit, proyek juga masih lesu. Semuanya banyak dikuasai BUMN. Sehingga pelaku usaha khawatir, sudah mengurus SBU mahal lalu tidak ada proyek,” ungkapnya.
Saat ini dominasi proyek di daerah yang dipegang BUMN, karena memang proyeknya diberikan dengan jumlah besar. Tidak dipecah-pecah agar bisa dinikmati pelaku usaha lokal. Padahal jika proyeknya dipegang BUMN semua, maka tidak akan bisa dirasakan masyarakat di daerah. BUMN akan membeli bahan material langsung ke pabrikan. Sedangkan pengusaha lokal akan membeli di daerah, sehingga perputaran uang di daerah bisa dirasakan masyarakat.
“Benar saja bisnis konstruksi tumbuh, tapi yang berasal dari proyek besar yang dipegang BUMN. Berbeda dengan proyek-proyek pelaku usaha lokal masih lesu,” pungkasnya. (dwi/k8)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda