Memediasi konflik antarwarga di Afrika Tengah dan kesempatan dadakan berdialog dengan presiden Turki di antara’’oleh-oleh” Briptu Tiara setelah kembali ke tanah air. Polwan Polda Jatim itu terpilih menyampaikan pidato saat wisuda setelah menyisihkan usulan pidato para wisudawan terbaik lainnya.
HASTI EDI SUDRAJAT, Surabaya
TIARA Nissa Zulbida sempat kehilangan kata-kata di hadapan Recep Tayyip Erdogan. Sebab, sesuai protokoler, dia seharusnya hanya memperkenalkan diri dan bersalaman. Tapi, presiden Turki itu justru mengajaknya berdialog.
’’Sampaikan salam dari saya untuk Presiden (Joko) Widodo (Jokowi),” kata Tiara menirukan ucapan Erdogan dalam wisuda Akademi Kepolisian Nasional Turki pada 26 Juli lalu di Ankara.
Erdogan mengaku cukup akrab dengan presiden ke-7 Indonesia itu. Dia juga menanyakan kapan perempuan berzodiak Aries tersebut pulang ke kampung halaman.
Menurut Tiara, dialog itu di luar rencana protokol presiden. Erdogan pun tidak menggunakan bahasa Turki formal. ’’Bahasa slang. Umumnya dipakai komunikasi dengan orang yang sudah dikenal dekat,” jelas Tiara kepada Jawa Pos yang menemuinya di Mapolda Jatim pada Rabu (6/9) pekan lalu.
Alumnus SMAN 1 Pasuruan itu pun hanya menjawab siap, lantas tersenyum. ’’Dalam hati saya mbatin bagaimana cara menyampaikan salam beliau, kan saya bukan siapa-siapa,” kelakarnya.
Tiara merupakan satu di antara 87 peserta wisuda dari 16 negara pada acara itu dan merupakan wisudawan terbaik keempat. Dia ditunjuk mewakili teman-temannya untuk berpidato dalam acara tersebut.
’’Lima lulusan terbaik diminta membuat pidato. Akademi memilih pidato terbaik yang akan dibacakan pada acara wisuda,” tuturnya.
Pidato Tiara yang akhirnya dipilih. Dalam pidatonya, dia menjelaskan meski berasal dari belasan negara yang berbeda, semua punya tujuan yang sama ketika datang ke akademi: menambah pengetahuan. Ilmu yang didapat selama melakoni dua tahun masa pendidikan diyakini akan berkontribusi dalam menjalankan tugas kepolisian di negara masing-masing.
Tiara tidak pernah bermimpi bakal berkesempatan menuntut ilmu di negeri orang, terlebih dalam kapasitas sebagai polwan. Sebab, perempuan kelahiran 10 April itu bahkan tidak bercita-cita menjadi polisi.
Tiara memilih bekerja di bank di Pasuruan setelah lulus SMA pada 2011. Berselang setahun, dia memutuskan berkuliah sebagai mahasiswa jurusan ekonomi untuk menunjang pekerjaan.
’’Kuliah di Pasuruan juga,” ungkapnya.
Jalan hidup putri pasangan Akhmad Ariefin dan Etik Ismiati itu berubah tiga tahun berselang. Semua berawal dari ujaran sang ibu di rumah. ’’Nduk, gak kepingin daftar polwan ta?” kata Etik saat itu.
Etik melontarkannya setelah melihat iklan di televisi. Tiara sadar ucapan tersebut bukan sekadar tawaran. Sebab, sang ibu dulu memang bercita-cita menjadi polwan, tapi tidak kesampaian.
Tiara tidak mengiyakan, tapi juga tidak menolak. Hingga suatu hari Etik menyodorkan dokumen pendaftaran polisi untuk ditandatangani.
Karena merasa jalan itu sebagai salah satu upaya membanggakan orang tua, Tiara pun menandatanganinya. ’’Di keluarga kami, sebelumnya belum ada yang menjadi polisi,” sambungnya.
Tiara pun lolos seleksi. Penempatan pertamanya di Sabhara Polda Jatim. Di sela-sela bertugas dia tetap melanjutkan kuliah. Dua tahun kemudian, Tiara dimutasi ke direktorat lalu lintas.
Pertengahan 2018, Tiara melihat kesempatan bertugas sebagai pasukan PBB dari polisi. Dia tertarik untuk mendaftar meski tahu pasukan itu akan ditempatkan di negara konflik. Ayah dan ibunya sempat khawatir. Namun, Tiara bisa meyakinkan mereka.
Dari ratusan polwan yang mendaftar, yang dibutuhkan hanya 14 orang. Tiara menjadi salah satu yang terpilih. Dia dan teman-temannya pun ditugaskan ke Republik Afrika Tengah.
Masa tugas di negara bekas koloni Prancis itu seharusnya hanya satu tahun. Namun, Tiara dan yang lain tidak bisa pulang tepat waktu karena pandemi. Mereka pun harus menunggu sampai satu tahun lagi.
Di negara beribu kota Bangui tersebut, impiannya belajar budaya dari negara lain didapat. Tiara juga jadi punya pengalaman di medan konflik. ’’Di sana perangnya antarwarga sipil. Sempat kaget, tetapi lama-lama biasa karena sebelum berangkat ada pendidikan,” paparnya.
Pengalaman yang paling berkesan bagi Tiara adalah memediasi kelompok warga yang berseteru. Tiara menyebut timnya datang ke lokasi ketika terjadi baku tembak.
Beruntung, warga negeri yang merdeka pada 1960 itu menganggap petugas dari Indonesia bukan sebagai ancaman. ’’Bangsa kita dikenal ramah. Mereka menilainya sebagai teman,” ujarnya.
Pengalaman di Afrika Tengah membuatnya tertarik untuk terus belajar. Pada awal 2020, Tiara mendaftar beasiswa khusus polisi di salah satu universitas di Ankara, Turki.
’’Ternyata kampusnya itu Akpol di sana,” ucapnya.
Tiara terpilih sebagai satu di antara 87 peserta dari 16 negara. Dia berangkat bersama dua polisi asal Indonesia lain yang juga lolos: Ipda Regina Setiawan (Polda Kepulauan Riau) dan Bripka Hilman Lasmana (Polda Jabar).
Pendidikan selama dua tahun itu akhirnya membuahkan hasil jadi lulusan terbaik keempat. Dan, kejutan bisa berdialog dengan Erdogan saat wisuda. Plus dititipi pesan ke Presiden Jokowi pula! (*/c7/ttg)