Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggelar Zoom Meeting untuk memublikasikan data intervensi spesifik dan sensitif bidang kesehatan Triwulan II 2023. Acara diikuti Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota seluruh Indonesia, Rabu (6/9).
SAMARINDA - Pertemuan itu dipimpin Direktur Jenderal (Dirjen) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Maria Endang Sumiwi. Ia memaparkan data intervensi spesifik dan sensitif bidang kesehatan Triwulan II 2023.
“Angka stunting SSGI turun dari 24.4% di 2021 menjadi 21.6% di 2022. Akhir tahun ini diharapkan turun lagi menjadi 17,8 persen. Kemudian 2024 nanti angkanya ditargetkan menjadi 14 persen. Dibandingkan 2013, angkanya sudah jauh menurun, kala itu angkanya 37,2 persen,” ujarnya.
Tentang capaian nasional 11 program intervensi spesifik percepatan penurunan tengkes (stunting) di Triwulan II 2023, dia menyebut, program dibagi tiga kategori. Yakni intervensi untuk remaja putri dan ibu hamil (sebelum melahirkan), intervensi untuk balita (setelah kelahiran), serta intervensi lintas siklus hidup.
Skrining anemia remaja putri masih 24,6 persen, belum mencapai target 70 persen. Kedua, kata Maria, konsumsi tablet penambah darah bagi remaja putri masih 37,5 persen, ditargetkan akhir 2023 bisa mencapai 50 persen.
Ketiga, ibu hamil yang menjalani pemeriksaan kehamilan (ante-natal care/ANC) sebanyak minimal enam kali naik menjadi 68 persen, serta keempat, konsumsi tablet penambah darah pada ibu hamil menjadi 77,9 persen dengan target 2023 dengan target 2023 masing-masing pada 80 persen.
Kemudian kelima, ibu hamil KEK (kurang energi kronik) yang mendapat tambahan asupan gizi sebanyak 80,2 persen. Untuk program kesembilan, terdapat 65,5 persen balita dengan gizi kurang yang mendapatkan tambahan asupan gizi dengan target 2023 pada 85 persen.
Kesepuluh, imunisasi dasar lengkap pada balita yang mencapai angka 74,8 persen dengan target 2023 pada 90 persen. Sedangkan kategori ketiga, yakni memastikan desa terbebas dari buang air besar di sembarang tempat yang mencapai angka 59,7 persen dengan target 2023 pada 70 persen.
"Secara keseluruhan belum mencapai target. Namun ada grafik kenaikan dari triwulan sebelumnya," kata dia.
Program kesebelas, kata Maria, merupakan upaya pemerintah dalam mengentaskan tengkes dari hulu, sehingga tidak terjadi lonjakan tambahan tengkes di kelompok usia balita.
Dia juga meminta, jangan sampai anak itu mengalami tengkes. Itulah kenapa penting kita tidak hanya mencari anak yang mengalami tengkes, tapi kita juga cari anak yang berpotensi tengkes, jangan sampai dia tengkes.
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, kata Maria, melaporkan sekitar 560 ribu kasus tengkes baru pada usia nol hingga satu tahun dan sekitar 450 ribu kasus tengkes baru pada usia satu hingga dua tahun, yang apabila digabung menjadi sekitar satu juta kasus tengkes baru.
Tengkes, lanjut dia, dapat menghambat perkembangan otak pada balita sejak dalam kandungan, kemudian mencapai 25 persen saat baru dilahirkan, lalu mencapai 70 persen pada usia satu sampai tiga tahun, serta mencapai 92 persen pada usia tiga hingga lima tahun.
Menurut dia, pengentasan tengkes tidak akan efektif jika hanya menyasar pada anak tengkes. Balita yang berada dalam kategori waisting atau berat badan kurang perlu diperhatikan. Pertumbuhan otaknya tidak dapat tumbuh dengan maksimal jika penanganan hanya dilakukan ketika balita telah dinyatakan tengkes. Mungkin pertumbuhan tinggi dan berat badan bisa mengejar, tapi tidak dengan otaknya.
“Kemenkes memiliki program khusus intervensi spesifik percepatan penurunan stunting, yang terbagi ke dalam tiga kategori. Yakni intervensi untuk remaja putri dan ibu hamil, intervensi untuk balita, serta intervensi lintas siklus hidup,” ujarnya. (adv/waz/kri/k16)