Dyah Ayu Ardhana Reswari diterima Fakultas Kedokteran UI di usia yang baru 15 tahun, sedangkan Alvin Hongara menjadi mahasiswa Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan Unair dalam umur setahun lebih tua. Ardha tertarik menjadi dokter karena melihat masih minimnya edukasi kesehatan, sedangkan Alvin tertantang dengan robotika.
LAILATUL FITRIANI, Surabaya
DYAH Ayu Ardhana Reswari sudah menyiapkan diri belajar untuk ujian mandiri. Dia tak cukup percaya diri dengan hasil tesnya di seleksi nasional berdasarkan tes (SNBT).
Maklum, jurusan dan universitas yang dia pilih termasuk sangat ketat: kedokteran Universitas Indonesia (UI). Apalagi, dia juga sempat gagal lolos lewat jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP).
’’Saya kira tidak akan lolos atau lolosnya di pilihan kedua. Kaget banget ternyata lolos, senang dan bersyukur juga pasti,’’ ungkap Ardha.
Tak hanya berhasil menaklukkan FKUI, alumnus SMAN 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor, itu juga menjadi mahasiswa termuda. Ardha mampu menyandang status sebagai mahasiswa di usianya yang baru 15 tahun.
’’Saya memang ikut program akselerasi saat SMP, hanya dua tahun. Kalau SMA tetap tiga tahun,’’ tuturnya pada Senin (28/8) pekan lalu saat dihubungi Jawa Pos dari Surabaya via telepon seluler.
Sebelum menjalani program percepatan, Ardha menjadi pelajar termuda di angkatannya. Gadis asal Bogor itu masuk sekolah dasar lebih awal, di usia 4 tahun 10 bulan.
Meski selalu menjadi yang termuda di kelasnya, Ardha tidak menemui hambatan berarti dalam beradaptasi. Karena sejak SD berada di lingkungan yang secara usia lebih tua, dia jadi terbiasa. Pembelajaran yang dipercepat mampu dia ikuti dengan baik.
Dia juga aktif, baik secara akademik maupun nonakademik. Mulai aktif di organisasi majelis perwakilan kelas, mengikuti berbagai kompetisi, hingga kegiatan ekstrakurikuler.
Ada ekskul band, kerohanian Islam, serta Japanese club dan English club. Ardha juga berhasil menjaga kestabilan nilainya sejak di kelas X. Namun, ternyata itu semua belum cukup untuk meloloskannya di SNBP FK Universitas Padjadjaran dan FK Universitas Diponegoro di pilihan kedua.
’’Saya langsung lanjut les intensif. Dokter sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil,’’ lanjut Ardha.
Ketertarikannya pada kedokteran muncul dari pengalaman semasa kecil. Saat dia jatuh sakit dan ditangani dokter. Begitu duduk di bangku SD, sang guru juga bercerita tentang STOVIA yang merupakan cikal bakal FKUI dan melahirkan sejumlah tokoh pergerakan nasional.
Ardha pun mulai menggali informasi seputar FK. Di sisi lain, dia melihat lingkungan sekitar yang terkena penyakit karena kurangnya edukasi kesehatan.
’’Dengan menjadi dokter, saya bisa berkontribusi mengedukasi masyarakat,’’ katanya.
Sempat dibilang tidak realistis dan terlalu idealis karena impiannya masuk FK, Ardha membuktikan tidak ada yang mustahil jika berusaha. Dia membocorkan tips lolos SNBT FK.
’’Kuasai terlebih dulu konsep dasar, baru sering-sering latihan soal, ikut tryout biar nggak kaget pas hari H. Dan, imbangi dengan jalur langit, doa dan ibadah,’’ tuturnya.
Capaiannya itu juga tidak terlepas dari peran kedua orang tuanya yang selalu mendukung apa pun pilihan Ardha. Dukungan yang sama datang dari orang tua (ortu) Alvin Hongara, salah seorang mahasiswa termuda Universitas Airlangga (Unair). Meski, ibu dan bapaknya tidak begitu familier dengan jurusan teknik robotika dan kecerdasan buatan yang dia pilih.
’’Ortu memberi saya kebebasan untuk memilih jurusan. Mereka bahkan mengharuskan saya merantau,’’ ujar mahasiswa berusia 16 tahun kelahiran Ambon, Maluku, itu.
Alvin juga sama sekali tidak memiliki latar pengetahuan tentang robotik sebelumnya. Ketertarikannya muncul ketika berselancar di media sosial dan menemukan konten berisi jurusan-jurusan langka di Indonesia. Dia merasa tertantang.
’’Jurusan ini (teknik robotika) hanya satu-satunya di PTN (perguruan tinggi negeri) Indonesia sehingga menurut saya akan cukup menantang,’’ ungkap alumnus SMAN 5 Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu.
Pilihan keduanya pun tak jauh dari jurusan langka. Yakni, rekayasa nanoteknologi yang hanya ada di Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair. Alvin bahkan hanya memilih Unair saat SNBT. Cukup berisiko, tapi ternyata dia berhasil menebus kekecewaannya gagal di SNBP.
Dia masih ingat betul pada 20 Juni 2023, tepat di hari pengumuman SNBT, dia pergi keluar bersama teman-temannya. Sepulangnya, salah seorang teman mengusulkan untuk langsung membuka pengumuman SNBT.
’’Sepanjang perjalanan pulang, saya gugup. Saat melihat bahwa saya lolos, saya dan teman-teman langsung teriak karena kegirangan sampai orang-orang di sekitar kami kaget,’’ kenangnya.
Alvin mengaku cukup kesusahan beradaptasi dengan kecepatan belajar selama menjalani program akselerasi di SMA. Dia pun berusaha menggenjot nilainya, terutama mata pelajaran fisika dan matematika, minat yang jadi nilai pendukung untuk masuk teknik robotika. Nilainya mulai naik hingga menempatkan Alvin di ranking ke-16 eligible di sekolahnya.
’’Struggle-nya akselerasi itu jelas padat waktunya, seperti pulang sekolah sore, ditambah tugas-tugas yang diberikan,’’ tutur Alvin.
Belum lagi, dia juga disibukkan dengan aktivitasnya di ekstrakurikuler English Community, divisi English Debate. Sebagai maba, dia mengaku masih samar dengan prospek ke depan.
Yang pasti, untuk saat ini dia ingin menciptakan robot sendiri. Misalnya, drone FPV rakitan sendiri. Namun, Alvin maupun Ardha berharap kelolosan mereka menjadi titik awal untuk terus belajar, aktif berprestasi, dan menebar manfaat bagi sekitar. (*/c7/ttg)