Kelapa Sawit Ikut Tekan Emisi

- Selasa, 29 Agustus 2023 | 10:13 WIB

MINYAK mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) beserta turunannya masih menjadi bulan-bulanan Uni Eropa (UE). Mereka menganggap pertanian kelapa sawit di Indonesia merusak lingkungan. Upaya ini dinilai sebagai kepentingan UE melindungi pengusaha minyak nabati lokal yang dibungkus dengan isu lingkungan, sehingga melarang impor CPO. Padahal, kelapa sawit turut membantu pengurangan emisi.

Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, tanaman sawit daunnya mengandung klorofil sehingga turut menghasilkan oksigen. Seperti diketahui, Kaltim telah berjasa besar dalam penurunan pengurangan emisi di permukaan dunia. Berbasis lahan, Indonesia peringkat ketiga yang memiliki lahan terbesar di dunia setelah Brasil dan Kongo.

Brasil memiliki 5 juta kilometer persegi hutan tropis, Kongo memiliki kurang lebih dua jutaan kilometer persegi hutan hujan tropis dan Indonesia memiliki 1,8 juta kilometer persegi. Hutan itu yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan oksigen.

“Jika lahan terbakar, maka akan tumbuh lagi, tidak ada satu wilayah atau sejengkal pun di Indonesia ketika lahannya terbakar tidak dapat tumbuh lagi. Tanaman-tanaman itulah penghasil oksigen. Sepanjang tahun tumbuhan itu hidup dan sepanjang tahun memproduksi,” jelasnya, Minggu (27/8).

Menurutnya, semua tanaman yang hijau dan mengandung klorofil, di mana matahari berperan untuk proses fisiologi tanaman, pasti dia akan menghasilkan. Termasuk sawit, cuma sawit ini homogen (monokultur) sifatnya yang tidak disukai oleh Eropa, karena katanya merusak hutan. Padahal, memang ada kesalahan pandangan.

Pengelolaan kebun sawit dilakukan di kawasan areal penggunaan lainnya atau APL. Namun, sering kali salah diterjemahkan kawasan APL itu disebut hutan padahal tidak. Sekarang, cara pengelolaan kawasan peralihan pengelolaan sawit setelah dibuka lahannya, langsung ditanam dengan penutup lahan yang cepat tumbuh, agar jangan sampai terjadi penguapan ketika matahari menyinari tanah, salah satu tanaman penutup lahan itu contohnya kurkuma.

“Sawit berumur mencapai 30 tahun, dibandingkan dengan bunga matahari setiap 6 bulan atau 7 bulan panen. Saat panennya membabat habis permukaan tanah. Jadi, tanah setiap tahunnya terbuka. Ini bukan persoalan merusak hutan, ini persoalan persaingan saja,” jelasnya.

Gubernur juga menjelaskan, bahwa minyak nabati yang bersumber dari sawit lebih dari 10 kali lipat lebih banyak dibanding bunga matahari. Sekitar 60 persen produksi minyak sawit mentah atau CPO ada di Indonesia termasuk di Kaltim, 20 persen CPO itu untuk bahan baku produk dalam negeri termasuk minyak goreng dan biodiesel. Sebanyak 35 juta itu yang diekspor, kurang lebih 8 persen dari 35 juta.

“Jadi, sekitar 200 sampai 250 ribu ton kita gunakan untuk keperluan bahan baku produksi dalam negeri. Ini realitas yang saya tahu,” pungkasnya. (ndu/k15)

Catur Maiyulinda

@caturmaiyulinda

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Angkatan Kerja Kaltim Naik 77.487 Orang

Minggu, 12 Mei 2024 | 15:00 WIB

Astra Motor Kaltim 1 Sambut Tahun Ajaran Baru

Minggu, 12 Mei 2024 | 14:00 WIB

PEPC Bukukan Kinerja Positif

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:53 WIB

Rupiah Menguat, BI Bakal Tahan BI Rate

Sabtu, 11 Mei 2024 | 10:25 WIB
X