JAKARTA – Langkah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menutup 23 perguruan tinggi swasta (PTS) nakal dikeluhkan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI). Pasalnya, APTISI tak dilibatkan dalam upaya mencari solusi bersama atas permasalahan yang terjadi di puluhan kampus tersebut.
Ketua Umum APTISI Pusat Budi Jatmiko mengungkapkan, bukan hanya APTISI yang tidak diajak duduk bersama oleh Kemendikbudristek, kampus yang izinnya dicabut dan sempat dia kontak juga mengaku tak ada pemberitahuan, bahkan pembinaan.
“Salah satu yayasan saya tanya, tidak pernah ada sanksi sebelumnya. Langsung ditutup,” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos, Jumat (9/6).
Budi menyayangkan langkah tersebut. Mengingat ada lebih dari 10 ribu mahasiswa dan seribu dosen-karyawan di bawah naungan 23 PTS yang ditutup tersebut. Mirisnya lagi, penutupan dilakukan saat para mahasiswa ujian semester.
“Bayangkan, mereka seperti tersambar petir. Ada beberapa orangtua dan mahasiswa bertemu dengan saya dan memilukan nasibnya,” tuturnya.
Budi mengaku, pada prinsipnya, pihaknya mendukung penuh keputusan pemerintah asal tidak merugikan banyak pihak. Khususnya, mahasiswa, orangtua, dosen, dan karyawan.
“Prinsipnya, jika di rumah kita ada tikus, bukan rumahnya yang dibakar, tapi tangkap tikusnya. Jika ada rektor atau dosen yang bermasalah, tangkap dan adili orangnya, bukan rumahnya yang dibumihanguskan,” tegasnya.
Menurut dia, di era kepemimpinan menteri-menteri sebelumnya, APTISI selalu diajak bicara untuk mencari solusi atas persoalan yang terjadi di PTS. Pihaknya pun memberikan masukan agar pemerintah tidak menutup PTS.
Dikonfirmasi terpisah, Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menampik tudingan soal tak adanya pembinaan. Dia menegaskan bahwa pencabutan izin 23 PTS nakal itu dilakukan menyusul adanya teguran, pembinaan, hingga penjatuhan sanksi. Namun sayangnya, tak ada perubahan dari kampus-kampus tersebut.
“Tentu ada komunikasi dengan perguruan tinggi bersangkutan ya. Tidak ujug-ujug,” ungkapnya saat ditemui di kompleks DPR RI, Jakarta, Jumat (9/6).
Selain itu, langkah penutupan PTS tersebut bukan kali ini saja. Kebijakan tersebut kerap dilakukan jika memang sebuah kampus dinilai sudah kebablasan dan tak bisa dibina. Keputusan itu pun bukan hanya untuk kepentingan dan kebaikan PTS tersebut, namun juga para mahasiswa yang memiliki ijazah dengan jalur benar, namun dicemari oleh jalur ijazah palsu atau yang diperjualbelikan.
Disinggung soal nasib para mahasiswa dan dosen yang terdampak, Nizam memastikan bahwa mereka akan difasilitasi untuk pindah ke kampus lain. Pihaknya dan LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) akan memberikan pendampingan penuh.
Mahasiswa pun bisa langsung mendatangi kampus baru untuk mendaftarkan diri. Angka kredit mereka akan dialihkan. Nilai dan SKS yang sudah diperoleh dapat ditransfer ke PTS baru selama proses perolehan SKS tersebut melalui pembelajaran sesuai standar.
”Selama ini semua (perguruan tinggi yang baru, Red) welcome. Yang jadi masalah itu ketika mahasiswa mau pindah, minta kreditnya diakui penuh tapi pembelajarannya nggak ada, transkripnya nggak ada. Ditanya kamu kuliah apa, ndak tahu,” paparnya.
Kemudian, lanjut dia, bagi dosen dan tenaga pendidik yang memiliki rekam jejak baik akan dipindah ke perguruan tinggi yang sehat. Sebaliknya, bagi yang terbukti ikut serta dalam pelanggaran akan diberikan sanksi dan dimasukkan daftar hitam.
Terkait penyelewengan sarana dan prasarana, Nizam menyatakan bahwa hal tersebut diserahkan ke ketentuan hukum. Begitu pula hal-hal terindikasi pidana lainnya. ”Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, pengenaan sanksi administratif tidak menunda dan tidak meniadakan sanksi pidana,” ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Kelembagaan dan Sistem Informasi Perguruan Tinggi Akademik Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VII Jawa Timur Thohari mengatakan, ada enam perguruan tinggi swasta (PTS) di wilayahnya yang diindikasikan bermasalah. Tiga kampus di antaranya sudah dicabut izinnya.
Sementara tiga kampus lainnya masih diberi kesempatan dengan melakukan upaya perbaikan. Baik dari sisi manajerial, akademik, maupun kepatuhan sanksi nasional perguruan tinggi.
’’Itu sudah dilakukan. Tiga kampus itu memenuhi kategori layak, tetapi kami tetap akan melakukan pemantauan,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.
Thohari menuturkan, pencabutan izin operasional institusi terhadap tiga PTS di Jawa Timur tersebut dilakukan sejak awal tahun. Bahkan, ada satu di antaranya yang izinnya dicabut pada akhir 2022.
Terkait mahasiswa yang aktif, lanjut dia, LLDikti Wilayah VII sudah berkoordinasi dan melakukan audiensi kepada yayasan untuk mengalihkannya ke kampus lain. Namun, pengalihan mahasiswa aktif tersebut tidak bisa serta-merta. LLDikti harus melakukan verifikasi.
“Verifikasi sudah kami lakukan. Ada mahasiswa yang bisa dipindah, ada juga yang harus mulai baru,” kata dia.
Thohari menjelaskan, pola perguruan tinggi dalam penyelenggaraan akademik –mulai mendidik mahasiswa dalam rangka memperoleh ijazah–beragam. Namun, LLDikti terus berupaya memitigasi agar tidak terjadi pelanggaran dalam proses akademik. Salah satunya menulis surat edaran kepala LLDikti Wilayah VII Tahun 2022 pada Agustus.
’’Kami mengimbau perguruan tinggi di Jawa Timur agar wajib melakukan penyampaian laporan tentang mahasiswanya. Jadi, tidak hanya melalui fitur, tetapi juga ke LLDikti berupa SK penerimaan mahasiswa baru berikut namanya,” jelasnya.
BUNKER NARKOBA
Sementara itu, masih terkait kampus, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan (Sulsel) Brigjen Pol Ghiri Prawija mengaku pihaknya tidak punya informasi terkait bunker narkoba di kampus. Upaya menanyakannya ke Polda Sulsel juga belum membuahkan hasil.
’’Saya juga lagi cari itu sumbernya dari mana, dari kemarin sampai sekarang belum dapat jawaban dari polda. Karena katanya dalam pengembangan,’’ ujar Ghiri saat dikonfirmasi awak media kemarin seperti dilansir FAJAR.
Adalah Ditresnarkoba Polda Sulsel Kombespol Dodi Hermawan yang pertama mengungkapkan adanya bunker narkoba di sebuah kampus ternama di Makassar. Namun, dia tak menyebut nama kampus itu.
Kabar tersebut langsung memantik reaksi dari kampus. Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Husain Syam meminta polisi membuka seterang-terangnya perihal bunker itu.
“Saya mengatakan, kalau memang ada, seharusnya pihak yang mengatakan ada itu ditemukan, kampusnya apa. Dan kalau ditemukan di situ, dia juga harus mengungkap siapa itu oknum pelakunya,’’ kata Husain.
Terpisah, Kabag Humas Unhas Makassar Ahmad Bahar yang turut dimintai keterangan menyebut, pihaknya memastikan keterangan kepolisian mengenai kampus ternama yang dijadikan bunker narkoba bukan Unhas. ”Saya kira kepolisian tidak menyebut sama sekali nama kampus. Tentu kita semua berharap sinyalemen itu maksudnya bukan kampus Unhas,’’ ungkap Bahar.
Ghiri mengungkapkan, terkait narkoba, jangankan beda instansi, satu tim saja sudah terbiasa untuk saling menjaga rahasia. ”Itu sudah hal biasa,’’ katanya. (mia/ayu/ygi/muh/c6/ttg/jpg/dwi/k16)