SAMARINDA - Persentase penduduk miskin di Kaltim pada September 2022 tercatat sebesar 6,44 persen atau 242,30 ribu orang. Meningkat 6,05 ribu orang dibanding Maret 2022 dan meningkat 9,17 ribu orang terhadap September 2021.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim Sri Wahyuni mengatakan, pengentasan kemiskinan harus menjadi urusan utama yang menjadi perhatian pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. “Pengentasan kemiskinan kini bukan hanya menjadi tugas instansi teknis terkait, tapi reformasi birokrasi harus berdampak pada upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Sekarang ini, pengentasan kemiskinan juga sudah menjadi tematik reformasi birokrasi,” ujarnya, Jumat (9/6).
Apalagi, Kementerian PANRB sudah mulai mengubah cara penilaian reformasi birokrasi yang tidak lagi berdasarkan proses bisnis atau ketersediaan dokumen saja, tetapi lebih pada output. Apa hasilnya? Apa dampaknya dari program yang sudah dilakukan?
Sebagai contoh, indeks pembangunan manusia (IPM) sangat baik. Di mana Kaltim berada di posisi ketiga di bawah DKI Jakarta dan Jogjakarta. Demikian pula kontribusi ekonomi Kaltim tertinggi untuk regional Kalimantan mencapai 52 persen. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kaltim terbilang baik mencapai 4,48 persen.
Namun di sisi lain, angka kemiskinan Kaltim ternyata masih relatif tinggi di lingkup regional Kalimantan, yakni 6,44 persen per September 2022. Kemiskinan di Kaltim berada di bawah Kalimantan Selatan 4,49 persen dan Kalimantan Tengah 5,28 persen.
“Tentu kita tidak ingin secara sporadis dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Kita punya dana, kita akan berikan bantuan yang sifatnya dari hulu sampai hilir. Di hulu, kita berikan bantuan modal usaha, sementara di hilir kita salurkan bantuan untuk peningkatan daya beli,” ungkapnya.
Sehingga Sri berharap, program-program pemerintah daerah harus berdampak pada masyarakat. Saat ini, apakah program dan kegiatan yang dilakukan terkoneksi dengan baik merespon kondisi di lapangan. Kemudian, apakah program yang ditawarkan bisa menjangkau data penduduk miskin di daerah. Apa sih manfaat dari kehadiran perangkat daerah ini?
Kalau perangkat daerah ini tidak ada atau digabung, adakah dampak capaian kesejahteraan yang akan terganggu. “Kalau ada atau tidak OPD itu tidak ada pengaruh, maka ada kemungkinan OPD diciutkan. Ini bukan menakuti ya. Tapi, kalau tidak ada gunanya maka bisa diciutkan. Sehingga, fokusnya bukan hanya untuk membuat ekonomi maju, sedangkan kemiskinan masih tinggi,” jelasnya.
Menurutnya, ini adalah pola penataan reformasi birokrasi yang tidak lagi hanya bergantung pada tupoksi (tugas pokok dan fungsi) saja, tapi outcome dan dampaknya bagi pengentasan kemiskinan. Sehingga jangan sampai dibalik, diciptakan OPD, ciptakan tupoksi, baru mencari output-nya apa? Maka harus ditentukan dulu output-nya apa.
Karena itu, sangat diperlukan potret peta kemiskinan secara lengkap, termasuk karakteristik, peta sebaran hingga tipologinya. Namun tegasnya, program pengentasan kemiskinan yang sudah baik, harus terus dilanjutkan dan disempurnakan.
“Bicara kemiskinan memang harus ada data dasar tentang masyarakat miskin dan karakteristiknya, sehingga intervensi yang dilakukan nanti bisa menjawab persoalan kemiskinan,” pungkasnya. (adv/diskominfokaltim/ndu/k15)
Catur Maiyulinda
@caturmaiyulinda