Djunaidi Widjaja melihat peluang di tengah pandemi menyusul fakta bahwa 90 persen alat kesehatan di Indonesia diimpor, termasuk mata bor gigi. Tak banyak kendala selama produksi karena dia dan anak buah sudah terbiasa dengan produk yang butuh ukuran sangat presisi.
SAHRUL YUNIZAR, Jakarta
DI satu sisi, pandemi Covid-19 memang mendatangkan masalah. Di sisi lain, pagebluk itu juga mencuatkan peluang. Djunaidi Widjaja berada di antara dua sisi itu. Timur Lautan Sukses yang menaungi Kebla dan Robin, dua perusahaan milik pria kelahiran 1971 itu, jelas terdampak kebijakan pengetatan ruang gerak buntut pandemi. Tapi, dari pandemi yang sama pula, melihat ada peluang mengembangkan alat kesehatan.
”Semula kami ingin membuat ventilator. Karena di awal-awal pandemi itu susah sekali dapatnya,” ungkapnya.
Tapi, rencana itu kemudian batal. Kebetulan Kebla sejak kali pertama berdiri bergerak di bidang diamond and CBN (cubic boron nitride/ bentuk kristal alotropik boron nitrida yang hampir menyamai kekerasan intan) tools. Dia pun melirik alat kesehatan lainnya meski tidak langsung terkait dengan kebutuhan pasien Covid-19. ”Kami membuat mata bor gigi,” imbuhnya kepada Jawa Pos akhir Maret lalu.
Menurut dia, pabrik yang dia miliki di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mampu mengerjakan alat kesehatan tersebut secara cepat dengan kapasitas produksi yang cukup banyak. Sebab, ada benang merah antara mata bor gigi dengan produk-produk buatan Kebla. ”Sama-sama memakai diamond,” ujar lelaki berkacamata tersebut.
Sebagai salah satu material paling kuat di bumi, berlian dibutuhkan untuk melapisi mata bor gigi. Meski yang digunakan pada mata bor gigi adalah berlian sintetis, daya tahannya tetap kuat. Selain itu, dia menemukan fakta mengejutkan: sebagian besar alat kesehatan di Indonesia ternyata masih impor dari luar negeri.
Bahkan nyaris menyentuh 90 persen. Mata bor gigi termasuk di antaranya. ”Rata-rata dari Amerika, Jerman, dan Tiongkok,” ucap Djunaidi.
Dia pun memulai riset dan uji coba produksi. Pada Mei 2020, ikhtiar awal untuk menghadirkan mata bor gigi buatan dalam negeri pertama dimulai. Tidak banyak kendala muncul. Sebab, dia dan anak buahnya sudah biasa membuat berbagai produk yang membutuhkan ukuran sangat presisi.
Dengan fasilitas pabrik saat ini, Djunaidi sudah memiliki alat produksi yang terkoneksi komputer. Sehingga rancang bangun mata bor gigi bisa dibuat lebih cepat.
Setelah jadi, mata bor gigi itu dilapisi berlian. ”Habis itu baru finishing dan quality control,” jelasnya.
Tahap demi tahap riset dan uji coba produksi mata bor gigi itu berlangsung lebih kurang lima bulan. Dari Mei sampai Oktober.
Memasuki November 2020, dia memastikan bahwa mata bor gigi buatannya sudah bisa diproduksi secara massal. Kini mata bor gigi buatan Djunaidi sudah memiliki paten dengan jenama Borgigi. Kapasitas produksinya mencapai 300 ribu mata bor setiap bulan.
Secara keseluruhan saat ini ada sembilan jenis mata bor gigi yang bisa diproduksi oleh Djunaidi. Seluruhnya telah lolos sertifikasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kualitasnya juga tidak kalah dengan mata bor gigi yang selama ini diimpor dari luar negeri. Setara dengan produk buatan Amerika Serikat (AS) maupun Jerman. Bahkan jauh lebih kuat dibandingkan mata bor gigi buatan Tiongkok. ”Mata bor gigi kami bisa dipakai sampai 30 kali,” ucapnya.
Itu nyaris tiga kali lipat mata bor gigi buatan Tiongkok yang paling tahan digunakan sebanyak 10 sampai 15 kali. Keunggulan lain, mata bor gigi buatan Djunaidi tetap dibanderol dengan harga sangat terjangkau.
Jauh lebih murah dari mata bor gigi buatan AS dan Jerman. Dia bisa menekan harga jauh di bawah produk dengan kualitas serupa lantaran mata bor gigi buatannya secara keseluruhan dia buat sendiri.
Tidak hanya lulus sertifikasi Kemenkes, mata bor gigi buatan Djunaidi juga sudah dicoba oleh sejumlah dokter gigi. Termasuk sejumlah dokter gigi di Jerman dan Jepang. ”Malah dokter yang di Jerman mau terus pakai mata bor gigi kita,” ujarnya.
Sementara di dalam negeri, dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Yarsi drg Moch. Atmaji mengakui bahwa kualitas mata bor gigi buatan Djunaidi di luar dugaan. Sebab, belum pernah ada mata bor gigi buatan dalam negeri. ”Kualitasnya sama seperti buatan Eropa dan Jepang,” katanya kepada Jawa Pos secara terpisah.
Saat digunakan, lanjut Atmaji, juga nyaris tidak berbau. ”Seperti kata Bapak Presiden Jokowi, kalau bisa lokal kenapa harus impor,” imbuhnya. (*/c17/ttg)