Untuk membuat oma dan opa mau terbuka, Sisi Istiyana Dewi dan Rulian Maya Vernanda harus pintar-pintar mengambil hati dan memancing obrolan. Selepas praktik lapangan, keduanya berkomitmen menjadi perawat lansia setelah lulus nanti.
LAILATUL FITRIANI, Surabaya
SISI sudah menganggap para lansia di panti werda tempatnya menjalani praktik lapangan seperti kakek dan neneknya sendiri. Karena itu, dia merawat mereka dengan telaten dan sabar.
’’Kakek-nenek saya di Jawa Barat, sementara saya di sini di Jawa Timur, nggak bisa sering-sering ketemu. Jadi, saya membayangkan mbah-mbah di sini (panti werda) adalah mbah saya,’’ ujar pemilik nama lengkap Sisi Istiyana Dewi itu, yang sebulan ini menjalani praktik lapangan di Griya Werdha Jambangan, Surabaya.
Begitu matahari terbit, dia dan perawat lansia lain sudah bersiap memandikan oma dan opa. Dengan mengenakan APD (alat pelindung diri), Sisi mengambil waslap dan membawa baskom untuk lansia yang bed rest dan butuh perawatan total.
’’Untuk yang mandiri, sudah tahu waktunya mandi bisa sendiri. Yang parsial, mbah-mbahnya perlu diingatkan, terus kita bantuin buka baju, nuang sampo sama sabun,’’ imbuh mahasiswa profesi keperawatan Universitas Hang Tuah Surabaya itu.
Selesai mandi, lanjutnya, semua mengikuti senam di lapangan. Dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan seperti tensi dan cek gula darah. Khususnya bagi yang memiliki riwayat penyakit diabetes. Bahkan, bagian kecil seperti kuku jari tidak lepas dari perawatan.
Rulian Maya Vernanda, rekan sekampus Sisi yang berpraktik lapangan di tempat sama, juga biasa berkeliling membawa gunting kuku. Diperiksanya dengan sabar jari oma dan opa. ’’Kita oleskan salep gatal juga pada oma-opa yang memiliki penyakit kulit,’’ sambung Vernanda, sapaan akrabnya.
Bagian paling menghibur ketika sesi santai. Sisi dan Vernanda bisa berbincang dengan para mbah. Sisi paling senang jika mereka mulai berkisah tentang kehidupan di zaman perjuangan.
Bukan perkara mudah membuat oma-opa mau terbuka dan bercerita pada mulanya. Sisi melihat, mayoritas mereka yang di panti werda merasa dibuang keluarga. Dia harus pandai-pandai mengambil hati dan memancing obrolan.
’’Aku coba mengimbangi bahasanya, mengajak guyon juga biar mbahnya nyaman. Karena kalau hubungan saling percaya sudah tercapai, jadi lebih mudah melakukan perawatan,’’ ungkap perempuan 23 tahun itu.
Tidak semuanya senang bercerita. Yang suka marah-marah pun ada. Namun, sebagai perawat, Sisi hanya mendengarkan. Meski Sisi belum genap sebulan menjalani praktik lapangan di Griya Werdha Jambangan, banyak hal menyenangkan yang dia alami. Apalagi saat melakukan permainan spin wheel.
Sisi dan kelompoknya akan membawa roda putar. Nanti, para mbah dari semua blok yang sudah dikumpulkan harus menjawab pertanyaan yang ada di setiap bagian roda. ’’Kebetulan di stase gerontik, saya mendapat penugasan terapi aktivitas kelompok seperti spin wheel. Itu bisa meningkatkan kemampuan kognitif dan meringankan stres mbah-mbahnya,’’ jelas anak muda asal Sidoarjo itu.
Sisi melihat mereka enjoy saat bermain. Mereka juga bekerja sama untuk membantu menjawab pertanyaan. Yang tadinya terpisah blok bisa berkumpul dan bersenda gurau bersama.
Vernanda pada satu momen juga dibuat meleleh oleh sepasang suami-istri lansia di sana. ’’Ternyata cinta sejati beneran ada,’’ katanya. Dia menuturkan, ada pasangan oma dan opa di sana, tapi beda blok karena laki-laki dan perempuan memang dibedakan bloknya. Si oma termasuk lansia total care yang harus bed rest karena sudah lama sakit. Penglihatannya juga berkurang.
Suatu ketika, oma meminta dipanggilkan suaminya. Si opa pun berjalan dengan tongkat menghampiri. Begitu tiba, opa itu mengelus lembut kepala istrinya yang terbaring. Tangannya juga digenggam sambil berbisik lirih, ’’Yang sabar yo Bu, semoga cepat sembuh’’.
’’Terus, opa ngasih tasbih dan saputangannya. Sejak itu, oma selalu istigfar pakai tasbih itu sambil pegang saputangan opa. Mau nangis aku di situ,’’ ungkap mahasiswa 23 tahun itu.
Bahkan, lanjut Vernanda, oma tidak mau disuapi perawat. Suaminya yang datang ke kamar untuk menyuapi makan. ’’Salut banget, mereka saling menguatkan. Aku belum tentu bisa menyaksikan hal seperti itu di luar panti werda,’’ kenangnya.
Menjadi perawat, terlebih perawat lansia, memang tidak mudah. Butuh kesabaran ekstra dan jiwa pengabdian yang tulus. Belum lagi stigma mengurus orang tua susah lantaran saat memasuki fase penuaan, manusia akan kembali bertingkah seperti anak-anak. Tak heran jika profesi mulia itu tidak banyak dilirik anak muda jika dibandingkan profesi bergengsi lain.
’’Ada yang bilang, satu ibu bisa merawat sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa merawat satu ibu. Aku melihat sendiri itu terjadi waktu praktik di panti werda,’’ tutur Vernanda.
Selepas praktik lapangan di Griya Werdha Jambangan, Vernanda dan Sisi mengungkapkan keinginannya untuk menjadi perawat lansia setelah lulus. ’’Kadang memang kami capek, bosen kerjanya gitu-gitu aja. Tapi, kembali lagi, tujuan jadi perawat memberikan asuhan keperawatan yang psiko-sosio-kultural-spiritual secara holistik,’’ ujar Vernanda. (*/c18/ttg)