Toko modern di Indonesia tumbuh subur, toko tradisional menurun. Jika tren ini berlanjut, bukan tak mungkin toko tradisional tinggal nama. Fenomena ini juga terjadi di Penajam Paser Utara (PPU).
PENAJAM-Dengan banyak toko modern di daerah, pedagang tradisional merasa tak nyaman karena pendapatan mereka kian menurun, imbas banyak masyarakat beralih berbelanja ke toko-toko modern. Haruskah pemerintah daerah membatasi perizinan toko modern, yang telah menjadi bahan polemik baru-baru ini?
“Mengenai polemik toko modern, kita harus sepaham dulu mengenai prinsip dasar bahwa siapapun di negara ini baik perorangan maupun korporasi berhak melakukan usaha ataupun mendapatkan izin berusaha. Adapun pemerintah hadir untuk mengatur syarat dan ketentuan,” kata Rahmaniah Muchtar, kepala Bagian Ekonomi Setkab PPU, Minggu (4/6).
Tentang toko modern ini, Ketua Komisi II DPRD PPU Rusbani memanggil tim pakar dewan Selasa (23/5) sebagai persiapan untuk rapat dengar pendapat dengan eksekutif pertengahan Juni. Suwandi, anggota dewan pakar membenarkan pemanggilan tersebut. “Kami diundang untuk memberi pertimbangan menjelang RDP,” katanya. Ia mendapatkan informasi bahwa pedagang mempersoalkan maraknya ekspansi toko modern yang menurut mereka berpotensi mematikan toko-toko tradisional.
Rahmaniah Muchtar melanjutkan, tentang klausul perizinan ada tiga poin, yaitu nomor izin berusaha (NIB) terbit melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS). Untuk kategori usaha perdagangan seperti toko swalayan itu, katanya, termasuk risiko rendah, sehingga NIB bisa langsung terbit dan sekaligus jadi izin usaha tanpa verifikasi dari dinas perizinan.
“Kelemahan kita adalah belum ada limitasi atau penguncian terhadap kawasan, karena rencana detail tata ruang (RDTR) PPU belum terkoneksi dengan OSS, akibatnya di lokasi manapun dalam wilayah administrasi PPU, NIB usaha risiko rendah dapat diterbitkan melalui OSS, kapan pun di mana pun dan untuk siapa pun yang mengajukan permohonan melalui OSS,” kata lulusan S-1 dan S-2 Teknik Geologi Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja itu.
Kedua, Peraturan Bupati (Perbup) PPU 71/2017 tentang Perubahan Kedua atas Perbup 28/2015 tentang Penataan dan Perizinan Usaha Toko Modern, seharusnya sudah direvisi sejak 2019 atau paling lambat 2021, karena ada tiga ketentuan konsideran mengingat dalam perbup tersebut tak berlaku sejak 2019 dan satu ketentuan mengalami perubahan pada 2021. “Pada sisi lain, kami tak bisa menolak konsekuensi UU Cipta Kerja yang memberi kemudahan berinvestasi terutama pada sisi administrasi,” ujarnya.
Ketiga, saat ini, Pemkab PPU melalui Bagian Ekonomi sedang mereviu perbup tersebut. “Jadi, apabila diperdebatkan adalah penegakan Perbup 71/2017 sampai misalnya kami segel-menyegel toko, itu justru memperkeruh iklim investasi dan tak menutup kemungkinan kami berhadapan dengan aparat penegak hukum. Sebaiknya bisa duduk bersama untuk membahas substansi apa yang ingin diberi masukan dalam perubahan perbup itu dan tentu harus berkesesuaian dengan kewenangan pemerintah kabupaten. Apakah itu tentang zonasi kawasan perdagangan, jam operasi, bina lingkungan dan lain-lain, sehingga dapat tercipta persaingan usaha yang sehat,” ujarnya. (far)
ARI ARIEF
[email protected]