Oleh:
Venna Puspita Sari
Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Balikpapan
Hampir delapan dekade Pancasila ditetapkan menjadi dasar negara Indonesia, penerapan moral Pancasila masih menyimpan banyak persoalan pada kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya era digital ini. Banyak kondisi yang menggambarkan perilaku netizen tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
---
BEBERAPA kasus yang banyak terjadi di dunia maya antara lain perundungan (cyberbullying), berita bohong (hoax), dan ujaran kebencian (hate speech). Berdasarkan laporan Unicef tahun 2022, tercatat 45 persen dari 2,777 remaja Indonesia kisaran usia 14–24 tahun pernah mengalami kasus cyberbullying. Selain itu, laporan Kominfo RI menunjukkan adanya indikasi 425 kasus hoaksyang tersebar di website dan platform digital Indonesia pada triwulan pertama tahun 2023.
Belum lagi kasus yang sangat mencengangkan di Indonesia adalah persoalan etika dalam penggunaan media sosial. Berdasarkan data Microsoft (Digital Civility Index) pada 2020 menunjukkan bahwa netizen Indonesia menempati peringkat tertinggi untuk kategori pengguna media sosial yang paling tidak sopan di Kawasan Asia Tenggara. Padahal, survei Expat Insider 2022 oleh InterNations menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan pribadi yang ramah tingkat ke-7 sedunia. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa transformasi kultur digital belum terlaksana dengan baik di Indonesia yang pada akhirnya mengakibatkan adanya degradasi moral Pancasila secara masif di era digital.
Dengan demikian, memunculkan pertanyaan, bagaimana peran Pancasila dalam mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa di era digital.
Pembangunan tata nilai, mental, spiritual, dan karakter bangsa berbasis Pancasila akan mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju peradaban maju dalam menjawab tantangan zaman. Pancasila yang diklaim sebagai ideologi terbuka harus mampu beradaptasi dengan laju perkembangan iptek global, sehingga ideologi Pancasila akan tetap relevan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat dulu, sekarang, hingga di masa mendatang. Perkembangan Pancasila lintas generasi tentunya memiliki tantangan yang berbeda dan memerlukan solusi yang berbeda pula. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini bagaimana menjaga Pancasila bisa tetap eksis secara materiil dan formil tanpa mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber norma moralitas atau norma etika perlu digaungkan kembali menjadi diskursus seluruh masyarakat untuk mengembangkan peradaban digital di Indonesia.
Sistem Etika dalam Pancasila
Sebagai suatu sistem etika, sila-sila Pancasila mencerminkan nilai etika yang menekankan pada dimensi nilai spiritual, humanis, solidaritas, mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain, serta kepedulian atas nasib orang lain. Berdasarkan pemahaman tersebut, seharusnya nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila dapat menjadi solusi atas degradasi moral bangsa, khususnya bagi orang muda yang kesulitan beradaptasi dengan digitalisasi. Namun, mirisnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa perilaku masyarakat Indonesia masih belum cukup bijak untuk terjun ke dunia maya tanpa pedoman dan pengawasan. Hal ini karena belum ada pembahasan khusus terkait pengembangan nilai-nilai dalam dunia maya.
Nilai etika yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai dasar, sehingga lebih bersifat umum. Padahal dalam fenomena sosial sebagaimana dijelaskan sebelumnya, diperlukan penanganan dengan metode khusus untuk mengatasi problematika etika dalam dunia maya. Sehingga dalam memerangi maraknya kasus cyberbullying, hoax, dan hate speech, Indonesia perlu mentransformasikan budaya digital dalam kehidupan sehari-hari melalui pengembangan konsep cyber-wisdom education (pendidikan kebajikan di dunia maya) yang diadaptasi dengan nilai-nilai Pancasila yang tidak hanya berfokus pada pendidikan formal namun juga informal.
Apa itu Cyber-wisdom?
Seorang guru besar pendidikan karakter di University of Birmingham Inggris, Tom Harrison, melakukan riset yang berfokus pada konsep cyber-wisdom sejak 2021 dalam menjawab tantangan cyberbullying di Inggris. Menurut beliau, cyber-wisdom dapat diartikan sebagai melakukan hal yang tepat di waktu yang tepat pula saat berada di dunia maya, terlebih saat tidak ada yang melihat. Konsep ini diadopsi dari konsep Aristotelian yakni phronesis, yang dalam hal ini diartikan sebagai kebajikan praktis.
Etika kebajikan Aristotelian menekankan bahwa sangat penting untuk memahami kebajikan mana yang memungkinkan untuk diterapkan dalam kejadian berbeda. Sejalan dengan teori tersebut, Cyber-wisdom fokus pada praktik terkait situasi tertentu di dunia maya untuk meningkatkan perilaku bijak di dunia maya, yang dikembangkan dalam empat komponen utama dari cyber-wisdom education, yakni literasi, penalaran, motivasi, dan refleksi diri. Jadi, pengguna internet dapat memahami apa yang dimaksud dengan bijak di era digital.
Cyber-wisdom sebagai Aktualisasi Nilai Etika Pancasila
Aliran etika Pancasila merujuk pada aliran etika kebajikan. Aliran etika ini berorientasi pada kebajikan yang mengembangkan nilai kejujuran, murah hati, disiplin, belas kasih, dan sebagainya, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan sebagaimana pemikiran Aristoteles terkait virtue ethics yang telah dijabarkan sebelumnya. Oleh karena itu, mengadopsi konsep cyber-wisdom untuk diterapkan pada pendidikan di Indonesia merupakan gebrakan awal atas perbaikan moralitas bangsa di era digital.
Perlu diperhatikan bahwa konsep tersebut tidak dapat diadopsi seutuhnya di Indonesia, mengingat ada perbedaan ideologi, sosial, dan budaya. Cyber-wisdom yang diinisiasi oleh guru besar Inggris tersebut tentunya perlu disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya bangsa Indonesia yang multikultural, sehingga diperlukan penelitian dan kajian lebih lanjut terkait konsep pendidikan ini. Namun, dari sini dapat disimpulkan bahwa cyber-wisdom berpotensi besar untuk diterapkan sebagai aktualisasi nilai-nilai etika Pancasila di era digital untuk mengatasi berbagai permasalahan moralitas sosial di dunia maya. Tepat pada peringatan hari lahirnya Pancasila ke-78 ini, refleksi penulis terkait perkembangan Pancasila dari masa ke masa telah melahirkan gagasan baru, yakni konsep etika Pancasila digital berbasis cyber-wisdom untuk membangun peradaban. Salam Pancasila! (***/rdh/k16)