PENAJAM-Pelayanan publik di Kelurahan Riko, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara, dimaksudkan untuk melayani masyarakat tanpa kerumitan birokrasi dan administrasi. Namun, tetap mengacu pada peraturan sebagai dasar pengambilan keputusan. “Itu, juga berlaku bagi warga Kelurahan Riko yang mengurus pemecahan alas hak atas tanahnya. Kalau bertentangan dengan aturan di atasnya kami tentu tidak gegabah memberi persetujuannya,” kata Syafarudin, lurah Riko, Kecamatan Penajam, PPU, Senin (29/5).
Dia menegaskan, tidak pernah mempersulit warga dalam hal urusan apapun, namun terkait persoalan tanah yang diurus warga, seperti diwartakan media ini kemarin, masuk areal penggunaan lain (APL) Badan Bank Tanah PPU. Karena itu, tutur dia, sudah bukan lagi menjadi ranah lurah. “Tetapi, langsung silakan berkoordinasi dengan Badan Bank Tanah,” jelasnya.
“Karena legalitas itu kami tidak asal buat terutama saksi dulu tanda tangan, baru RT, baru staf yang membuat, setelah kasi pertanahan paraf, baru ke meja saya. Bagaimana bunyinya saya mempersulit ‘kan ada jalurnya RT mau tidak tanda tangan? Ya, kalau kira-kira bermasalah tak mungkin lah mau tanda tangan, berarti berkas belum sampai ke kelurahan, bagaimana saya mempersulit, apalagi kalau masuk Bank Tanah,” ujarnya. Ia juga menampik dugaan bersikap pilih kasih dalam hal melayani masyarakat, dan menerima sejumlah uang. “Persoalan angpao itu tidak terbukti,” katanya.
Mengutip kembali pewartaan media ini, pelayanan pengurusan alas hak atas tanah melalui Kelurahan Riko, Kecamatan Penajam, PPU mendapatkan sorotan dari masyarakat. Warga yang mengurus untuk pemecahan dokumen tanah merasa dipersulit. Seperti yang dialami 10 warga Riko yang kemudian mengeluhkannya kepada Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Laskar Pertahanan Adat Paser (LPAP) PPU Zulpani Paser, Minggu (28/5). Ke-10 warga ini, terang Zulpani Paser, memiliki luas lahan berkisar 1 hektare hingga 5 hektare per orang.
“Saya baru pulang dari Kelurahan Riko karena diundang oleh beberapa warga di sana. Ada keresahan yang sangat besar di masyarakat Kelurahan Riko yang menganggap lurah Riko menghambat dan menghalangi masyarakat yang memiliki legalitas tanah atau lahan. Masyarakat pemilik lahan mau melakukan pemecahan legalitas ke anak-anak mereka, tetapi lurah Riko tidak mau dengan alasan lahan masuk Badan Bank Tanah PPU,” kata Zulpani Paser saat menghubungi Kaltim Post, seperti diberitakan kemarin.
Dikatakannya, masyarakat sudah mendatangi Badan Bank Tanah, dan mendapatkan penjelasan jika lahan atau tanah masyarakat itu tidak masuk pada bekas hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Triteknik Kalimantan Abadi (TKA), dan karena itu tidak masuk penguasaan Badan Bank Tanah PPU. Kepada Kaltim Post, Zulpani Paser juga menyampaikan dugaannya ada unsur pilih kasih lurah dalam hal pelayanan kepada masyarakat. “Sepertinya, kalau saya memerhatikan lurahnya yang mau bermain ini, karena ada sebagian masyarakat yang juga dilayaninya sesuai harapan masyarakat. Tetapi, permainan di bawah meja dengan (diduga) memberikan angpao,” katanya. (far/k15)
ARI ARIEF
[email protected].