Klub dan pelatih menganggap kualitas para pemain Asia Tenggara tak bisa disepelekan, sedangkan kalangan pemain menilai kedatangan mereka justru harus jadi pelecut para penggawa lokal.
RIZKY A.F., Jakarta-FARID S.M., BAGUS P.P., Surabaya
KENANGAN dari Manila itu membuat Simen Lyngbo tak butuh lama untuk mengiyakan tawaran dari Kediri. Inilah kesempatan yang memang ditunggu-tunggu bek kanan tim nasional (timnas) Filipina tersebut. ’’Awal tahun ini saya sudah berjanji kepada diri sendiri, oke, suatu saat saya akan main di Indonesia,’’ kata pemain 25 tahun yang telah resmi meneken kontrak dengan Persik Kediri itu ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (26/5).
Janji tersebut dia ucapkan setelah timnas Filipina yang dia perkuat kalah 1-2 oleh timnas Indonesia di grup A Piala AFF 2022 pada 2 Januari lalu di Rizal Memoriam Stadium, Manila. ’’Ketika itu saya melihat seisi stadion, banyak yang bersorak. Saya pikir itu suporter kami (Filipina). Setelah saya dekati, ternyata itu suporter Indonesia,’’ ungkap bek kanan blasteran Filipina-Norwegia tersebut.
Stadion saat itu justru dipenuhi oleh suporter tim tamu. Lyngbo merasa terhipnotis. Dari sana janji untuk suatu saat bermain di Indonesia tadi berasal. Kontak dari manajemen Persik bulan lalu itu tak lepas dari perubahan aturan pemain asing di Liga 1 musim yang rencananya bergulir Juli nanti. Selain kuota 3 non-Asia plus 1 Asia, ke-18 klub kompetisi strata teratas di tanah air itu dipersilakan menambah satu slot lagi pemain asing. Syaratnya, harus dari Asia Tenggara.
Selain Lyngbo, PSS Sleman juga telah merekrut pemain timnas Filipina lainnya, kiper Anthony Pinthus. Adapun Persebaya mendatangkan gelandang Singapura kelahiran Korea Selatan Song Ui-yong. Sedangkan Borneo FC mengumumkan kedatangan penyerang baru mereka asal Myanmar Win Naing Tun.
Sebenarnya kompetisi strata teratas tanah air tak asing dengan bintang-bintang Asia Tenggara. Bahkan di era Galatama, dua bintang legendaris Singapura, penyerang Fandi Ahmad serta kiper David Lee, pernah membela NIAC Mitra. Sampai dengan musim lalu pun ada dua penggawa timnas Filipina yang berkiprah di Liga 1: bek kiri Daisuke Sato (Persib Bandung) dan gelandang Mike Ott (Barito Putera). Keduanya pun masih dipertahankan klub masing-masing di Liga 1 musim depan.
Pertanyaan mendasarnya tentu: mengapa harus ada opsi tambahan pemain asing? Dan, mengapa harus pemain dari kawasan Asia Tenggara yang bukanlah kekuatan besar bahkan di Asia sekalipun? CEO Barito Putera Hasnuryadi Sulaiman menganggap kualitas para pemain Asia Tenggara tidak kalah oleh mereka dari kawasan lain di Asia. Dia memberi contoh kontribusi Ott di klub yang dia pimpin.
’’Ott kami perpanjang bukan semata karena adanya regulasi baru terkait pemain asing. Tapi, karena dia memang tampil baik sekali musim lalu,” ungkapnya. Daisuke Sato juga demikian. Dia pilar penting dalam pola permainan pelatih Luis Milla. Baik sebagai fullback maupun wingback. Itu yang membuat kontraknya diperpanjang manajemen Maung Bandung sampai 2025.
Terkait dampak penambahan pemain asing pada jam terbang pemain muda, Hasnuryadi mengaku tak khawatir. ’’Ini liga profesional, sudah ada Elite Pro Academy untuk pemain muda dapat kesempatan. Khusus liga tahun ini kan juga diwajibkan pemain U-23 main,” katanya.
Pelatih Persebaya Aji Santoso juga menyebut kehadiran pemain Asia Tenggara membantunya membangun kekuatan. Song dianggapnya melengkapi potongan strategi yang kurang untuk mewujudkan target juara di Liga 1 musim ini. Tentu, lanjut Aji, tak asal pemain Asia Tenggara alias hanya untuk memenuhi kuota. Kualitas tetap nomor satu. ’’Ini bisa jadi opsi. Tapi saya tekankan, tidak ada jaminan untuk dia (Song) langsung main inti. Tetap harus bersaing dengan pemain yang ada dalam tim,’’ tuturnya.
Sebagian pemain juga tak merasa terganggu dengan kehadiran kuota pemain asing tambahan dari Asia Tenggara. Bek Persib Bandung Rachmat ’’Rian’’ Irianto sadar persaingan memang bakal semakin ketat. ’’Justru penambahan pemain asing harus jadi motivasi bagi pemain lokal untuk bisa bersaing,’’ ucap putra legenda Persebaya Bejo Sugiantoro itu kepada Jawa Pos.
Koko Ari Araya pun demikian. Meski klub barunya, Madura United, baru saja merekrut bek Singapura Jacob Mahler, mantan bek kanan Persebaya Surabaya itu tidak menganggapnya sebagai saingan. ’’Karena sebagai pemain profesional kami harus siap dengan kondisi apa pun. Lagi pula, kami juga bisa belajar kepada pemain asing itu soal fisik dan taktik,’’ jelas Koko kepada Jawa Pos.
Transfer knowledge atau transfer pengetahuan itu juga yang ditekankan pengamat sepak bola M. Kusnaeni. Pemain lokal, misalnya, bisa saling belajar dengan pemain Asia Tenggara lainnya secara langsung. ’’Untuk manajemen tim juga bisa belajar bagaimana melakukan scouting dengan baik. Jangan hanya andalkan agen, klub saat ini harus punya tim scouting sendiri. Kesempatan belajarnya ya di kawasan Asia Tenggara dulu, kan dekat,’’ paparnya.
Dampak penting lainnya, lanjut pengamat yang kerap jadi komentator pertandingan sepak bola di televisi itu, dengan adanya pemain ASEAN, pasar untuk Liga 1 akan makin besar. ’’Makin jadi perhatian di kawasan Asia Tenggara,’’ ungkapnya.
Lyngbo juga berpikir demikian. Kedatangan pemain Asia Tenggara seperti dirinya bakal menguntungkan Liga 1. ’’Kenapa? Karena sekarang warga di Asia Tenggara pasti ingin melihat kiprah pemain timnas mereka di Indonesia. Otomatis itu menaikkan popularitas Liga 1 di kawasan,’’ ujarnya. (*/c17/ttg)