Upaya memastikan kendaraan besar layak jalan atau tidak melintas ke dalam kota dengan mendirikan posko pengawasan di Km 13, Jalan Soekarno-Hatta, Balikpapan Utara, diharapkan konsisten dilakukan.
BALIKPAPAN-Pembatasan jam operasional kendaraan alat berat, angkutan peti kemas, dan kendaraan besar sejenisnya dalam Kota Balikpapan, harus diperketat kembali. Menyusul kecelakaan yang terulang di turunan Muara Rapak, Balikpapan pada Rabu (24/5) malam yang menewaskan satu pengendara sepeda motor.
Pilihan untuk mengetatkan mobilisasi kendaraan jasa logistik merupakan solusi jangka pendek. Lantaran membangun jalan layang (flyover) atau terowongan (underpass) di Simpang Muara Rapak, belum disepakati pemerintah pusat dan daerah. Pemkot Balikpapan inginnya membangun flyover, sementara Kementerian PUPR condong membangun terowongan di kawasan tersebut.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpendapat, sudah saatnya Pemkot Balikpapan menerapkan kebijakan melarang kendaraan besar masuk ke pusat kota.
Karena seharusnya kendaraan besar hanya boleh melintas pada jalan lingkar. Sementara jika tidak ada jalan lingkar, maka kendaraan besar harus dibatasi jam melintasnya. Mulai pukul 22.00 sampai 05.00. Itu pun hanya boleh melintas di jalan-jalan tertentu.
“Karena kalau bangun flyover cukup mahal. Apalagi pemerintah harus membagi uangnya untuk mengerjakan jalan di daerah lain yang masih rusak,” katanya kepada Kaltim Post, kemarin (26/5). Selain itu, lanjut dia, yang paling penting adalah kepolisian harus benar-benar menegakkan hukum. Termasuk memastikan setiap kendaraan mematuhi KIR untuk memastikan setiap kendaraan layak jalan. Menurutnya, permasalahan saat ini adalah penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas masih sangat lemah.
“Kasus kecelakaan di turunan Rapak tahun lalu saja, hingga sekarang belum dituntaskan. Pengusaha truk tidak dijerat hukum. Tidak ada alasan kemanusiaan, dalam artian melindungi para pelanggar lalu lintas. Dengan meniadakan penilangan,” kritiknya. Menurut pria yang menjabat Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini, berbicara keselamatan masyarakat di jalan, dan diindikasikan telah terjadi pengurangan atau pelemahan hukum, maka kasus kecelakaan di turunan Rapak akan terus berulang kembali.
“Binatang keledai saja, tidak mau terperosok pada lubang yang sama. Masak manusia yang cerdas. Selalu masuk lubang yang sama,” sindir Djoko. Dia menyampaikan, dari data yang dihimpun Kepolisian RI, salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas adalah mekanisme perolehan surat ijin mengemudi (SIM). Utamanya mewajibkan pemohon harus terlebih dahulu lulus dari sekolah mengemudi yang benar-benar kredibel, mengajarkan tata cara mengemudi yang selamat, sopan atau tidak arogan, lalu taat aturan, dan sebagainya.
Jika mekanisme perolehan SIM melalui sekolah mengemudi yang baik atau kredibel, dia optimistis kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan kelalaian pengemudi bisa ditekan. “Termasuk jika sudah lelah dan mengantuk harus segera istirahat, tidak memaksakan diri untuk tetap mengemudi,” katanya. Di samping itu, masih lemahnya pengawasan terhadap kendaraan logistik juga menjadi faktor penyebab lainnya. Data yang terkumpul dari sejumlah jembatan timbang yang dioperasikan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjenhubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada tahun 2021, menyebutkan, pemeriksaan kendaraan logistik yang tidak melanggar 88 persen. Sedangkan yang melanggar sebanya 22 persen.
Pelanggaran tertinggi adalah daya angkut sebanyak 67,7 persen, kemudian kelengkapan dokumen sebanyak 29,02 persen, tata cara muat sebanyak 2,1 persen, persyaratan teknis sebanyak 0,7 persen, dan dimensi sebesar 0,5 persen. Seiring belum terwujudnya kebijakan zero truk Over Dimension Over Loading (ODOL), Djoko meyakini fenomena tersebut akan terus terjadi.
Untuk diketahui, sejumlah fakta mengemuka dari kecelakaan tragis di turunan Simpang Muara Rapak, Balikpapan, Rabu (24/5) malam. Yakni truk mengalami kebocoran minyak rem saat melintas di Hotel Mahakam, atau sekitar 50 meter dari titik tabrakan. Akibatnya, rem tak berfungsi normal. Kemudian, sopir truk juga tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) B II Umum. Selain itu, masa berlaku kir truk yang dikemudikan ternyata telah kedaluwarsa sejak April 2022 dan belum diperbarui. Temuan lainnya, truk yang membawa bahan makanan dalam kontainer kelebihan muatan.
Pada bagian lain, Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud menuturkan, akan memerintahkan Dinas Perhubungan (Dishub) agar memeriksa seluruh truk pengangkut kontainer. Pemeriksaan itu untuk memastikan kendaraan layak beroperasi atau tidak. Langkah kedua, kembali mendirikan posko pengawasan di Km 13, Jalan Soekarno-Hatta, Balikpapan Utara.
Keberadaan posko yang berjarak sekitar 13 kilometer dari turunan Muara Rapak, memastikan kendaraan besar layak jalan atau tidak melintas ke dalam kota.
“Terutama dari batas ambang muatannya. Karena ada maksimal muatan,” tegas politikus Partai Golkar ini. Langkah selanjutnya, sebut Rahmad, apabila terbukti ada pelanggaran, dan hal tersebut menjadi kewenangan Pemkot Balikpapan, maka pihaknya tidak segan mencabut izin usaha jasa logistik. “Kami akan pastikan akan mencabut izin usaha yang tidak menaati peraturan dari pemerintah. Itu langkah-langkah yang sekarang kami ambil. Dan tentunya kita juga mencari solusi lain. Supaya ke depannya tidak terulang lagi kejadian-kejadian seperti ini,” ungkapnya. (kip/riz)