DI usia 6 tahun, Sania Wahyu Ningsi jelas belum tahu apa-apa tentang haji. Tapi, di usia sedemikianlah keluarga mendaftarkan dia untuk berangkat ke Tanah Suci.
Itu pada 2011. Sebelum 2015, memang belum ada pembatasan usia pendaftar haji. Ketika 12 tahun kemudian akhirnya mendapatkan kesempatan berhaji, Sania pun resmi tercatat sebagai calon jemaah haji (CJH) termuda se-Indonesia.
Dari seorang upik yang belum tahu apa-apa tentang rukun Islam kelima tersebut, kini dia tumbuh menjadi remaja yang telah mengantongi banyak pengetahuan tentang haji. ”Pada tahun ini baru bisa berangkat ke Tanah Suci, didampingi sama kakak,” ujar remaja kelahiran 18 Mei 2005 asal Desa Kembang Paseban, Kabupaten Batanghari, Jambi, itu kepada Jambi Ekspres yang menemuinya di Muarabulian, ibu kota Kabupaten Batanghari, pada Rabu (24/5) lalu.
Bagi remaja putri yang baru lulus dari SMA Presiden, Bekasi, Jawa Barat, itu, selain menunaikan rukun Islam, berhaji merupakan kesempatan menjalankan tugas kemanusiaan. Bersama sang kakak, El Firsta Nopsiamti, dia sudah berkomitmen membantu para CJH lanjut usia (lansia).
”Permintaan orang tua pun begitu agar bisa membantu para lansia di sana nanti,” katanya.
Berbeda usia satu abad lebih, CJH tersepuh se-Indonesia, Harun, juga sama bersemangatnya dengan Sania. ”Mbah Harun ini didampingi keponakannya yang berumur 63 tahun. Dan, katanya, beliau ini tidak berkenan disiapkan kursi roda. Jadi, luar biasa sekali semangatnya,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa saat menemui CJH 119 tahun itu di Posko Bidang Lansia, Gedung Roudho, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, kemarin (25/5).
Di usia sesepuh itu, kesehatan kakek asal Desa Pangbatok, Proppo, Pamekasan, Jawa Timur, tersebut memang masih sangat terjaga. Salah satunya, tiap hari dia rutin membaca Alquran tanpa bantuan kacamata.
Harun juga istiqamah menjalankan salat malam. ”Menurut beliau, salat malam ini untuk mengingatkan bahwa masing-masing kita sebetulnya punya hajat. Salat malam untuk munajat,” imbuh Khofifah.
Keistiqamahan Harun juga terlihat pada bagaimana proses dia berhaji. Mendaftar pada 2017 setelah menjual sebidang tanahnya, Harun kembali harus merelakan dua sapinya untuk pelunasan biaya. ”Tetap bersyukur,” katanya.
Di Batanghari, Sania menyebut berhaji pada usia sangat muda membantunya bisa lebih fokus. Sebab, masih dalam kondisi kesehatan dan kekuatan yang sangat prima.
Selepas haji, dia juga sudah tahu apa yang dilakukan: mengejar impian berkuliah di kampus terkenal, Universitas Indonesia. ”Kalau cita-cita, saya ingin menjadi pengusaha,” tuturnya.
Soal kesehatan, selama di asrama di Sukolilo, Harun juga menjadi ”idola”. Banyak sesama CJH yang penasaran dengan resepnya bisa tetap bugar di usia jauh di atas satu abad.
Khofifah mengakui kondisi Mbah Harun baik. Bahkan tidak ada rekomendasi obat-obatan khusus yang harus dibawa, kecuali vitamin C dan istirahat yang cukup.
”Saya juga menitip ke beliau di Tanah Suci nanti agar mendoakan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa Timur,” katanya. (*/c19/ttg)
REZA FAHLEVI, Muarabulian-EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya