KOLOMBO- Posisi kru kapal Lupeng Yuanyu 028 berhasil dilacak. Angkatan Laut Sri Lanka telah mendeteksi 14 mayat di kapal nelayan milik Tiongkok yang terbalik di Samudra Hindia, pada 16 Mei lalu itu. Ada 39 awak di kapal tersebut. Perinciannya, 17 orang dari Tiongkok, 17 dari Indonesia, dan 5 orang dari Filipina.
Angkatan Laut Sri Lanka mengatakan, pada Selasa (23/5) para penyelamnya telah menemukan dua mayat di kabin kapten dan area akomodasi. Sebanyak 12 mayat lainnya ditemukan di berbagai kompartemen kapal. Mereka merilis foto-foto yang menunjukkan lambung merah kapal yang terbalik dan mayat kru kapal. Penyelaman di lambung kapal dilakukan beberapa kali sebelum posisi mayat ditemukan.
Situasi di wilayah perairan cukup sulit. Jarak pandang terbatas dan turbulensi air. Tim pencarian menemukan berbagai potongan puing dari kapal. Mereka juga menemukan sekoci. Namun, tidak ada tanda-tanda korban selamat yang ditemukan.
’’Karena pembusukan serta potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan imbas operasi di perairan yang terkontaminasi dengan alat pelindung terbatas, maka diputuskan bahwa mengambil mayat-mayat itu akan sangat berbahaya,’’ bunyi pernyataan Angkatan Laut Sri Lanka Rabu (24/5) seperti dikutip South China Morning Post. Karena itu, keselamatan para penyelam menjadi prioritas utama.
Mereka menyatakan, posisi mayat di dalam kapal telah dipetakan dan diserahkan ke otoritas Tiongkok. Sri Lanka sudah menarik timnya untuk kembali ke pangkalan. Australia lebih dulu mundur setelah melakukan pencarian selama 4 hari. Belum diketahui jenazah yang ditemukan itu berkebangsaan apa. Penemuan itu terjadi sehari setelah pemerintah Tiongkok menyimpulkan tidak ada yang selamat dalam tragedi tersebut.
Lupeng Yuanyu 028 merupakan kapal milik Perusahaan Perikanan Penglai Jinglu, salah satu perusahaan perikanan besar milik Tiongkok. Kapal itu meninggalkan Cape Town, Afrika Selatan, pada 5 Mei menuju Busan, Korea Selatan. Pekan lalu, kapal itu meluncurkan suar marabahaya pertama kali. Yakni, ketika datangn Topan Fabian yang membawa gelombang setinggi 7 meter dan angin laut berkekuatan 120 kilometer per jam.
Saat itu, upaya penyelamatan tidak bisa langsung dilakukan karena cuaca buruk. Pusat Koordinasi Penyelamatan Gabungan (JRCC) di Canberra sudah memperingatkan bahwa situasinya membahayakan. (sha/hud)