JAKARTA–Para calon kontestan Pemilu 2024 diminta untuk menunjukkan kepemimpinan moral. Hal itu dapat dilakukan dengan menonjolkan gagasan ketimbang menunjukkan cara berpolitik yang memecah belah publik.
Seruan tersebut disampaikan oleh dua organisasi besar Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Hal itu menjadi salah satu kesepakatan dalam pertemuan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Kantor PBNU, Jakarta, kemarin (25/5).
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap, selain jujur dan adil, elite politik harus memperlihatkan kepemimpinan moral dengan visi kebangsaan yang kokoh. Sehingga kontestasi tidak bersifat politik kekuasaan semata. ’’Visi kebangsaan apa yang mau dibawa, yang menunjukkan berangkat dari fondasi yang diletakkan oleh para pendiri bangsa,’’ ujarnya.
Dengan kepemimpinan moral, lanjut dia, kontestasi diharapkan lebih berkualitas. Ujungnya, pihak-pihak yang terpilih mencerminkan sosok yang tahu masalah, paham baik-buruk dalam berpolitik. ’’Sehingga tidak bersifat siapa dapat apa dan bagaimana caranya,’’ imbuhnya.
Perspektif itu diperlukan agar persoalan bangsa bisa diselesaikan. Haedar mengakui, masih banyak problem yang membelenggu masyarakat. Khususnya terkait ekonomi. ’’Kontestasi politik ke depan agar tidak sekadar bagi-bagi kekuasaan. Tapi, yang paling penting, Indonesia dengan rakyatnya yang 271 juta ini mau diapakan agar lebih sejahtera,’’ terangnya. Sebagai kekuatan keagamaan, NU dan Muhammadiyah punya panggilan moral untuk mendorong hal tersebut.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengamini itu. Saat ini, lanjut dia, belum banyak gagasan besar yang disampaikan calon pemimpin. Yang dominan hanya kasak-kusuk kepentingan politik. ’’Kita butuh mendengar lebih banyak tentang visi dan agenda bangsa,’’ ucap Gus Yahya, sapaannya.
Dia menambahkan, politik bermoral dan adu gagasan sangat dibutuhkan. Supaya tidak ada ruang bagi politik identitas yang memecah belah. Dia menegaskan, NU dan Muhammadiyah siap memberi keteladanan dan komitmen untuk mengingatkan para elite politik.
Demi menghindari politik identitas, Gus Yahya bahkan melarang entitas politik mana pun untuk membawa-bawa nama NU dalam kampanyenya. Dia tidak ingin NU diasosiasikan dengan kelompok politik tertentu.
Bagi kader NU yang maju dalam kontestasi, Gus Yahya mengimbau agar menonjolkan gagasan dan prestasinya sendiri. Tanpa perlu memanfaatkan identitas NU. ’’Jangan mengandalkan asal NU-nya saja,’’ tuturnya.
Dalam pertemuan kemarin, dua ormas itu sepakat untuk memperkuat silaturahmi dan menjajaki kerja sama di berbagai bidang. Gus Yahya mengakui, ada banyak hal yang bisa dikerjakan bersama terkait dengan kepentingan umat. Bagi NU, ada sejumlah keunggulan Muhammadiyah yang bisa dipelajari dan dibutuhkan jajarannya. ’’Seperti pengelolaan lembaga layanan, penataan organisasi, dan sebagainya,’’ ungkapnya.
Di sisi lain, kesepakatan sikap PBNU dan PP Muhammadiyah soal Pemilu 2024 mendapat respons positif dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Dia mengatakan, Pemilu 2024 bukan hanya urusan parpol semata. ’’Juga ada kelompok strategis masyarakat, terutama ormas-ormas,’’ katanya. Ma’ruf menuturkan, kesepahaman bahwa Pemilu 2024 harus steril dari polarisasi seharusnya juga menjadi sikap ormas lainnya. Dia berharap, ormas-ormas keagamaan lainnya juga menggelar pertemuan lintas ormas.
Menurut Ma’ruf, kesepakatan mencegah polarisasi dalam pemilu sangat penting. ’’Supaya tidak ada pembelahan masyarakat,’’ paparnya. Ormas-ormas strategis juga memiliki peran untuk menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat. (far/wan/c18/oni/jpg/er/k8)