Otorita IKN menyatakan, proyek penanganan banjir di kawasan Sungai Sepaku akan ditunda sampai sengketa rampung. Termasuk memastikan koordinasi dengan warga adat Suku Balik beres.
BALIKPAPAN-Banjir yang merendam beberapa desa dan kelurahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pekan lalu, dikhawatirkan menjadi legitimasi pemerintah untuk menyingkirkan permukiman penduduk yang masuk kawasan perencanaan pengendalian banjir. Untuk diketahui, hingga saat ini masih ada permukiman, termasuk masyarakat adat Suku Balik di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, yang menetap di sekitar perencanaan pembangunan infrastruktur pendukung IKN. Seperti Intake Sepaku.
Dalam diskusi virtual “Membaca Makna Banjir Sepaku dan IKN” yang digelar Rabu (22/3), Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda Fathul Huda Wiyashadi mengungkapkan, bisa saja persoalan banjir mengorbankan keberadaan masyarakat Suku Balik. Menurutnya, dalam perencanaan pemerintah, akan ada penggusuran satu kelurahan untuk kegiatan pembangunan Intake Sepaku. “Sebelumnya mengambil beberapa meter pinggiran sungai, namun pada kenyataannya menggusur permukiman Suku Balik,” katanya.
Hal sama juga dialami masyarakat eks transmigrasi di Kecamatan Sepaku. Dikatakan Fathul, masyarakat tersebut tidak mau menyerahkan lahannya untuk pembangunan Intake Sepaku. Akibatnya mereka mengalami intimidasi. Masyarakat menolak karena harga yang ditawarkan pemerintah tidak sesuai harga pasar. “Bayangkan harga tanah di sana, sudah melambung tinggi. Kalau saya tanya sekitar Rp 3-4 juta per meternya. Yang dekat dengan KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan). Sementara pemerintah menggantinya Rp 150-250 ribu per meter. Kalau mereka melepas, ya beneran ganti rugi. Bukan ganti untung,” terangnya.
Dia menuturkan, jika melihat kondisi banjir yang terjadi pekan lalu di Kecamatan Sepaku, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perencanaan yang baik dalam proses konstruksi pembangunan IKN. Mengakibatkan tuntutan masyarakat Sepaku kini semakin banyak. Selain memperjuangkan hak mereka terkait pembebasan lahan, juga menuntut agar jalanan yang biasa mereka lintasi dibersihkan dari lumpur akibat pengupasan lahan pembangunan IKN.
“Lumpurnya lari ke jalan. Meskipun sudah dicor dan sudah lebih baik. Tetapi untuk sekarang, itu kondisinya berlumpur,” ungkapnya. LBH Samarinda pun merencanakan pendampingan kepada masyarakat Sepaku. Dengan cara itu, Fathul berharap masyarakat paham atas haknya. Mengingat tim appraisal yang mengurus pembebasan lahan, disebut Fathul, menyampaikan ke warga jika tidak ada ganti rugi bentuk lain. Hanya ada dalam bentuk uang. Padahal pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, ganti kerugian selain dalam bentuk uang, juga bisa dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
“Dan ketika pembayaran, ada beberapa warga bercerita dipanggil satu per satu masuk ke ruangan, dikasih amplop. Kalau tidak mau terima, maka bisa ke pengadilan. Dengan biaya sendiri. Di dalam ruangan itu ada polsek, lurah, dan koramil,” ungkap Fathul. Di forum yang sama, Direktur Advokasi Hukum dan Kebijakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengatakan, pemenuhan kebutuhan masyarakat adat maupun masyarakat lokal, termasuk memastikan mitigasi terhadap kemungkinan bencana banjir, belum terlihat sejauh ini.
Sejak awal, sambung dia, pemerintah dituding tidak memerhatikan perlindungan lingkungan hidup. Khususnya ekosistem daerah aliran sungai atau DAS. “Tiga hari lalu saya bertemu dengan salah satu kepala adat di PPU. Dan saya bertanya apakah memang di sana sering terjadi banjir. Dan beliau menyampaikan bahwa benar sering terjadi banjir. Tapi tidak separah ini. Kalau dulu sebelum proses pembangunan IKN, biasanya cepat surut. Dan sekarang butuh waktu yang lebih lama,” ungkapnya menirukan keterangan salah seorang kepala adat di Sepaku.
Tanggapan Otorita IKN
Sementara itu, dalam keterangan resminya, Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin menyatakan, proyek penanganan banjir di kawasan Sungai Sepaku akan ditunda sampai sengketa rampung.
Dia menegaskan, Otorita IKN menjamin tidak akan melaksanakan aktivitas pembangunan proyek sebelum permasalahan dengan warga adat Suku Balik beres. Kesepakatan itu diambil berdasarkan hasil rapat yang digelar Otorita IKN bersama perwakilan masyarakat Suku Balik yang mendiami Kelurahan Sepaku.
“Saya juga harus memberikan jaminan bahwa tidak ada pembangunan yang dilaksanakan di sini sebelum semua masalah di sini selesai,” kata Alimuddin dikutip dari dalam laman resmi IKN kemarin. Menurutnya, protes yang disampaikan oleh warga adat Suku Balik adalah hal yang wajar mengingat mereka telah lama mendiami wilayah tersebut. Namun, menurut pengakuan Alimuddin, tidak ada penolakan satu pun dari warga ada Suku Balik terkait keberadaan IKN. Oleh karena itu, ia menjamin Otorita IKN akan tetap mempertahankan nama Sungai Sepaku sesuai permintaan warga, sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah untuk melestarikan adat.
“Masyarakat itu tidak ada satu pun yang menolak IKN. Tidak menolak IKN, hanya saja mereka hanya meminta nama sungainya tidak diubah. Tidak akan diubah, wong namanya nama sungai itu kan sudah tertera di peta dunia,” katanya. Alimuddin menyatakan pihaknya berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan komunikasi mendalam dengan warga adat, terutama terkait latar belakang mengapa proyek tersebut diadakan. “Ketika proyek pencegahan banjir itu dibangun, aspek pertama yang harus kita pahami adalah aspek keselamatan jiwa. Aspek ketersediaan sumber air dan lain-lain,” jelas Alimuddin. “Kita kan bisa lihat di Jakarta, daerah-daerah banjir itu adalah rumah yang ada di bantaran sungai. Nah, kita kan tidak mau belajar dari situ,” imbuhnya.
Sebelumnya, Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya mengungkapkan, pihaknya telah mengidentifikasi penyebab banjir di wilayah Nusantara pada 17 Maret lalu. Penyebabnya adalah hujan yang terjadi di bagian hulu dan adanya gorong-gorong yang tidak optimal. Sehingga meningkatnya aliran permukaan, lalu ada faktor erosi, kemudian sedimentasi dan pendangkalan sungai.
Karena itu, Otorita IKN bersama pemangku kepentingan lainnya sedang membangun infrastruktur untuk mengatasi banjir di kawasan sekitar IKN, khususnya Kelurahan Sepaku. Dia melanjutkan, dari pertemuan dengan para pihak, telah disiapkan rencana penanganan jangka pendek tiga bulan ke depan, menengah sedang, akhir tahun, dan jangka panjang dalam pencegahan dan penanggulangan banjir.
“OIKN akan terus berkomitmen dalam memerhatikan risiko dan penanggulangan bencana termasuk banjir di wilayah-wilayah yang terkena, termasuk di Kelurahan Sepaku. Semua upaya akan terus dilakukan untuk meminimalisir dampak bencana yang terjadi dan menjaga keselamatan masyarakat,” sebut Jaka Santos. (kip/riz/k16)