Oleh:
MH Zidni KR
Dosen FEB Universitas Mulawarman
Bonus demografi adalah suatu masa yang terjadi saat suatu negara/wilayah proporsi penduduk produktifnya (rentang usia 15–64 tahun) lebih besar, yang ditandai dengan melimpahnya jumlah usia kerja produktif, apabila berhasil dikelola dengan baik akan menguntungkan dari sisi pembangunan, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
BERDASARKAN data sensus penduduk Badan Pusat Statistik 2020, Kaltim saat ini sedang mengalami fase awal bonus demografi, dengan 70,28 persen penduduknya masih berada pada rentang usia produktif. Mengapa dianggap sebagai bonus? Ini karena hanya terjadi sekali dalam seumur sejarah sebuah bangsa dan akan terjadi lagi pada waktu yang sangat lama setelahnya.
Kaltim berdasarkan data BPS perbandingan antara penduduk usia nonproduktif (usia <15 dan usia 64 tahun ke atas), telah mengalami bonus demografi pada fase awal sejak 2010, Provinsi Kaltim merupakan satu dari sembilan provinsi yang mulai mengalami fase awal bonus demografi sejak 2010, angka penduduk usia produktif tersebut ditopang dengan statistik kualitas SDM Provinsi Kaltim yang dihitung berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM) pada 2019 yang dirilis oleh BPS, angka menunjukkan IPM Kaltim merupakan ketiga terbesar setelah DKI Jakarta dan DI Jogjakarta yakni sebesar 76,61, angka tersebut termasuk kategori “tinggi”.
Bonus demografi diperkirakan mencapai puncaknya pada 2025–2035. Sebuah masa emas kependudukan yang diharapkan akan menjadi pintu menuju kesejahteraan Provinsi Kaltim, pada masa itu seharusnya produktivitas semakin tinggi yang diikuti dengan peningkatan penciptaan lapangan kerja, dalam menghadapi bonus demografi ini kita harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, keterampilan, dan lain-lain.
Jepang pernah mengalami bonus demografi pada 1950, masa itu berhasil membuat Jepang melesat menjadi negara dengan kekuatan ekonomi tertinggi ketiga di dunia pada dekade 70-an, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Jepang berhasil mempersiapkan para pemuda untuk menghadapi era bonus demografi dengan memperbaiki sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor ketenagakerjaan dan memperkecil angka pemuda putus asa.
Selain jepang kita bisa melihat Korea Selatan yang mengalami fase awal bonus demografi pada 1988, Korea Selatan juga memanfaatkan bonus demografinya yaitu dengan strategi capital intelectual dengan mengirim para pemuda untuk belajar di luar negeri, saat ini kita bisa melihat sendiri bagaimana Korea Selatan berhasil mengelola bonus demografi dengan baik sehingga melahirkan “budaya” K-pop yang mendunia.
Jika kita bisa memanfaatkan momentum ini dengan baik, Bloomberg memproyeksikan Indonesia diperkirakan akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan AS. Momentum bonus demografi ini seharusnya bisa membawa Indonesia lebih maju dari Korea Selatan dan Jepang karena jumlah bonus demografi di Indonesia jauh lebih banyak dari kedua negara tersebut, keadaan ini bisa menjadi berkah jika kita mampu mempersiapkannya dengan baik, di satu sisi bisa menjadi musibah ketika lapangan kerja tidak tersedia, maka akan terjadi peningkatan angka pengangguran. Kasus seperti itu terjadi Afrika Selatan yang gagal memanfaatkan momentum bonus demografi, terjadi ketidakcocokan antara tingkat pertumbuhan angkatan dan pertumbuhan lapangan pekerjaan.
Hal itu karena adanya perbedaan kemampuan atau skill yang dibutuhkan oleh dunia kerja dengan yang ditawarkan oleh pekerja. Dengan kata lain terjadi kegagalan dunia pendidikan dalam menyinkronkan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. akibatnya sekitar 53 persen generasi milenial di Afrika Selatan menganggur karena tidak terserap pasar tenaga kerja. Hal itu memicu angka kriminalitas yang kian tinggi di Afrika Selatan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia khususnya Kaltim yang sampai saat ini diperkirakan memiliki modal SDM yang sama dengan Jepang pada 1950-an. Apakah Kaltim mampu memanfaatkan bonus demografi ini? Pertanyaan kritis ini harus ada dalam pikiran kita semua. Pertanyaan ini hanya bisa terjawab nanti saat puncak bonus demografi terjadi, yang harus kita fokuskan pada saat ini adalah mempersiapkan diri, di sisi lain ini adalah sebuah tantangan besar bagi lembaga pendidikan yang harus mampu beradaptasi dengan cepatnya perubahan pada era Industri 4.0 dan society 5.0, karena pada era disrupsi ini semakin banyak pekerjaan yang akan digantikan oleh mesin dan kecerdasan buatan.
Meskipun di sisi lain banyak pekerjaan baru yang tercipta, terlebih Kaltim akan menjadi IKN yang mengundang tenaga kerja dari seluruh Indonesia bahkan global untuk bersaing di tanah ini, maka untuk menghadapi perubahan tersebut dibutuhkan daya kompetensi dan keahlian baru yang seharusnya bisa didapat melalui sistem pendidikan. pemerintah sebagai regulator harus terus meningkatkan investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan, memperluas partisipasi kerja, dan mengupayakan pemerataan persebaran penduduk agar pendidikan tidak hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. (***/rdh/k8)