Ada dua opsi diberikan pemerintah kepada pengembang perumahan yang belum melaksanakan kewajiban pembangunan hunian berimbang di Indonesia. Berinvestasi di IKN atau membayar dana konversi pemenuhan hunian berimbang.
BALIKPAPAN-Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kaltim menjadi ajang “bayar utang” bagi pengembang yang selama ini belum memenuhi kewajiban hunian berimbang. Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 12/2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN.
Pada Pasal 25 ayat 1 PP 12/2023 menyebutkan, untuk mempercepat pembangunan dan penyediaan perumahan/kawasan permukiman bagi masyarakat di IKN, pelaku usaha di bidang perumahan dan kawasan permukiman yang belum dapat memenuhi kewajiban hunian berimbang di wilayah lain, dapat dilaksanakan di wilayah IKN. Caranya, pengembang mengajukan permohonan kepada kepala Otorita IKN.
Selanjutnya, ada dua opsi yang kemudian diberikan Otorita IKN.
Yakni melaksanakan pembangunan hunian berimbang atau membayar dana konversi pemenuhan hunian berimbang. Untuk diketahui, ketentuan hunian berimbang mewajibkan setiap pengembang properti untuk membangun rumah tapak atau rumah susun murah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kebijakan itu diatur dalam PP 12/2021. Pada Pasal 21 huruf f beleid tersebut dijelaskan bahwa, hunian berimbang merupakan pembangunan perumahan skala besar yang terdiri dari satu rumah mewah, berbanding paling dua rumah menengah, dan berbanding paling sedikit tiga rumah
sederhana. Poin selanjutnya, pembangunan perumahan selain skala besar
terdiri satu rumah mewah berbanding paling sedikit dua rumah menengah,
dan berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana.
Lalu, satu rumah mewah berbanding paling sedikit tiga rumah sederhana, atau dua rumah menengah berbanding paling sedikit 3 rumah sederhana. Rumah tersebut wajib dibangun dalam satu hamparan atau tidak dalam satu hamparan tetapi pada satu wilayah kabupaten atau kota. Terdapat lima sanksi yang diberikan pemerintah terhadap pengembang yang mengabaikan penyediaan hunian berimbang.
Mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, pembekuan PBG, pembekuan perizinan berusaha, dan pencabutan perizinan berusaha. Melalui kebijakan hunian berimbang, diharapkan membuka peluang masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah layak huni.
Terkait keringanan tersebut yang diatur dalam PP 12/2023, Kepala Otorita IKN Bambang Susantono dalam keterangan resminya mengungkapkan, peraturan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian, kesempatan, dan partisipasi yang lebih besar bagi pelaku usaha untuk mempercepat pembangunan IKN.
Sejauh ini, ada 10 investor di sektor perumahan yang disebut siap berinvestasi. Salah satunya PT Summarecon Agung. Dalam resmi perusahaan, saat ini, Summarecon mengembangkan delapan proyek pembangunan kota terpadu. Yaitu kawasan Summarecon Kelapa Gading, Summarecon Serpong, Summarecon Bekasi, Summarecon Bandung, Summarecon Emerald Karawang,Summarecon Mutiara Makassar, Summarecon Bogor, dan Summarecon Crown Gading.
Selain, PT Summarecon Agung, perusahaan lain yang diumumkan Otorita IKN sudah mendapat izin prinsip pelaksanaan adalah konsorsium CCFG Corp-PT Risjadson Brunsfield Nusantara (CCFG-RBN), dan Korea Land and Housing Corporation (KLHC). Perusahaan itu akan menggarap konstruksi perumahan, air, telekomunikasi, hingga pengolahan limbah.
Penertiban Bangunan Ilegal
Pada bagian lain, operasi penertiban bangunan tanpa izin di IKN akan dilaksanakan setelah Lebaran. Otorita IKN akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu di wilayah Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi mengatakan, penertiban bangunan tak berizin akan dilakukan di Desa Bumi Harapan, Kelurahan Pemaluan, dan Desa Bukit Raya di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) yang merupakan KIPP IKN.
Operasi penertiban akan melibatkan personel Satpol PP PPU, Polres PPU, serta Kodim 0913/PPU. “Kami akan turun sama-sama, supaya tidak ada konflik. Agar di IKN bisa tertib administrasinya. Bisa tertata dengan baik, karena pola ruangnya sudah diatur. Jangan sampai wilayah bisnis, ternyata dijadikan permukiman masyarakat,” terang Thomas. Selain bangunan permanen yang tak memiliki izin, keberadaan batching plant atau tempat produksi ready mix (beton curah siap pakai) juga menjadi perhatian Otorita IKN.
Masyarakat sebelumnya mengeluhkan keberadaan batching plant di KIPP IKN yang dinilai mengganggu aktivitas. Karena menimbulkan debu dan kepadatan kendaraan di sekitar area batching plant. Belum lagi kemacetan lalu lintas pada jalan nasional KIPP. “Itu akan kami diskusikan secapatnya seperti apa penanganannaya. Makanya akan kami bahas keberadaan batching plant ini, dengan Kementerian PUPR. Apakah perlu kami tata di dalam KIPP. Karena sudah terlanjur dibangun,” katanya. Dia juga menjelaskan keberadaan batching plant tersebut, pada prinsipnya, merupakan bangunan sementara. Bukan bangunan permanen, seperti yang dibangun masyarakat. Keberadaannya untuk mendukung pembangunan IKN. “Jadi sifatnya sementara, bukan permanen,” tandas Thomas. (riz)
Muhammad Rizki
[email protected]
Rikip Agustani
[email protected]