ROMDANI
Pemimpin Redaksi
[email protected]
IRWAN Fecho gemas melihat ketegasan pemerintah. Terutama pemerintah daerah. Kunjungannya ke Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara (Kukar) bikin ngelus dada. Jalanan rusak begitu mudah ditemukan. Itu belum lagi ke jalan poros Kukar-Kutai Barat. Masih banyak titik lubang di jalan.
Jalan rusak itu banyak yang jadi pemicu. Bisa jadi minim perawatan. Tapi, yang paling pasti adalah adanya hauling batu bara di jalan umum. Truk-truk seperti konvoi setiap malam. “Saya yang melihat seram,” kata anggota Komisi V DPR itu kala diskusi dengan awak Redaksi Kaltim Post di Gedung Biru Balikpapan, Senin (6/3).
Wakil rakyat asal Kaltim itu menyebut, kecelakaan kerap terjadi. Sudah banyak nyawa melayang ditabrak truk pengangkut batu bara. Iring-iringan truk pengangkut emas hitam itu begitu membahayakan bagi pengendara lain.
Truk diketahui mengangkut batu bara dengan kapasitas di atas 8 ton. Sementara, jalan nasional yang dilintasi masih kelas III. Dengan kata lain, kapasitas terberat kendaraan adalah 8 ton. Bila berat melebihi itu, maka akan berdampak lain. Yakni jalan akan cepat rusak sebelum masanya. Dan itu sudah terjadi. Bahkan, hampir di sebagian besar jalan nasional.
Bahkan Irwan miris, dengan adanya sebagian orang yang mencoba memviralkan konvoi angkutan batu bara tersebut. Mereka bangga bisa viral. Dengan harapan, jalan yang rusak bisa segera diperbaiki. “Ini ‘kan jadi terlihat aneh. Mestinya tindak itu yang viral. Larang gunakan jalan nasional untuk hauling batu bara,” tegasnya.
Padahal, provinsi ini memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu bara dan Kelapa Sawit. Dalam regulasi itu, juga tegas melarang angkutan batu bara melintas di jalan umum. Kecuali, batu bara yang sudah dikemas dan diangkut truk peti kemas.
Selain Kota Bangun, kondisi serupa juga terjadi di Desa Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kukar. Jalan poros Samarinda-Bontang rusak parah. Truk pengangkut batu bara diduga jadi penyebab utama. “Tapi, sekarang sudah diperbaiki. Persoalan jalan selesai,” ucapnya.
Di saat persoalan jalan selesai. Tapi, tidak dengan pengawasan. Apakah jalan tersebut akan bebas dari hauling batu bara. Apalagi jalannya mulus. Sudah dicor beton. Juga punya kapasitas di atas 8 ton. Atau justru, keberadaan jalan kelas I itu memuluskan rencana pengusaha menggunakan jalan umum. Demi kepentingan hauling batu bara.
Sekuat-kuatnya jalan itu. Tapi, bila terus-menerus dilintasi oleh kendaraan yang bukan peruntukan, maka jalan akan lebih cepat rusak. Apalagi, punya beban melebihi kekuatan jalan.
Pemandangan serupa juga terjadi di Balikpapan. Ada truk pengangkut batu bara yang melintasi jalan nasional. Mereka dari Samboja, Kukar. Emas hitam diangkut ke Terminal Peti Kemas (TPK) Kariangau. Ada juga yang ke kawasan Kariangau, tak jauh dari Pelabuhan Feri Kariangau. Truk-truk tersebut melintas di jalan provinsi dan jalan nasional. Walau ada yang lewat Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Tapi, muaranya tetap ke jalan umum.
Kini, wakil rakyat sudah turun. Pemprov Kaltim juga sudah memiliki perda larangan hauling batu bara di jalan umum. Panitia khusus di legislatif juga sudah dibentuk. Lantas, siapa yang menegakkan aturan itu? Agar jalan-jalan umum di Kaltim bisa terbebas dari hauling batu bara. Sehingga, panjang usianya. (rom/k15)