JAKARTA - Pengembangan sektor riil merupakan mandat terpenting bagi lembaga keuangan syariah. Menghubungkan best practice keuangan Islam serta memberikan inovasi terhadap sektor bisnis untuk menciptakan dampak yang lebih besar. Khususnya, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sangat mendukung agenda nasional itu.
Menginjak usia 2 tahun pada 1 Februari tahun ini, BSI mengambil inisiatif dan memimpin pengembangan pasar syariah di Indonesia. Tercermin dalam kenaikan pertumbuhan bisnis sepanjang 2022 yang mampu meraih laba sebesar Rp 4,26 triliun dan aset mencapai Rp 305,73 triliun. Dari sisi pembiayaan juga mengalami pertumbuhan 21 persen senilai Rp 207,7 triliun dengan rasio pembiayaan bermasalah alias non-performing finance (NPF) gross di level 2,42 persen.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menuturkan, porsi pembiayaan 70 persen disumbang segmen ritel dan 30 persen dari wholesale. Dia berharap, porsi pembiayaan wholesale bisa ditingkatkan menjadi 35 persen. Dengan mengincar sektor kesehatan, telekomunikasi, dan pembiayaan sindikasi.
Per Desember 2022, pembiayaan wholesale tumbuh 15,80 persen year-on-year (YoY) senilai Rp 57,18 triliun. Sedangkan pembiayaan sindikasi sebesar Rp 45 triliun atau tumbuh 13,44 persen YoY. Pencapaian tersebut mencerminkan tingginya kepercayaan dunia usaha, lembaga keuangan lokal, dan internasional terhadap BSI untuk terlibat dalam pembiayaan sindikasi yang dilakukan.
Hery berharap, melalui BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 dapat memperkuat peran bank syariah sebagai katalis ekonomi di tanah air. Melalui kelolaan pendanaan, pembiayaan wholesale, maupun kelolaan aset nasabah melalui wealth management sesuai prinsip syariah. Hal ini akan memungkinkan perbankan dan keuangan Islam di Indonesia untuk mendiversifikasi spesialisasinya.
“Dari personal banking menuju kolaborasi wholesale dan retail banking sebagai sumber pertumbuhan baru. Visibilitas dan peningkatan syariah dalam sindikasi, produk terstruktur dan perbankan transaksi sangat dibutuhkan,” kata Hery dalam pidatonya, (15/2).
BSI GIFS 2023 juga menjadi upaya dalam mewujudkan harapan Presiden RI Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai episentrum baru global islamic finance. Mengingat, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah 207 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduknya.
“Pada saat tantangan luar biasa bagi ekonomi global, kita perlu merespons dengan pengetahuan dan inovasi. BSI ingin mendorong terciptanya kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam keuangan Islam,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo memandang, bank syariah terbesar itu harus memiliki bisnis yang berkelanjutan, menjangkau ke seluruh segmen, dan mengembangkan sektor riil. Khususnya dalam menyediakan solusi pembiayaan berbasis syariah yang bisa sejajar dengan perbankan konvensional.
Dia mendorong untuk meningkatkan pembiayaan segmen wholesale. Khususnya sindikasi dan sektor riil. Sebab, pembiayaan melalui skema syariah dinilai cocok dengan pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang digarap pemerintah.
Di Indonesia pembiayaan wholesale dengan skema syariah masih jarang ditemukan. Padahal skema tersebut sudah umum terjadi di negara-negara lainnya. Seperti di Inggris, Uni Emirat Arab, dan Malaysia.
“Struktur syariah sebenarnya paling tepat untuk pembiayaan-pembiayaan infrastruktur atau pembiayaan jangka panjang. Misalnya, jalan tol, kereta api, dan pembangkit listrik,” ungkap pria yang akrab disapa Tiko itu.
Dia mengapresiasi upaya BSI untuk terus meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha, direktur keuangan, maupun investor. Agar mereka paham bahwa struktur syariah cocok untuk pembiayaan pembangunan di sektor-sektor rill.
Selain itu, pembiayaan wholesale memiliki banyak keuntungan. Salah satunya adalah dana pihak jetiga (DPK) yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang. Daripada dana murah yang diperoleh dari ritel.
Dia berharap, BSI mulai terlibat daam pembiayaan sindikasi syariah yang tepat sasaran dalam empat bulan ke depan. Sesuai proyek yang memiliki financial projection jangka panjang dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Tiko, BSI mampu menjadi katalis pertumbuhan perbankan syariah. Bahkan, lebih tinggi daripada perbankan nasional. Tentu diiringi dengan pengembangan produk perbankan syariah yang inovatif dan kompetitif. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri.
Dalam diskusi panel, Guru Besar Hukum dan Keuangan Islam Durham University Prof Habib Ahmed menilai, bank syariah perlu melakukan investasi di sektor infrastruktur untuk pembangunan ekonomi. Sayangnya, bank-bank syariah di Indonesia saat ini masih lebih banyak melakukan investasi di sektor pendidikan dan kesehatan ketimbang infrastruktur.
“Di Indonesia, investasi yang dilakukan bank syariah di sektor infrastruktur masih di angka 2,4 persen. Sementara pendidikan dan kesehatan hampir dua kali lipatnya di angka 4,7 persen. Ini berbanding terbalik dengan negara-negara yang juga memiliki bank syariah di dunia,” tandasnya. (han)