Dugaan korupsi terjadi kurun 2014-2015, ketika PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) meminjamkan sebagian modal usaha miliknya ke anak perusahaannya, PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH).
SAMARINDA–Bau amis rasuah di tubuh badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemprov Kaltim kembali disingkap Korps Adhyaksa Benua Etam. Sebelumnya, pada 3 November 2020, Kejati Kaltim sukses mengungkap penyalahgunaan penyertaan modal pemerintah di PT Agro Kaltim Utama (AKU) yang menyeret Yanuar (direktur Utama) dan Nuriyanto (direktur umum) dari BUMD perkebunan tersebut.
Keduanya bahkan sudah diadili di meja hijau Pengadilan Tipikor Samarinda dengan vonis selama 13 tahun pidana penjara. Upaya hukum tertinggi yang ditempuh kedua petinggi PT AKU itu mental, selepas Mahkamah Agung RI membuat vonis 13 tahun “lengket” dengan menolak kasasi yang diajukan keduanya Medio November 2021. Kali ini, giliran PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) dan anak perusahaannya PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) yang diobok-obok para beskal yang bermarkas di Jalang Bung Tomo, Samarinda Seberang.
Dua tersangka ditetapkan dan langsung ditahan selepas menjalani rangkaian pemeriksaan lebih dari 5 jam di Kejati Kaltim. “Kedua tersangka itu, berinisial HA selaku dirut PT MMPKT dan LA selaku direktur PT MMPH,” ungkap Wakil Kepala Kejati Kaltim Amiek Wulandari dalam konferensi pers yang digelar, kemarin (7/2). HA dan LA menjabat direksi perusahaan pelat merah bidang migas tersebut sepanjang 2013-2017. Dugaan korupsi ini terjadi dalam kurun 2014-2015, ketika PT MMPKT meminjamkan sebagian modal usaha miliknya ke PT MMPH.
Kucuran modal itu ditujukan sebagai investasi usaha dengan tiga bentuk kegiatan. Yakni penyertaan modal di bidang man power supply atau penyediaan tenaga kerja bidang migas di Balikpapan, pembiayaan proyek kawasan business park di Samarinda, dan pembangunan lokakarya atau SPBU di KM 14 Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Namun, ketiga kegiatan itu, lanjut Amiek, berjalan tanpa didukung kajian mumpuni. Dari tak adanya rencana bisnis serta studi kelayakan atau feasibility study (FS), hingga tak pernah tertuang dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) di kedua perusahaan.
“Jadi, investasinya berjalan begitu saja tanpa didukung dasar yang jelas. Tak ada FS dan tak tertera di RKAP,” tuturnya. Sumber modal yang diinvestasikan itu berasal dari APBD Kaltim lewat penyertaan modal, bukan dari dana participating interest (PI) yang didapat dan dikelola PT MMPKT dari Blok Mahakam. Keduanya resmi ditahan selama 20 hari ke depan mengacu pada Pasal 21 Ayat 4 KUHAP untuk mengantisipasi para tersangka menghilangkan barang bukti atau kabur. Masa penahanan masih bisa diperpanjang sekali selama 40 hari.
Kedua tersangka itu, beber mantan kepala Kejaksaan Kediri, Jawa Timur ini, dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diperbarui dalam UU 20/2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Menukil situs Pemprov Kaltim, pada periode 2013-2017, PT MMPKT dipimpin Hazairin Adha selaku dirut dan PT MMPH dipimpin Luki Ahmad selaku direktur. Dilanjutkan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Romulus Haholongan bersama Kepala Seksi Pidana Khusus Kejati Kaltim Indra Timothy, kasus ini mulai dilirik medio 2022 lalu selepas ada laporan masyarakat yang diterima.
Belasan saksi sudah diperiksa sejak tafahus perkara digulirkan. Termasuk, petinggi di beberapa periode jabatan kedua perusahaan pelat merah bidang migas tersebut. Dari kasus ini pula, Kejati Kaltim juga menyita dua bidang tanah yang berada di Samarinda dan Balikpapan. “Dengan penahanan kami masih memeriksa saksi-saksi lain dan tak menutup peluang bisa saja tersangka bertambah,” tegas Romulus. Hasil koordinasi perhitungan kerugian negara dalam ketiga investasi itu dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), terdapat potensi kerugian daerah mencapai Rp 25,2 miliar. “Intinya pendanaan dari PT MMPKT dan pelaksananya PT MMPH,” jelasnya.
Informasi yang dihimpun Kaltim Post dari sumber di internal Pidsus Kejati Kaltim menyebutkan, dua dari tiga kerja sama investasi itu tak pernah berwujud meski fulus sudah mengalir. Yakni proyek business park di Samarinda dan pembangunan lokakarya atau SPBU di KM 14 Loa Janan. “Kedua lahannya masih kosong. Di Loa Janan masih tiang pancang saja, sementara yang di Samarinda malah enggak ada apa-apa. Untuk pengadaan tenaga kerja juga enggak jelas,” beber sumber yang meminta dianonimkan ini.
Kedua lahan itu, lanjut sumber ini, kini disegel Kejati Kaltim. “Kalau mau lihat langsung saja ke lokasi yang di Samarinda berdekatan dengan RS Hermina,” tutupnya. Sebelum kasus ini, Kejati Kaltim juga sempat mengulik korupsi migas di PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), BUMD milik Pemkab Kutai Kartanegara. Dalam kasus yang merugikan daerah sebesar Rp 50 miliar itu, eks Dirut MGRM Iwan Ratman jadi pesakitan dalam kasus korupsi pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di tiga lokasi.
Yaitu Cirebon (Jawa Barat), serta Balikpapan dan Samboja di Kaltim. Proyek itu dikerjasamakan ke PT Petro TNC Internasional yang ternyata milik Iwan Ratman sendiri. Hingga perkara bergulir di pengadilan, proyek itu tak pernah kunjung ada. Di Pengadilan Tipikor Samarinda Iwan Ratman diadili selama 14 tahun pidana penjara. Vonis yang juga lengket hingga perkara ini berakhir di MA pada 24 Mei 2022. (riz/k15)
ROOBAYU
[email protected]