PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) diterpa angin korupsi selepas mantan dirutnya ditahan Kejati Kaltim. Semua bermula ketika kerja sama investasi dengan anak perusahaan yang berujung proyek bodong alias kosong tanpa kegiatan meski fulus daerah sudah mengalir. Ditemui di kantornya, Dirut PT MMPKT periode 2021–2024 Edi Kurniawan mengaku menghormati langkah hukum yang ada. Pihaknya memang sudah mengetahui adanya upaya Kejati Kaltim menyidik dugaan korupsi di tubuh perusahaan pelat merah bidang migas tersebut.
“Semula dari permintaan kami pendampingan hukum ke Kejati (Kejati Kaltim) untuk penagihan piutang,” akunya dikonfirmasi, kemarin (7/2). Dari koordinasi ke bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Kaltim pada 2022, MMPKT meminta bantuan penagihan serta pengevaluasian tunggakan pajak tahun 2016 dengan nilai yang teramat bengkak, mencapai Rp 7,7 miliar. “Saat itu minta bantuan karena tunggakan pajak dan piutang itu membuat aset MMPKT disita dan rekening perusahaan dibekukan sementara oleh bank,” lanjutnya menjelaskan. Dari situ, pihaknya mengikuti arahan termasuk dokumen-dokumen terkait piutang dan pajak tersebut.
Selain itu, ada pencocokan data piutang dan pajak dengan temuan-temuan BPK RI. Pendampingan berjalan, dirinya baru tahu jika ada potensi penyimpangan. Edi mengaku baru mengetahui jika kasus ini mulai diusut kejaksaan ketika direksi periode 2021–2024 dimintai keterangan di tahun yang sama. Saat dimintai keterangan itulah dia mengetahui detail kasus. Menurut kejaksaan, terdapat kejanggalan yang terindikasi korupsi. “Meski bukan di masa jabatan saja, kami tetap menghormati proses yang ada,” tegasnya. Ketiga proyek yang dimaksud kejaksaan dalam rasuah ini, yakni man power supply, business park, dan lokakarya atau warehouse di Km 14, Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, pun dijelaskannya.
Untuk lokakarya misalnya, lahan yang dijadikan areal pembangunan bukan aset pribadi milik MMPKT. Melainkan lahan milik pemprov yang disewa perusda migas pengelola dana participating interest tersebut. Setahu dia, MMPKT di periode sebelumnya, memang sempat menginvestasikan dana senilai Rp 4 miliar di sana. Namun tak lagi diperpanjang karena kajian bisnis yang ada untuk program itu tak lagi ideal di masa kini. “Di sana itu dulu rencananya jadi tempat penyimpanan oli dan beberapa material migas lain. Karena belum ada kajian bisnis jadi kami hold dulu,” katanya.
Untuk business park yang lokasinya di Jalan Teuku Umar, Karang Asam Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda, sejak 2014, masih ada piutang yang menggantung dalam proyek tersebut. Jika dikalkulasikan dengan nilai bagi hasil usaha mencapai Rp 19 miliar. Nah, nasib sama juga terjadi dengan program man power supply. Berujung piutang seperti kedua proyek yang ada. Nilainya mencapai Rp 11 miliar. “Itu kerja sama dengan perusahaan migas dalam penyediaan tenaga kerja. Memang alokasi dananya dari MMPKT. Tapi pelaksana yang menjalankan ketiga itu PT MMPH, anak usaha kami,” jelasnya. Ketiga proyek itu juga menjadi permohonan pendampingan yang diajukan PT MMPKT untuk ditagihkan piutangnya ke Kejati Kaltim lewat bidang Datun. (riz/k8)
ROOBAYU
[email protected]