SANGATTA – Proses seleksi tenaga ahli untuk alat kelengkapan dewan dan fraksi di DPRD Kutim dituding tidak transparan dan profesional. Akibatnya, panitia seleksi yang dipimpin Prof Juraemi yang merupakan ketua Sekolah Tinggi Pertanian (Stiper) Kutim akan dilaporkan ke polisi dan digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan itu dilayangkan salah satu peserta, Firmansyah. Menurutnya, terdapat banyak kejanggalan pada saat proses seleksi. Di antaranya, batas waktu penutupan pendaftaran, di mana dirinya mengantarkan berkas hari terakhir, 12 Desember 2022 pukul 15.00 dengan nomor registrasi peserta yang telah mendaftar 23.
“Dengan kata lain, saya peserta terakhir yang mengantar berkas lamaran. Kemudian, diinformasikan tes tertulis dilaksanakan pada 15 Desember. Faktanya, tes tertulis dan wawancara dilaksanakan pansel pada 22 Desember. Jumlah peserta juga bertambah menjadi 28,” katanya, Selasa (7/2).
Namun pada saat tes tertulis, ada peserta yang tidak mengikuti tes. Bahkan, peserta tersebut hanya mengikuti tes wawancara yang berlangsung sehari setelah tes tertulis dilakukan. Meski hanya mengikuti satu tes saja, peserta tersebut dinyatakan lulus oleh pansel.
“Ketika dikonfirmasi sama Pak Sekwan (Juliansyah), memang benar peserta itu tidak ikut tes tertulis. Peserta itu adalah peserta susulan,” bebernya.
Selain itu, persyaratan yang umumkan pansel bahwa syarat wajib tenaga ahli minimal berpendidikan S-1. Menyerahkan pengalaman kerja, menguasai tugas pokok dan fungsi dari fraksi. Sedangkan beberapa peserta yang dinyatakan lulus diduga tidak memiliki pengalaman kerja sebagai tenaga ahli.
“Padahal persyaratannya kan wajib, kok biasa lulus. Walaupun dengan adanya peserta yang tidak memiliki pengalaman sebagai tenaga ahli dinyatakan lulus, pansel harus terbuka menyampaikan kriteria penilaian sehingga dinyatakan lulus,” terangnya.
Adapun mengenai kriteria penilaian hasil tes juga tidak pernah disampaikan pansel ataupun pihak akademisi yang melakukan seleksi. Bahkan, hasil atau pengumuman seleksi disampaikan kepada peserta pada 30 Januari lalu, tapi dalam surat keterangan hasil tertanggal 10 Januari dan tertera dalam surat nilai dan surat keputusan terlampir nyatanya tidak ada.
“Ketika dikonfirmasi, sampai 6 Februari belum juga diberikan pansel. Sedangkan info yang beredar, lampiran SK (surat keputusan) dikeluarkan pada 11 Januari lalu. Tentu sangat janggal. Ada jeda kurang lebih 20 hari. Diduga SK dan surat keterangan lulus peserta dibuat tanggal mundur oleh pansel,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Sekwan DPRD Kutim Juliansyah menegaskan, seleksi tenaga ahli sudah menjadi keputusan. Bahkan, berdasarkan hasil seleksi staf ahli sendiri. “Kami hanya menerima hasil penilaian dari panitia seleksi. Setelah itu, kami mengeluarkan SK berdasarkan hasil pansel itu,” terangnya.
Terkait adanya rencana gugatan di PTUN dan APH, dia menganggap itu menjadi hak yang bersangkutan. “Yang jelas, kami hanya menerbitkan SK berdasarkan hasil dari pansel,” tutupnya. (dq/ind/k15)