Penangkapan ikan secara ilegal masih marak terjadi di perairan Kaltim. Lokasi penangkapan ini masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia di Perairan Darat (WPP PD) 436.
BALIKPAPAN–Tim operasi Ditpolair Polda Kaltim kembali mengamankan pelaku penangkapan ikan menggunakan alat tangkap yang merusak di Sungai Segah, Berau, Minggu (29/1) lalu.
Pelaku berinisial SRY diduga melakukan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap merusak dengan setrum. Kapal tanpa nama yang digunakan pelaku untuk menangkap ikan diamankan sebagai barang bukti. Bersama 1 mesin ketinting, 2 aki, 1 serok ikan, beserta ikan hasil tangkapan dengan berat sekitar 2 kilogram. “Saat ini masih dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh Ditpolair Polda Kaltim dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim,” kata Kepala Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Balikpapan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hamzah Kharisma kepada Kaltim Post, kemarin.
Atas perilakunya itu, SRY pun disangkakan melanggar Pasal 100B Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp 1,2 miliar. “Ini kasus pertama tahun ini. Kalau selama tahun 2022, ada 3 kasus penangkapan ikan secara ilegal,” tutup dia. Pada 2022, tercatat ada 3 kasus penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di Kaltim. Dua kasus berada di Berau, dan satu kasus di Kubar.
Kasus pertama terjadi pada 26 Januari 2022 di Perairan Tanjung Batu, Kecamatan Pulau Derawan, Berau. Satuan Polair Polres Berau menangkap seorang warga bernama Sudi dengan barang bukti ikan tangkapan seberat 80 kilogram. Sudi pun diputus bersalah pada 14 Maret 2022. Dia dipidana penjara selama 8 bulan dan denda Rp 5 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan 14 hari penjara. Selanjutnya, pada 9 Maret 2022 Satuan Polair Polda Kaltim menangkap seorang warga bernama Saharuddin di Perairan Pulau Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Berau. Dia diduga melakukan penangkapan ikan dengan bom. Saat ditangkap, di kapal Saharuddin ditemukan 10 botol kaca bahan peledak atau bom ikan, 3 botol plastik 1,5 liter bahan peledak, 6 botol plastik 600 ml bahan peledak, dan 33 detonator atau sumbu.
Majelis hakim PN Tanjung Redeb menyatakan, Saharuddin bersalah pada 28 April 2022. Dia divonis pidana penjara waktu tertentu selama 5 bulan 15 hari. Dan pidana denda Rp 1 juta. Dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 10 hari. Kasus ketiga, pada 29 September 2022. Satpolair Polres Kubar mengamankan Santri, yang diduga melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan aki, inverter atau kumparan dan tombak yang sudah dimodifikasi. Metodenya dengan memasang kabel atau kawat yang akan dicelupkan ke perairan atau sungai yang diyakini terdapat ikan.
Pada saat mencelupkan tombak yang sudah dimodifikasi tersebut, ikan yang ada di sekitar perairan akan tersengat listrik. Dan pingsan ataupun mati, sehingga menjadi terapung di permukaan air. Dari pelaku, diamankan ikan hasil tangkapan seberat 16,4 kilogram. Santri dijerat dengan Pasal 100B UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pendaftaran perkara atas kasus ini telah dilakukan pada 11 Januari 2023. Dan sidang pertama telah dimulai pada 16 Januari 2023 di PN Kubar. Selanjutnya sidang kedua dijadwalkan pada 13 Februari 2023.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Irhan Hukmaidy mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait larangan penangkapan ikan secara ilegal. Termasuk dengan menggunakan setrum ikan, yang disinyalir sudah sering dilakukan. “Masyarakat sebenarnya sudah mengetahui kerugiannya. Bahkan antar-warga juga diminta untuk saling mengingatkan soal larangan tersebut,” katanya. Dia melanjutkan,
penangkapan ikan menggunakan setrum dikhawatirkan bakal memunculkan konflik sosial ditengah masyarakat. “Bisa saja ada masyarakat yang nanti akan main hakim sendiri. Atas ulah nekat pelaku setrum ikan dan pelaku illegal fishing di wilayahnya. Adanya kasus ini harusnya menjadi contoh agar tidak ada lagi yang menyetrum ikan dan menggunakan alat tangkap yang melanggar lainnya,” pesan dia. (riz/k8)
Rikip Agustani
[email protected]