JAKARTA–Kasus diubahnya kalimat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 103/PUU-XX/2022 memasuki babak baru. Itu setelah pemohon, Zico Leonard Djargargo, yang merasa dirugikan atas tindakan tersebut, melaporkan hakim dan panitera MK ke polisi.
Untuk diketahui, putusan 103/2022 merupakan gugatan terhadap mekanisme pemberhentian hakim dalam UU MK. Gugatan itu merespons kasus pencopotan hakim MK Aswanto secara sewenang-wenang oleh DPR RI karena dianggap tidak loyal pada parlemen.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan, MK menyebut, pemberhentian hakim di luar prosedur yang diatur dalam UU MK tidak dibenarkan. Secara tidak langsung, putusan itu menjadi dasar bahwa pencopotan Aswanto melanggar aturan.
Namun, kejanggalan terjadi dalam salinan putusan. Di mana kata “Dengan Demikian” dalam salinan putusan diubah menjadi “Ke Depannya”. Perubahan dua kata itu ditengarai politis karena dimaknai baru berlaku untuk kasus setelah Aswanto.
Atas dasar itu, pemohon mengadukan ke Polda Metro Jaya Rabu (1/1). Kuasa Hukum Zico, Leon Maulana Mirza Pasha, mengatakan pihaknya menduga ada individu hakim yang sengaja mengubah substansi itu sebelum di-publish di website MK.
Tidak hanya sembilan hakim MK, Zico melaporkan satu panitera dan satu panitera pengganti MK. “Atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagai mana salinan putusan dan risalah sidang dan dibacakan dalam persidangan,” ujarnya.
Leon menjelaskan, perubahan dua kata membuat makna putusan itu menjadi berbeda. “Apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak substansial, karena ini substansi, frasanya sudah berbeda,” jelasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Zico yang lain, Rustina Haryati, menambahkan bahwa kasus tersebut ke depannya dapat mengakibatkan kerugian materiil dan imateriel. Jika tidak diusut, bisa jadi preseden buruk.
“Jadi kalau misal putusan ini tidak dipermasalahkan, tidak kita angkat sekarang ini, ke depannya gimana,” tegasnya.
Dengan pelaporan ke Polda Metro Jaya, diharapkan adanya dugaan tindak pidana seperti pemalsuan bisa didalami. "Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga," katanya.
Menanggapi laporan tersebut, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, adanya laporan ke polisi sudah dalam pantauan. Sembilan hakim juga sudah mengetahui. "Namun mereka belum memberikan respons atau tanggapan mengenai tindak lanjutnya, masih mengikuti perkembangan saja," ujarnya kemarin.
Fajar menerangkan, kasus dugaan perubahan redaksional putusan juga sudah ditangani. Saat ini proses di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah dimulai.
Terkait progresnya, Fajar menyebut, pada 1 Februari sudah dilakukan rapat perdana di internal MKMK. "Pak Palguna disepakati menjadi Ketua MKMK," imbuhnya. Setelah ini, kasus akan sepenuhnya diserahkan ke MKMK.
Untuk diketahui, MKMK sendiri baru dibentuk pekan lalu. Total ada tiga orang yang terpilih sesuai mekanisme yang diatur dalam UU MK. Yakni I Dewa Gede Palguna sebagai perwakilan tokoh masyarakat, pakar hukum UGM Prof Sudjito sebagai perwakilan akademisi, serta Enny Nurbaningsih dari unsur hakim aktif.
Sementara itu, Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan, usai ditetapkan akan segera bekerja. Di tahap awal, pihaknya akan menyelesaikan aturan prosedur hukum acara di MKMK.
Sebagai lembaga yang baru saja bertransformasi, ketentuan lama tidak dapat diterapkan. "Sudah tidak cocok lagi sebagai akibat dari adanya perubahan undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Seusai prosedur beracara tuntas, Palguna menyebut, langkah selanjutnya adalah melakukan panggilan kepada para pihak. Mulai dari pihak yang pertama kali menemukan pelanggaran hingga semua pihak di internal MK. Tak terkecuali para hakim. "Itu pasti," tegasnya.
Disinggung soal adanya upaya hukum pidana di Polda Metro Jaya, pria asal Bali itu mempersilakan berjalan jika ada unsur pidana. Bagi dia, perkara etik dan pidana dua hal yang berbeda. "Jadi kita tidak mencampuri," tegasnya.
Sebagaimana surat keputusan yang diteken, kata Palguna, MKMK akan bekerja selama 1 bulan untuk menuntaskan kasus tersebut. Dia optimistis bisa menyelesaikan tepat waktu.
Sementara itu, anggota MKMK Enny Nurbaningsih menegaskan akan bekerja profesional. Meski saat ini berstatus hakim aktif, dia berjanji akan objektif. "Saya akan bekerja independen," tuturnya.
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengatakan, pelaporan ke polisi terkait kasus perubahan redaksi salinan putusan MK merupakan upaya mencari keadilan. "Pelapor ingin mencari keadilan. Ini langkah yang sudah tepat," terangnya kemarin.
Dia berharap, polisi menerima dan menindaklanjuti laporan tersebut. Sebab, polisilah yang mempunyai kewenangan mengusut dan menyelidiki kasus tersebut. Menurut dia, perubahan redaksi dalam salinan putusan itu merupakan tindak pidana.
Kasus itu, kata Nasir, menjadi pertaruhan bagi MK dalam menjaga marwahnya. Menurut dia, hakim MK merupakan sosok negarawan yang mempunyai tirai baja dalam membentengi dirinya dari berbagai kepentingan kelompok atau golongan.
Namun, lanjut politikus PKS, dengan munculnya kasus tersebut, tirai baja itu tidak berfungsi. "Tirai baja hakim MK itu berubah menjadi tirai bambu yang bisa ditembus kepentingan pihak lain," ungkap legislator asal Aceh itu.
Selain dari sisi tindak pidana yang dilaporkan ke polisi, dari sisi etik juga tetap harus ditegakkan. Maka, perlu dibentuk dewan etik untuk mengusut kasus itu dari sisi etik. "Jadi, sisi pidana menjadi kewenangan polisi, sisi etik menjadi kewenangan dewan etik," paparnya.
Menurut Nasir, berubahnya redaksi salinan putusan MK itu seperti kasus hilangnya pasal tembakau dalam RUU Kesehatan pada 2009. Saat itu, pasal tersebut tiba-tiba hilang dari draf RUU yang akan disahkan.
Dia berharap, kasus perubahan redaksi salinan putusan itu bisa diusut tuntas. Para pelaku harus ditindak tegas. "Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi MK. Marwah MK harus tetap dijaga," tegasnya. (far/lum/ygi/jpg/dwi/k8)