SAMARINDA–Penanganan kasus dugaan pemalsuan tanda tangan gubernur pada sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim dinanti ujungnya. Apalagi, kasus telah lama bergulir dan aksi cepat polisi sudah ditunggu-tunggu sebagai bukti keseriusan mengatasi masalah tambang batu bara di Kaltim. Namun, sampai saat ini, yang dinanti belum juga terjawab.
Dinamisator Jaringan Advokasi Pertambangan (Jatam) Kaltim Mareta Sari mengatakan, keputusan DPRD Kaltim membentuk Pansus Investigasi Pertambangan November 2022 membuat publik menaruh harapan besar. Tetapi hingga awal Februari 2023, tidak ada kejelasan dalang dan pelaku dari 21 IUP batu bara yang merisaukan tersebut. Inspektorat Kaltim dan pansus telah menyerahkan sepenuhnya penanganan dugaan pemalsuan tanda tangan gubernur pada sejumlah IUP ke Polda Kaltim.
Tetapi, sudah berbulan-bulan, belum ada penindakan dari pihak kepolisian. “Apakah Polda Kaltim tidak berani menangkap dalang dan pelakunya? Lalu kenapa pansus dan inspektorat juga tidak mengingatkan kepada Polda Kaltim?” sambungnya. Dia menambahkan, termasuk gubernur Kaltim sepertinya tidak peduli atas kasus pemalsuan itu. Padahal, pembiaran itu menjadi preseden buruk administrasi pemerintahan.
“Padahal jelas-jelas ini merupakan tindakan tidak terpuji, di mana ada pihak yang dengan berani diduga memalsukan tanda tangan beliau, dengan menggunakan nama lengkap beliau (Gubernur Kaltim Isran Noor) selaku pimpinan Kaltim saat ini. Walaupun Pemerintah Provinsi Kaltim pernah melaporkan juga ke pihak kepolisian tetapi tidak terus mendesak hingga berlarut sampai 2023 belum juga ada yang ditangkap,” jelas Eta, sapaan Mareta Sari.
Eta melanjutkan, padahal jika gubernur, DPRD, dan kepolisian, serta pihak lainnya yang bertanggung jawab atas kericuhan 21 IUP batu bara ini, pastinya tidak sampai berlarut hingga memasuki berbulan-bulan. Namun sayangnya, kepolisian sepertinya kesulitan membongkar skandal tersebut. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini mengungkapkan, pengusutan kasus ini di kepolisian harusnya bisa terbuka dan perlu dikejar terus progresnya seperti apa.
Jika ada kesulitan, harus dipaparkan progresnya dan apa sebab kesulitan itu. Apalagi, kepolisian punya kewenangan memadai, sehingga publik meyakini kendala itu mampu diatasi dan penanganannya terbuka.
“Apalagi, ini kan dokumen pemprov. Sejak awal, penyangkalan pak gubernur ada,” sambungnya. Dalam pengusutan kasus ini, polisi mesti terbuka. Sebab, ada hak publik untuk tahu. Di sisi lain, Orin juga menambahkan, dalam kasus-kasus pidana pemalsuan dokumen, sangat dimungkinkan ada perangkat lain yang membantu untuk memecahkan kasus, misalnya forensik.
Dengan kewenangan yang begitu besar, menurutnya polisi sebagai aparat penegak hukum seharusnya bisa mengungkap teka-teki terbitnya 21 IUP bodong yang memakai tanda tangan gubernur. Diwartakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Yusuf Sutejo menuturkan jika penyidik sedang menyusun laporan terbaru. Sejak perkara ini resmi dilaporkan Pemprov Kaltim ke polda awal November 2022, penyidik disebut masih kesulitan menemukan dokumen fisik IUP yang diduga dibubuhi paraf abal-abal Gubernur Kaltim Isran Noor itu. Lantaran dokumen yang disampaikan Inspektorat Kaltim hanya berupa salinan. Bukan dokumen fisik sebenarnya. Alat bukti yang diserahkan kepada penyidik, yaitu dokumen IUP dan surat pengantar gubernur Kaltim, merupakan fotokopi.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kaltim Kombes Kristiaji pada awal Januari lalu mengatakan, penyelidikan laporan dugaan pemalsuan IUP ini menggunakan teknik penomoran. Disebabkan ada beberapa perbedaan dalam surat pengantar yang menjadi rujukan penerbitan IUP yang diduga palsu itu. Ada yang menggunakan surat dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Kemudian, ada surat lainnya menggunakan pengantar dari Biro Perekonomian Setprov Kaltim.
“Dari kelompok-kelompok itulah, kami klaster. Untuk dilakukan pemeriksaan, dalam proses penyelidikan ini,” jelasnya. Dia menambahkan, penyidik juga telah memeriksa beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) yang berkaitan dengan penerbitan IUP. Yakni Inspektorat selaku pelapor, kemudian DPMPTSP, Biro Perekonomian Setprov Kaltim, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Dinas Sosial (Dissos). “Pada klaster tahap awal ini, sekitar 10 orang yang sudah kami periksa. Dari instansi yang berkaitan dengan penerbitan surat itu,” tuturnya. Hingga 18 Januari lalu, Kristiaji memastikan belum ada penetapan tersangka. “Belum ada penetapan tersangka. Saat ini, masih klarifikasi dokumen dengan alat bukti lainnya," kata Kristiaji. (riz/k16)
Nofiyatul Chalimah
[email protected]