JAKARTA - Perusahaan e-commerce JD.ID mengumumkan akan menutup platformnya secara permanen. Mereka terakhir akan melayani mulai 15 Februari 2023 sebelum tutup operasi pada 31 Maret 2023. JD.ID merupakan anak perusahaan Tiongkok, JD.com. Sebelum menutup layanannya, perseroan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak dua kali pada tahun lalu. Yakni, pada Mei dan berikutnya di Desember.
”Langkah adaptasi perlu diambil perusahaan untuk menjawab tantangan perubahan bisnis yang sungguh cepat belakangan. Salah satu langkah yang diambil manajemen adalah melakukan perampingan agar perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan,” ujar Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID Setya Yudha Indraswara dalam keterangan tertulisnya kemarin (31/1)
Bukan hanya di Indonesia, JD.com juga menutup layanannya di Thailand pada 3 Maret mendatang. ”Ini adalah keputusan strategis dari JD.com untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya,” tambah Setya.
Menanggapi fenomena bisnis e-commerce tersebut, Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menyampaikan, fenomena PHK dan penutupan layanan oleh perusahaan teknologi digital merupakan hal yang wajar. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemunculan kebijakan seperti itu. ”Intinya, kami support pilihan manajemen JD.ID yang memutuskan fokus di satu layanan bisnis yang memang menjadi unggulan mereka,” ujarnya.
Menurut Bima, resesi ekonomi global hanya menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang dipertimbangkan oleh para petinggi perusahaan teknologi saat harus melakukan PHK atau menutup bisnisnya. “Kami yakin seluruh keputusan yang diambil oleh para pebisnis sudah melalui riset secara mendalam dan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal,” tambahnya.
Keputusan-keputusan tersebut, lanjut Bima, mau tidak mau perlu dilakukan untuk mempertahankan perusahaan agar tetap tumbuh secara berkelanjutan pada masa mendatang. Sekaligus dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan di sektornya masing-masing. ”Karena para pebisnis di top management punya tanggung jawab membuat perusahaan itu sustain, memperoleh profit, dan pekerjanya dapat hak yang sesuai,” pungkasnya. (agf/dio)