Pemprov Kaltim melaporkan dugaan pemalsuan IUP kepada Polda Kaltim awal November 2022. Lebih dari dua bulan, belum ada progres signifikan terkait kasus tersebut. DPRD Kaltim yang tengah membentuk pansus diharapkan lebih bergerak lagi.
SAMARINDA–Pansus Investigasi Pertambangan yang ditabuh DPRD Kaltim sejak 2 November 2022 harusnya bisa menggigit lebih. Bukan hanya mendesak, tetapi juga bisa menekan pemerintah untuk serius mengatasi masalah tambang. Apalagi, praktik tambang sudah tak kira-kira lagi. Di mana pun tempat yang diketahui banyak batu bara, maka alat berat langsung dimobilisasi.
Akademisi hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengatakan, secara politik, sedari awal dia lebih sepakat kalau DPRD memfungsikan hak interpelasi atau hak angket, dibanding larut kembali dengan pansus. Menurutnya, daya tekan pansus lemah. Dia menambahkan, mestinya DPRD belajar dari pengalaman selama ini jika pansus tidak menghasilkan apa-apa selain informasi yang sifatnya parsial dan terbatas.
“Padahal kan sudah jelas dugaan pelaku pemalsuan 21 IUP itu berada di lingkaran pemerintah provinsi (pemprov). Kalau hak interpelasi atau angket diaktifkan, daya tekan ke pemprov lebih kuat,” terangnya. Pria yang akrab disapa Castro itu melanjutkan, dengan hak interpelasi atau hak angket, setidaknya bisa memaksa pemprov untuk lebih aktif bekerja mendorong penyelesaian dugaan pemalsuan itu. Kedua, secara hukum, kalau memang anggota DPRD punya informasi yang cukup dan memadai, seharusnya bisa sekaligus jadi pelapor dari perkara ini.
Anggota DPRD yang merepresentasikan kepentingan rakyat Kaltim, disebut Castro punya legal standing untuk melaporkan dugaan pemalsuan ini. “Bukannya mereka menemukan beberapa titik aktivitas tambang tanpa izin yang berhubungan dengan pemalsuan 21 IUP itu? Selain itu, laporan yang sudah masuk, mestinya secara rutin ditanyakan progresnya ke pihak penyidik kepolisian. Jangan pasif, sebab dengan masalah public trust, sulit berharap kinerja aparat kepolisian tanpa dikawal secara serius,” tegas Castro.
Dia menambahkan, kalau memang mendapatkan fakta memadai dari hasil kerja pansus, mestinya segera dikonkretkan. Dengan langsung melaporkan ke kepolisian. Lalu laporan yang sudah masuk, benar-benar dikawal dengan serius. Tidak pasif. “Jadi enggak ada ubahnya DPRD dengan CSO (customer service officer), hanya bisa sebatas mendesak. Padahal ‘kan DPRD punya hak lebih (interpelasi dan angket) yang bisa digunakan. Tapi sayang, sengaja ditumpulkan oleh diri mereka sendiri,” jelasnya.
Untuk diketahui, perkara 21 IUP diduga palsu masih bergulir di tangan Pansus Investigasi Pertambangan yang dibentuk DPRD Kaltim. Ketua Pansus, Syafruddin menyebut, pihaknya saat ini masih menunggu perkembangan hukum terhadap laporan Pemprov Kaltim terhadap dugaan pemalsuan tersebut di Polda Kaltim. "Kami masih menunggu penegakan hukumnya yang sampai saat ini belum ada titik terang. Namun kami tetap punya agenda untuk turun ke lapangan untuk menelusuri lokasi 21 IUP diduga palsu tersebut," ungkap Syafruddin, Minggu (29/1). Sebelumnya, Pemprov Kaltim telah melakukan pelaporan terkait pemalsuan tanda tangan Gubernur Kaltim Isran Noor pada sejumlah IUP.
Pelaporan dilakukan awal November 2022. Kepala Inspektorat Daerah Kaltim Mohammad Irfan Prananta menjelaskan, pihaknya pun menunggu hasil penyelidikan dari Polda Kaltim. Diketahui, sejumlah pejabat tinggi di Kaltim diduga terlibat kasus ini. Dari pemeriksaan internal yang inspektorat lakukan, mereka menemukan beberapa nama yang terindikasi terlibat dalam pemalsuan itu.
Juga sudah ada surat pengakuan. Namun, surat pengakuan itu tidak cukup. Untuk memproses dari sisi pidananya, maka pihaknya perlu melapor ke kepolisian. Irfan menegaskan, untuk penanganan kasus, Pemprov Kaltim menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian. “Bisa dicek di penyidik ya,” sebut dia kemarin. Pada bagian lain, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kaltim Kombes Kristiaji mengatakan, penyidik telah memeriksa beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) Kaltim yang berkaitan dengan penerbitan IUP. Yakni Inspektorat selaku pelapor, kemudian DPMPTSP, Biro Perekonomian Setprov Kaltim, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Dinas Sosial (Dissos). Khusus untuk Dissos, Kristiaji menyebut turut diperiksa, lantaran ada surat pengantarnya yang diduga digunakan dalam IUP tersebut. Pria berpangkat melati tiga di pundaknya ini juga mengungkapkan belum ada penetapan tersangka dalam kasus dugaan IUP palsu ini. "Belum ada penetapan tersangka. Saat ini masih klarifikasi dokumen dengan alat bukti lainnya," kata Kristiaji.
Sebelumnya, Kapolda Kaltim Irjen Imam Sugianto membenarkan laporan dugaan pemalsuan 21 IUP sudah diterima Polda Kaltim dan ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditkrimum). “Silakan dikontrol di Ditkrimum. Ada 21 IUP, yang sebenarnya sudah dalam tahap penyelidikan kami juga. Dan inspektorat, alhamdulillah sudah memberikan kami data yang valid. Akan sangat membantu kecepatan prosesnya nanti,” katanya kepada awak media di Lobi Mapolda Kaltim, Kamis, 17 November lalu. (riz/k16)
Nofiyatul Chalimah
[email protected]