SAMARINDA–Jejak rasuah kembali menyeruak di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Bau amis itu pun sampai ke Kejati Kaltim. Dugaan rasuah itu berasal dari pengadaan perumahan koperasi pegawai negeri pada 2019. Penyelidikan dimulai Kejati Kaltim dengan menggeledah kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim pada 26 Januari 2023.
Tim penggeledahan langsung dipimpin Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltim Romulus Haholongan. Sebanyak 82 dokumen atau surat, serta 3 barang bukti elektronik diangkut ke markas Korps Adhyaksa Benua Etam di Jalan Bung Tomo, Sungai Keledang, Samarinda Seberang, Samarinda. “Benar (penggeledahan dan penyitaan) ada kasus yang tengah diselidiki di Kutim. Tim sudah balik Jumat (27/1) pagi,” ungkap Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltim Toni Yuswanto dikonfirmasi, kemarin (22/1).
Saat ini, sambung dia, tim pidsus Kejati Kaltim akan menelaah perkara barang bukti yang disita dalam penggeledahan tersebut. Apalagi, kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan. “Unsur pidana atau dugaan korupsinya sudah ada. Kini tim mencari potensi tersangkanya,” sambung dia. Dugaan korupsi perumahan koperasi pegawai negeri di Kutim, sudah masuk tahap penyidikan sebelum 2022 berakhir. Selepas surat perintah penyidikan dengan Nomor Print-042/O.4/Fd.1/11/2022 terbit pada 24 November 2022. Informasi yang dihimpun awak media ini dari internal bidang pidsus Kejati Kaltim, kasus ini mulai dilirik awal Oktober 2022.
Saat itu beskal Benua Etam menemukan dugaan penyalahgunaan APBD untuk ganti rugi perumahan ASN di Kutim. Pengumpulan bahan dan keterangan (pulbangket) dikebut ditambah adanya laporan yang masuk yang selaras dengan dugaan yang diendus. “Pulbangketnya cepat. Karena ada data yang masuk,” ucap sumber yang enggak diwartakan namanya itu. Di awal tafahus, kata sumber ini, terbilang mudah. Lantaran modus operandi permainan lancung dalam kasus ini sederhana.
Koperasi pegawai negeri Kutim berencana membangun perumahan untuk anggota di kawasan Rawa Gabus, Sangatta Selatan pada 2018, proyek berjalan dan sudah terbayar setengah. Menyisakan pembayaran ganti rugi pembangunan itu pada tahun selanjutnya. “Yang bayar ganti rugi itu harusnya koperasi ASN itu sendiri. Tapi dalam kasus ini, malah Pemkab yang bayar pakai APBD 2019,” imbuhnya. Sejak disidik akhir November, bidang Pidsus Kejati Kaltim baru memeriksa sekitar 10 saksi. Ada yang dipanggil langsung ke Kejati atau dimintai keterangan di Kutim.
Karena penyimpangan itu, dugaan awal kerugian negara dalam kasus ini ditaksir sekitar Rp 5 miliar atau setara dengan nilai yang dibayarkan Pemkab Kutim. “Masih perlu dipastikan lagi dari data yang sudah dikumpulkan kemarin pas geledah. Potensinya segitu dan perlu perhitungan resmi lagi,” singkatnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPKAD Kutim Teddy Febrian mengatakan, penggeledahan yang dilakukan Kejati Kaltim untuk mendapatkan data-data dan keterangan terkait permasalahan pembayaran sisa bangunan koperasi pegawai negeri di Rawa Gabus. “Memang baru terbayarkan di 2019. Sementara di dalam perjalanannya ada hal-hal yang tidak sesuai ketentuan dan peraturan, makanya ditindaklanjuti oleh tim Kejati,” ujarnya.
Dia menyatakan, tidak ada persoalan terkait pembebasan lahan. Sedangkan yang menjadi masalah, yakni adanya rencana koperasi pegawai untuk membangun perumahan pada masa awal-awal Kutim berdiri. “Cuma pemerintah ini digugat karena tidak selesai. Entah kontraktornya meninggal atau bermasalah, sehingga digantikan yang lain. Nah, yang lain ini sepertinya yang bermasalah,” ungkapnya.
Berdasarkan putusan pengadilan, pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk membayar. Sebaliknya, lanjut dia, tergugat 1, yakni pihak koperasi, yang seharusnya membayar. Hal itulah yang diduga menjadi dasar bagi Kejati Kaltim untuk melakukan pemeriksaan. “Pemerintah tidak harus membayar itu, tapi kenapa dibayarkan? Kan berdasarkan amar putusan pemerintah itu termohon 2. Nah, di sinilah sepertinya ada terjadi kesalahan,” paparnya.
Ketika menjabat sebagai kabid Aset BPKAD Kutim pada 2018, Teddy menuturkan, pemerintah pernah membayar Rp 5,4 miliar kepada penggugat. Meskipun masih ada kekurangan. Apalagi pada awal pembangunan, pengembang perumahan tersebut pernah dibayar. “Tapi, karena ada permasalahan pembebasan lahan pembangunan dihentikan. Karena berlarut-larut, pengembang akhirnya menggugat. Yang jelas, kami siap mendampingi tim Kejati. Masalahnya di mana, mereka sebagai aparat yang lebih tahu,” terangnya. (riz/k8)
Bayu Rolles
[email protected]