Tim Kejaksaan Tinggi Kaltim menggeledah kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutai Timur (Kutim), Kamis (26/1) lalu.
SANGATTA – Ada dugaan korupsi pada kasus pembayaran ganti rugi di Koperasi Pegawai Negeri Tuah Bumi Untung Benua pada Oktober 2022. Kerugian negara ditaksir Rp 5 miliar. Kini statusnya telah ditingkatkan ke penyidikan.
Rombongan Kejati Kaltim yang dipimpin Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Romulus Haholongan menggeledah dua ruangan BPKAD Kutim, Jumat (27/1) pagi untuk mencari barang bukti dokumen dan surat-surat, serta bukti elektronik lainnya. Penggeledahan baru berakhir pukul 19.00 Wita.
“Sudah 10 pegawai BPKAD dan beberapa instansi lain diperiksa. Kami juga menyita 82 dokumen dan 2 barang bukti elektronik,” beber Romulus, yang didampingi Kajari Kutim Henriyadi W Putro dan Kepala BPKAD Kutim Teddy Febrian.
Sementara itu, Teddy Febrian menyebut, kedatangan tim Kejati Kaltim guna mendapatkan data-data dan permintaan keterangan terkait permasalahan pembayaran sisa bangunan koperasi pegawai negeri di Rawa Gabus pada 2018.
“Memang baru terbayarkan di 2019. Sementara di dalam perjalanannya ada hal-hal yang tidak sesuai ketentuan dan peraturan, makanya ditindaklanjuti oleh tim Kejati,” ujarnya.
Kendati demikian, masalah pembebasan lahan tidak ada persoalan. Sedangkan yang menjadi masalah, yakni adanya rencana koperasi pegawai untuk membangun perumahan pada masa awal-awal Kutim berdiri.
“Cuma pemerintah ini digugat karena tidak selesai. Entah kontraktornya meninggal atau bermasalah, sehingga digantikan yang lain. Nah, yang lain ini sepertinya yang bermasalah,” ungkapnya.
Berdasarkan putusan pengadilan, pemerintah tidak memiliki kewajiban untuk membayar. Bahkan berdasarkan amar putusan, yakni tergugat 1, pihak koperasi lah yang seharusnya membayar. Hal itulah yang diduga menjadi dasar bagi Kejati Kaltim untuk melakukan pemeriksaan.
“Pemerintah tidak harus membayar itu, tapi kenapa dibayarkan? Kan berdasarkan amar putusan pemerintah itu termohon 2. Nah, disinilah sepertinya ada terjadi kesalahan,” paparnya.
Mengingat pada 2018 dirinya menjabat sebagai kabid Aset. Kala itu pemerintah pernah membayar Rp 5,4 miliar melalui BPKAD kepada penggugat. Meskipun masih ada kekurangan. Apalagi pada awal pembangunan, pengembang perumahan tersebut pernah dibayar.
“Tapi, karena ada permasalahan pembebasan lahan pembangunan dihentikan. Karena berlarut-larut, pengembang akhirnya menggugat. Yang jelas, kami siap mendampingi tim Kejati. Masalahnya di mana, mereka sebagai aparat yang lebih tahu,” pungkasnya. (dq/ind/k16)