SAMARINDA–Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2022 pengganti UU 7/2017 tentang Pemilu, mengakomodasi penyelenggaraan pemilu di empat daerah otonomi baru di Papua. Namun, regulasi yang diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Desember 2022 itu tak menuangkan bagaimana penyelenggaraan pemilu di Ibu Kota Nusantara (IKN). Tak tertuangnya IKN dalam aturan anyar itu, otomatis kewenangan penyelenggaraan pemilu di sana akan tetap ditangani para penyelenggara pemilu setempat. Dari KPU Kaltim serta KPU kabupaten/kota, seperti KPU Penajam Paser Utara (PPU) untuk kawasan Sepaku yang masuk areal IKN, dan KPU Kutai Kartanegara (Kukar) di wilayah Samboja.
“Karena perppu atau UU 3/2022 tentang IKN tak menjelaskan soal penyelenggaraannya, maka masih ditangani KPU setempat, KPU Kaltim bersama KPU PPU dan KPU Kukar,” ujar Ketua KPU Kaltim Rudiansyah. Tugas ketiga KPU itu di wilayah IKN, kini harus menyiapkan kepastian hukum hak pemilih para pekerja yang eksodus ke daerah tersebut untuk pembangunan konstruksi IKN. Dengan tahapan yang sudah berjalan, KPU menarget kepastian hak pemilih ditentukan pada Februari mendatang. Salah satu upaya yang sudah ditempuh KPU Kaltim, kata Rudi, mengevaluasi data agregat kependudukan (DAK) para pekerja pembangunan IKN.
Data DAK semester I 2022, lanjut dia, akan jadi acuan penyusunan yang dilakukan KPU Kaltim. “Jika menunggu data DAK secara keseluruhan pada 2022 akan terbentur dengan jadwal pemilu yang sudah tersusun. Bisa memengaruhi hari pemilihan pada 14 Februari 2024 nanti,” tuturnya. Banyaknya pekerja itu pun belum sepenuhnya akan mengubah administrasi kependudukan. Lantaran para pekerja belum dipastikan data kependudukannya akan menjadi warga Kaltim. Jika tidak berubah, dia tetap pemilih di wilayah administrasi asalnya. “Pemutakhiran data pemilih kan berpedoman pada KTP-el (elektronik),” lanjutnya.
Jika para pekerja itu masih berada di Kaltim hingga pemutakhiran data pemilih tetap (DPT) ditetapkan, KPU akan memasukkan mereka sebagai pemilih khusus. Regulasi Pemilu Serentak 2024 menuangkan soal hak pemilih khusus ini dengan penyediaan TPS khusus. Namun, untuk kepastian hak pemilih para pekerja itu, perusahaan yang membawa mereka atau narahubung yang mewakili para pekerja, harus mengajukan permohonan ke KPU kabupaten/kota, yakni KPU PPU dan KPU Kukar. Rudi mencontohkan, ada 10 ribu pekerja yang bekerja dalam pembangunan IKN di wilayah Sepaku, PPU.
Para pekerja itu akan menetap bekerja hingga hari pencoblosan pada 14 Februari 2024. Jadi, perusahaan atau narahubung selaku perwakilan pekerja-pekerja harus mengajukan permohonan pemilih khusus ke KPU PPU. Begitu pula dengan pekerja yang berada di wilayah Samboja yang masuk area Kukar. Data permohonan yang diajukan harus menyertakan data diri masing-masing pekerja secara lengkap. Kelengkapan data diri ini akan menjadi dasar KPU memetakan kebutuhan tempat pemungutan suara (TPS) khusus di area IKN. Syarat mendirikan satu TPS, sambung Rudi, sekalipun TPS khusus haruslah mencakup minimal 300 pemilih. Jika tak memenuhi syarat dasar ini, KPU besar kemungkinan tak mendirikan TPS khusus.
“Tapi ini jadi kebijakan KPU RI. Kami yang di daerah, dari KPU Kaltim dan KPU Kukar bersama KPU PPU hanya bertugas mengumpulkan data pemilih khusus itu,” imbuhnya. Para pekerja itu pun tak sepenuhnya bisa menggunakan hak suaranya di lima tingkatan pemilu, dari pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) DPD RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Diumpamakannya, jika data kependudukan pekerja itu bukan berasal dari Kaltim, maka dia hanya bisa menggunakan hak suaranya untuk pilpres.
Sementara itu, jika daerah asal pekerja itu dari kabupaten/kota di Kaltim, mereka masih bisa memilih untuk tingkatan DPR RI, DPD RI dan pilpres. “Karena hal ini, akuntabilitas yang kompleks dalam mendata jumlah pekerja itu diperlukan,” tegasnya. Sejauh ini, KPU Kaltim sudah berkoordinasi dengan Otorita IKN serta Polda Kaltim untuk memastikan akuntabilitas data pemilih khusus di wilayah IKN. Ke depan, lanjut Rudi, KPU akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR karena pekerjaan di areal IKN langsung dihandel pusat.
Batas waktu permohonan hak memilih para pekerja itu diajukan paling lambat ke KPU kabupaten/kota sebelum DPT ditetapkan. Jika tidak, hak memilih para pekerja itu akan berada di wilayah administrasi kependudukan asalnya. “Jika sebelum Juni 2023 ini belum diajukan oleh perusahaan atau narahubung pekerja itu, sebelum DPT ditetapkan, maka pekerja-pekerja yang ada di IKN hingga hari pemilihan masih terdata di wilayah asalnya,” urainya. Opsi lain bisa ditempuh dengan mengajukan diri sebagai pemilih tambahan. Namun, hal itu harus dilakukan para pekerja itu secara mandiri.
“Hal ini biasanya jarang terjadi karena memakan waktu. Karena harus ajukan masing-masing per orang. Makanya KPU RI menetapkan agar diajukan secara gelondongan bersumber dari perusahaan atau narahubung yang membawa mereka,” terangnya. Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2022 di Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilu 2024. Dalam IKP tersebut, Bawaslu melakukan pemetaan potensi kerawanan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Hasilnya, Kaltim masuk kategori provinsi rawan tinggi dengan skor 77,04. Bersama Jakarta dengan skor 88,95, Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), dan Jawa Barat (77,04). Koordinator Divisi Bidang Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim Galeh Akbar Tanjung menyampaikan, salah satu tantangan pada Pemilu 2024 yang berkolerasi dengan IKP adalah ratusan ribu pekerja yang bakal datang untuk pembangunan IKN itu. Lanjut Galeh, selain kedatangan ratusan ribu pekerja dari luar daerah ke IKN, Kaltim sebelumnya juga sudah memiliki masalah dengan banyaknya pekerja sektor lain yang hak memilihnya tak terpenuhi. (riz/k16)
Roobayu
[email protected]