Biaya haji tahun ini bakal lebih tinggi. Kondisi itu dinilai cukup memberatkan jamaah.
BERDASAR usulan Kementerian Agama (Kemenag),calon jamaah haji harus menyediakan uang tunai sekitar Rp 44 juta untuk pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Tingginya beban pelunasan itu berpotensi membuat masyarakat rela berutang ke lembaga keuangan atau sejenisnya dengan risiko menanggung bunga pinjaman.
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh berharap calon jamaah haji tidak memaksakan diri. Jika saat dibuka masa pelunasan belum ada uang, calon jamaah bisa menunda keberangkatannya sambil menabung untuk musim haji berikutnya. ”Kewajiban haji dibebankan pada setiap muslim yang mampu. Baik mampu bekal (finansial dan kesehatan) maupun perjalanan,” katanya di Jakarta kemarin (23/1).
Asrorun mengungkapkan, dalam penyelenggaraan ibadah haji tetap ada peran negara. Menurut dia, negara memiliki tanggung jawab memfasilitasi penyelenggaraan ibadah haji.
Mantan ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu mengatakan, besaran biaya haji disesuaikan dengan keperluan. Khususnya keperluan perjalanan dan penyelenggaraan ibadah haji. Menurut dia, penetapan biaya haji menjadi kewenangan pemerintah dengan mendasarkan diri pada pertimbangan kemaslahatan umum. ”Calon jamaah haji yang belum memiliki kecukupan biaya untuk berangkat haji, berarti belum istitaah,” tegasnya.
Calon jamaah haji yang tidak memiliki uang tunai untuk pelunasan tidak perlu khawatir memilih menunda keberangkatan. Sebab, mereka tetap berada dalam daftar prioritas pemberangkatan tahun selanjutnya. Jadi, tidak dikeluarkan dari antrean lalu ditempatkan di ekor antrean.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily sependapat soal ketentuan istitaah tersebut. Dia meyakini, usulan biaya haji yang disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas itu sesuai dengan prinsip istitaah atau kemampuan.
Pada prinsipnya, lanjut dia, pemerintah ingin biaya haji yang dapat terjangkau masyarakat. Namun, juga tetap menjaga prinsip istitaah tersebut. ”Selain itu, juga tetap mempertimbangkan sustainabilitas keuangan haji dan keadilan nilai manfaat bagi seluruh jamaah haji,” jelasnya.
Dia mengatakan, penggunaan nilai manfaat atau hasil investasi dana haji di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus diatur agar berkeadilan. Sebab, nilai manfaat itu menjadi hak sebanyak lima juta lebih calon jamaah haji yang masih mengantre. Nilai manfaat yang berhasil dibukukan BPKH tidak boleh dihabiskan untuk memberi subsidi keberangkatan haji tahun ini.
Ace mengatakan, BPKH harus bisa memberikan kepastian kemampuan pembiayaan haji tahun ini. Kemudian, soal proporsi penggunaan nilai manfaat untuk subsidi haji sebesar 30 persen sebagaimana diusulkan Menag apakah masih mungkin untuk diubah. Misalnya, ditambah proporsinya sehingga tanggungan jamaah jadi lebih kecil.
Dia kembali menjelaskan, Kemenag secara resmi sudah menyampaikan usulan BPIH 2023. Perinciannya, jamaah menanggung biaya perjalanan ibadah haji (bipih) Rp 69,19 juta (70 persen dari total biaya haji). Kemudian, BPKH menyiapkan nilai manfaat untuk subsidi Rp 29,7 juta (30 persen). Ace mengatakan, pembahasan BPIH 2023 ditargetkan selesai pada 13 Februari. (wan/JPG/rom)